Pada kesempatan sebelumnya, kita banyak membahas tentang otonomi daerah di Indonesia, apa tujuan dari otonomi daerah serta dasar hukum otonomi daerah. Dari beberapa artikel tersebut, kita dapat mengetahui bahwa adanya otonomi daerah dapat menjadikan kemajuan dari setiap daerah di Indonesia dapat menjadi lebih nyata dan lebih cepat terjadi. Otonomi daerah tidak hanya dimiliki oleh suatu daerah tertentu, namun setiap daerah di Indonesia memiliki otonominya sendiri sehingga tiap-tiap daerah itu dapat mengatur urusan penyelenggaraan pemerintahan di daerahnya sendiri demi kemajuan dirinya yang berarti dapat memajukan Indonesia dalam rangka pembangunan nasional.
Pelaksanaan dari pengertian daerah otonom tidak lepas dari beberapa asas yang menyertainya. Peraturan perundang-undangan terbaru terkait otonomi daerah adalah Undang-Undang No. 32 Tahun 2004. Dalam undang-undang ini, dijelaskan bahwa terdapat tiga asas otonomi daerah yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan otonomi daerah di berbagai wilayah Indonesia. Asas-asas itu adalah asas desentralisasi, asas dekonsentrasi, dan asas tugas pembantuan. Dalam kesempatan ini, pembahasan akan berfokus pada dua asas saja, yaitu asas desentralisasi dan asas dekonsentrasi. Asas desentralisasi adalah asas otonomi daerah yang menjadikan pelimpahan wewenang baik dalam hal administrasi atau politik dari pemerintah pusat atau badan otonomi yang memiliki wewenang lebih tinggi ke pemerintah daerah atau badan otonomi yang memiliki wewenang lebih rendah. Dalam asas ini, pemerintah daerah diperbolehkan membentuk keputusan-keputusan atau peraturan-peraturan yang diperlukan dalam rangka mengurus urusan rumah tangga daerahnya. Adanya keputusan atau aturan ini dibatasi dengan aturan dari pemerintah yang lebih tinggi wewenangnya. Sejauh ini, setiap pemerintah daerah berusaha membentuk aturan yang berkeadilan dan tidak bertentangan dengan hukum yang lebih tinggi darinya.
Asas-Asas Otonomi Daerah
Salah satu asas otonomi daerah lainnya menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang otonomi daerah adalah asas dekonsentrasi. Makna dari asas ini adalah terdapat pelimpahan wewenang dalam hal administrasi dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah atau dari badan otonomi dengan kuasa yang lebih tinggi kepada badan otonomi dengan kuasa yang lebih rendah, misalnya pemerintah daerah ke pemerintah kabupaten atau pemerintah kecamatan atau pemerintah kelurahan.
Dalam hal pelimpahan wewenang administratif ini, pemerintah yang diserahi kewenangan tidak diperbolehkan membuat aturan atau keputusan terkait hal yang ditugaskan dari pemerintah pusat tersebut. Jadi, dekonsentrasi adalah sebutan bagi desentralisasi dalam hal administratif. Selanjutnya penulis akan membahas tentang beberapa contoh penerapan asas desentralisasi dan asas dekonsentrasi. Penting bagi kita untuk memahami fungsi Pemerintah daerah dalam pembangunan asas desentralisasi dan asas dekonsentrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan di sekitar kita dalam kehidupan sehari-hari. Berikut ini adalah contoh penerapan asas desentralisasi dan asas dekonsentrasi, mari kita simak pembahasannya.
Asas-Asas Desentralisas dan Penerapannya
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, desentralisasi adalah pelimpahan kewenangan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah dalam berbagai bidang. Pemberlakuan dari asas desentralisasi ini tidak lepas dari sejarah panjang pembangunan nasional Indonesia semenjak merdekanya. Krisis ekonomi pada tahun 1997 mendesak pemerintah untuk memberlakukan desentralisasi. Selain itu, pemerintah daerah merasa terjadi ketidakadilan dan pemusatan dalam pengelolaan sumber daya alam di Indonesia. Pengaturan tentang desentralisasi muncul pertama kali dalam UU No. 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah. Di bawah ini adalah contoh penerapan asas desentralisasi yang dilakukan setelah berlakunya UU tersebut:
1. Kasus Nusa Tenggara Barat
Dalam kasus ini, yang menjadi perhatian khusus adalah desentralisasi terkait sistem manajemen perikanan. Sebelumnya pemerintah dengan menganut kebijakan sentralisasi mengatur bahwa setiap perairan berikut sumber dayanya adalah milliki negara dan diatur oleh negara dengan memanfaatkan pemerintah provinsi, kabupaten hingga desa. Seluruh keuntungan yang diperoleh nantinya dikelola dan digunakan oleh negara. Setelah penerapan desentralisasi, pemerintah provinsi Nusa Tenggara Barat mengeluarkan Perda No. 15 tahun 2001 tentang sistem manajemen perikanan di daerahnya. Dengan adanya aturan ini, penanggung jawab perikanan setempat merancang aturan manajemen dan praktek pengelolaan sektor perikanan dengan berdasarkan pada kearifan lokal dan juga pengetahuan adat untuk mencapai kesinambungan produk perikanan daerahnya.
2. APBD untuk Rakyat Jawa Timur
Salah satu jenis desentralisasi adalah desentralisasi fiskal, yaitu pelimpahan wewenang pengelolaan keuangan kepada daerah otonom. Gubernur Jawa Timur pada periode 2009 sampai 2014 memiliki program APBD untuk rakyat. Anggaran ini dialokasikan pada beberapa isu kerakyatan yang sifatnya sangat strategis, yaitu rendahnya akses masyarakat terhadap pendidikan dan pelayanan kesehatan, peluang terbukanya kesempatan kerja yang terbatas, ketimpangan kemajuan antara daerah di Jawa Timur, daya beli masyarakat yang rendah, dan pertumbuhan ekonomi daerah yang belum asas-asas Pemerintahan daerah mencerminkan pertumbuhan ekonomi di sektor yang lebih kecil.
Program-program pemerintah Jawa Timur yang dilaksanakan selama masa pemerintahan beliau ini mampu meningkatkan akses masyarakat terhadap pendidikan dan pelayanan kesehatan, perbaikan dalam hal pendampingan UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah), renovasi untuk rumah peran warga negara Indonesia dalam proses pembangunan yang kurang layak huni, pemberian bantuan alat-alat pertanian untuk petani, dan lain sebagainya.
3. Desentralisasi pada Bidang Kehutanan
Hutan merupakan salah satu potensi alam terbesar yang dimiliki oleh Indonesia. Hutan Indonesia adalah hutan terbesar ketiga di dunia dan di dalamnya terkandung begitu banyak komoditi yang dapat meningkatkan pendapatan Indonesia. Ketimpangan pengelolaan hutan oleh pemerintah pusat pada masa lalu mengakibatkan munculnya gugatan atas pemberlakuan sentralisasi hingga desentralisasi kehutanan yang menjadi solusinya. Setelah munculnya desentralisasi, pengelolaan hutan diserahkan kepada pemerintah daerah sehingga praktek pengusahaan hutan (berikut kebijakan yang dikeluarkan) dapat dengan mudah terkontrol oleh pemerintah daerah dan pendapatan yang diperoleh dapat digunakan untuk mengembangkan daerah.
Desentralisasi memang menjanjikan dampak positif dalam pelaksanaannya, namun di sisi lain desentralisasi juga memiliki dampak negatif, diantaranya yaitu tingginya kemungkinan penyalahgunaan wewenang oleh oknum pemerintah daerah sehingga muncul praktek korupsi, munculnya ketidakjelasan kewenangan di tiap tingkat pemerintahan, koordinasi yang lemah, kemampuan pengelolaan sumber daya juga lemah, dan dampak negatif lainnya.
Berdasarkan sejarah, setelah dikeluarkannya Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang pemerintahan daerah, secara formal terjadi perimbangan antara ketiga asas otonomi daerah, namun sejatinya pada masa itu penerapan asas dekonsentrasi yang paling menonjol adanya. Berikut ini adalah contoh penerapan asas dekonsentrasi dalam otonomi daerah di Indonesia:
1. Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat
Salah satu contoh penerapan asas dekonsentrasi adalah dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah No. 39 Tahun 2001 yang mengatur tentang pembagian wilayah dan wewenang dari gubernur. Dalam PP ini, disebutkan bahwa provinsi adalah daerah otonom yang juga merupakan wilayah administrasi dengan gubernur sebagai kepala daerah otonom sekaligus kepala wilayah administrasi yang juga merupakan wakil dari pemerintah pusat. Menurut UU No. 32 tahun 2004 pasal 37 dan pasal 38, terdapat tiga tugas gubernur sebagai perpanjangan tangan dari pemerintah pusat, yaitu melakukan pembinaan dan mengontrol, koordinasi dan penyelenggaraan tugas pembantuan.
2. Pelayanan Pajak di Tiap Daerah
Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan utama dari negara ini. Seperti yang kita tahu, seseorang ketika berada di usia produktif dan memiliki penghasilan, maka nantinya ia akan menjadi seorang wajib pajak. Atau ada hal-hal lain yang menjadikan ia harus membayar pajak-pajak tertentu. Pajak ini adalah pendapatan negara dan pengelolaannya berada di bawah kewenangan pemerintah pusat. Banyaknya wajib pajak di seluruh seantero Indonesia membuat pemerintah pusat harus menyerahkan tanggung jawab pelayanan pajak pada perwakilannya di tiap-tiap daerah.
3. Penyelenggaraan Asian Games
Belakangan ini kita disibukkan dengan kabar gembira bahwa Indonesia akan menjadi tuan rumah dalam sebuah acara kompetisi olahraga tingkat benua Asia, yaitu Asian Games. Acara tersebut memang diserahkan tanggung jawabnya kepada pemerintah pusat Indonesia. Namun berhubung penyelenggaraan Asian Games ada di Jakarta dan Sumatera Selatan, maka pemerintah pusat menyerahkan kewenangan penyelenggaraan acara tersebut pada pemerintah daerah dengan tetap melakukan kontrol.
Ada banyak contoh penerapan lainnya dari asas desentralisasi dan asas dekonsentrasi, namun dalam kesempatan ini penulis hanya dapat menyampaikan contoh-contoh yang telah dipaparkan sebelumnya. Semoga pembaca dapat mengambil pelajaran dalam artikel ini. Sampai jumpa pada artikel lainnya.
Badan usaha berdasarkan wilayah negara adalah badan usaha yang mana didalamnya dapat dikelompokkan dari asal…
Pemerintahan suatu negara memiliki banyak lembaga yang bertanggung jawab atas berbagai aspek administrasi negara. Lembaga-lembaga…
Para pendiri bangsa telah berkomitmen untuk mewujudkan cita-cita besar bangsa Indonesia, salah satu wujud komitmen…
Dari sudut pandang etimologi, kata "Otonomi" berarti mengatur sendiri atau memerintah sendiri. Pengertian Otonomi Daerah dapat…
Komitmen di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai "Tanggung jawab", perilaku bertanggung jawab dapat…
Pasal 18 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Negara Kesatuan Republik…