Hukum

Jerat Hukum Pelaku Cracking Menurut UU PDP dan UU ITE

Kita tentu tidak asing dengan kejahatan siber, contohnya saja pernah ada kejadian salah satu bank di mana seluruh nasabah satu cabang kehilangan sejumlah uang di tabungan. Di era internet saat ini, kejahatan siber menjadi tantangan dalam penegakan hukum di Indonesia.

Cracking adalah kejahatan siber yaitu membobol sistem keamanan software, pelakunya disebut cracker. Kegiatan ilegal meretas keamanan komputer milik instansi atau perusahaan ini membutuhkan kemampuan dan pengetahuan dalam pemrograman.

Cracker bertujuan untuk mengambil keuntungan dengan memanfaatkan berbagai celah yang ada, salah satunya memanipulasi kata sandi keamanan milik korban. Kegiatan cracking dapat juga dikatakan mencuri, berikut beberapa teknik cracking yang penting untuk diwaspadai:

  • Pencurian data, membobol sistem keamanan komputer dengan tujuan mencuri informasi atau data-data penting milik suatu perusahaan. Tujuannya biasanya cracker menjual ke perusahaan kompetitor atau pihak lain yang berkepentingan.
  • Memanipulasi data, tak menutup kemungkinan cracker juga dapat memanipulasi data atau memalsukan informasi. Misalnya memalsukan data pemilik rekening sebuah bank.
  • Merusak data, cracker bertujuan merusak data atau dokumen di dalam jaringan komputer dengan tujuan untuk merugikan pihak tertentu.
  • Menyebarkan virus malware, cracker menyebarkan malware yang dapat merusak semua data di dalam sistem komputer. Biasanya pelaku bertujuan untuk meminta tebusan kepada pihak yang dirugikan, bisa dikatakan ini adalah bentuk pemerasan siber.
  • Mata-mata, cracking dilakukan untuk mencari rahasia perusahaan, biasanya cracker disewa oleh perusahaan kompetitor.

Kejahatan cracking tersebut tentu meresahkan masyarakat, hal yang paling umum dialami banyak orang saat ini adalah pencurian data pribadi. Pencurian data pribadi tersebut kemudian dimanfaatkan oleh pelaku untuk melakukan penipuan.

Peretasan media sosial juga termasuk kejahatan cracking, biasanya pelaku menggunakan media sosial yang diretasnya untuk melakukan penipuan, hal ini paling banyak dialami oleh masyarakat. Hukum di Indonesia saat ini telah memiliki hukum tertulis atau undang-undang yang dapat menjerat pelaku kejahatan siber, begitu juga Lembaga Penegak Hukum saat ini juga memiliki divisi khusus yang menangani pidana siber.

Undang-undang tersebut yaitu Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP). Ke dua undang-undang tersebut dibuat untuk melindungi Hak Konstitusional tiap individu, hak tersebut adalah salah satu dari 10 macam HAM menurut UUD 1945.

Jerat Pelaku Cracking Menurut UU PDP

Di dalam UU PDP, data pribadi diartikan sebagai data orang perseorangan yang teridentifikasi atau dapat diidentifikasi secara tersendiri atau dikombinasi dengan informasi lainnya, secara langsung maupun tidak langsung melalui sistem elektronik atau non elektronik. Pengertian tersebut terdapat di dalam Pasal 1 angka 2 UU PDP.

Data pribadi dapat digolongkan menjadi 2, yaitu:

  • Data pribadi yang sifatnya spesifik (data kesehatan, data biometrik, data genetika, catatan kejahatan, data anak, data keuangan pribadi)
  • Data pribadi yang sifatnya umum (nama lengkap, jenis kelamin, agama, status perkawinan dll)

UU PDP pada dasarnya bertujuan untuk melindungi hak privasi tiap-tiap individu dengan mengatur penggunaannya, penyimpanan, pengumpulan serta penghapusan yang terkait dengan data pribadi. Hal-hal tersebut tercantum di dalam pasal-pasal UU PDP, berikut pasal-pasal tersebut yang dapat digunakan untuk menjerat pelaku cracking.

  • Pasal 4 mengenai hak pemiliki data pribadi, yang menyatakan tiap orang yang memiliki data pribadi berhak mendapatkan perlindungan atas data pribadinya.
  • Pasal 5 mengenai pengumpulan, pengolahan dan penggunaan data pribadi, bahwa tiap orang uang mengumpulkan, mengolah dan menggunakan data pribadi wajib mendapatkan izin dari pemilik data pribadi.
  • Pasal 7 mengenai keamanan data pribadi, bahwa tiap orang yang memiliki akses ke data pribadi wajib menjaga kerahasiaan dan keamanan data pribadi tersebut.
  • Pasal 18 mengenai hak pemilik data pribadi untuk melakukan gugatan jika terjadi pelanggaran UU PDP.

Cracking dianggap pelanggaran terhadp UU PDP dan dapat dikenakan sanksi berupa denda atau pidana penjara sesuai ketetapan yang berlaku di dalam UU PDP. Dalam proses pelaksanaannya, tentu akan melibatkan lembaga penegak hukum yaitu kepolisian.

Jerat Cracking menurut UU ITE

Selain UU PDP, kejahatan siber yaitu cracking juga dapat dikenakan jeratan Undang-undang ITE. Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), adalah peraturan hukum yang mengatur segala hal mengenai informasi elektronik, mulai dari konten informasinya, pendistribusian informasi hingga perusakan dokumen elektronik.

Berikut isi UU ITE:

  • Pasal 28 ayat 1, setiap orang dilarang menuliskan, mengirimkan, atau menyebarkan informasi elektronik yang memiliki muatan penghinaan atau pencemaran nama baik.
  • Pasal 28 ayat 2, Setiap orang dilarang menuliskan, atau menyebarkan informasi elektronik yang bersifat menyebar kebencian atau bermuatan SARA.
  • Pasal 30 ayat 1, Setiap orang dilarang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan atau mentransmisikan atau membuat dapat diasksesnya informasi elektronik, atau dokumen elektronik yang bermuatan pornografi.
  • Pasal 31, setiap orang dilarang dengan sengaja dan tanpa hak merusak, mengubah, menambah, mengurangi, menghapus, memindahkan atau membuat tidak berfungsi informasi elektronik, atau dokumen elektronik yang tidak dimilikinya.
  • Pasal 32 ayat 1, setiap orang dilarang dengan sengaja dan tanpa hak mengakses sistem komputer atau jaringan komputer.

Dari pasal-pasal UU ITE tersebut, cracking dapat dijerat menggunakan pasal 31 dan pasal 32 ayat 1, karena adanya kegiatan ilegal yaitu pengaksesan sistem tertentu tanpa izin. Pelaku bisa juga dijerat pasal lain di dalam UU ITE jika ditemui pelanggaran lain, misalnya saja terdapat muatan SARA atau pornografi yang turut disebarkan melalui informasi elektronik.

Pasal 31 ayat 1 UU ITE ini dapat menjerat pelaku cracking dengan sanksi pidana penjara maksimal 6 tahun, namun bisa juga disertai denda paling banyak 1 miliar rupiah. Sedangkan sanksi dari pasal 32 ayat 1, dapat memberikan sanksi yaitu penjara maksimal 8 tahun, bisa juga bersama denda yang dapat mencapai Rp 1 Miliar. Jerat hukum pelaku cracking selain UU ITE juga tidak menutup kemungkinan menggunakan hukum pidana.

 

Recent Posts

2 Macam Badan Usaha Berdasarkan Wilayah Negara Beserta Contohnya

Badan usaha berdasarkan wilayah negara adalah badan usaha yang mana didalamnya dapat dikelompokkan dari asal…

1 year ago

12 Lembaga Administrasi Negara : Beserta Tugas dan Fungsinya

Pemerintahan suatu negara memiliki banyak lembaga yang bertanggung jawab atas berbagai aspek administrasi negara. Lembaga-lembaga…

2 years ago

4 Perwujudan Semangat Pendiri Bangsa Dalam Kehidupan Sehari-hari

Para pendiri bangsa telah berkomitmen untuk mewujudkan cita-cita besar bangsa Indonesia, salah satu wujud komitmen…

2 years ago

Sejarah Otonomi Daerah Di Indonesia

Dari sudut pandang etimologi, kata "Otonomi" berarti mengatur sendiri atau memerintah sendiri. Pengertian Otonomi Daerah dapat…

2 years ago

5 Komitmen Pendiri Negara Dalam Perumusan Dasar Negara

Komitmen di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai "Tanggung jawab", perilaku bertanggung jawab dapat…

2 years ago

5 Konsep Pembagian Kekuasaan Secara Vertikal di Indonesia dan Contohnya

Pasal 18 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Negara Kesatuan Republik…

2 years ago