Salam sejahtera kepada seluruh pembaca dimanapun anda berada. Dalam kesempatan yang indah ini, penulis akan mengajak pembaca untuk membahas salah satu lembaga negara yang keberadaannya tergolong masih muda, yaitu Komisi Yudisial. Komisi ini merupakan salah satu hasil dari adanya reformasi yang terjadi pada tahun 1998. Bagaimana sejarah berdirinya lembaga peradilan ini? Dan apa saja yang menjadi dasar hukum dari pendirian Komisi Yudisial di Indonesia? Tetap simak pembahasan selanjutnya.
Demokrasi era reformasi di Indonesia menghasilkan banyak perubahan terhadap sistem pemerintahan presidensial yang diterapkan di Indonesia. Salah satunya ialah tuntutan reformasi untuk menegakkan supremasi hukum, penghormatan terhadap keberadaan Hak Asasi Manusia atau HAM, juga pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme atau KKN demi terwujudnya negara yang bersih KKN dan mewujudkan ciri-ciri tata kelola pemerintahan yang baik.
Sejarah Berdirinya Komisi Yudisial di Indonesia
Keberadaan segala tuntutan ini ini merupakan wujud dari segala kekecewaan rakyat tanah air terhadap pelaksanaan penyelenggaraan kedaulatan rakyat yang sebelumnya banyak ditemukan berbagai penyimpangan. Penyimpangan yang paling banyak terjadi serta menjadi perhatian masyarakat Indonesia ialah praktik penyimpangan penyelenggaraan proses peradilan dimana hukum bisa dibeli oleh penguasa, dan dijadikan sumber daya yang hanya menguntungkan sebagian pihak, terutama kaum elit politik dan menjadi penindas bagi kaum yang lemah tanpa bantuan hukum.
Maka dari itu, pada tanggal 9 November 2001 dalam sidang tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia dengan agenda pengesahan amandemen UUD 1945 yang ketiga, keberadaan Komisi Yudisial sebagai salah satu lembaga negara diatur secara khusus di dalam konstitusi dasar negara Indonesia tersebut. adapun tujuan dari dibentuknya Komisi Yudisial dalam lingkungan hukum Republik Indonesia adalah:
- Mendukung lahirnya kekuasaan kehakiman yang mandiri untuk menegakkan keadilan dan hukum di Indonesia.
- Meningkatkan integritas, kapasitas, dan profesionalitas hakim sesuai dengan kode etik dan pedoman perilaku hakim dalam menjalankan tugas dan kewenangannya.
Pembentukan lembaga negara yang berfokus dalam penegakan supremasi hukum sebelumnya telah tertuang di dalam Tap MPR RI No. X/MPR/1998 tentang Pokok-Pokok Reformasi Pembangunan dalam Rangka Penyelamatan dan Normalisasi Kehidupan Nasional Sebagai Haluan Negara. Dalam Ketetapa tersebut, kondisi hukum negara ini digambarkan sebagai kondisi dimana pembangunan di sektor hukum belum memadai sehingga memungkinkan terjadinya praktek KKN dan telah terjadi praktek penyalahgunaan wewenang, pelecehan hukum, terabaikannya rasa keadilan, perlindungan dan kepastian hukum yang kurang di tengah masyarakat. Adanya Komisi Yudisial merupakan salah satu upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan pemerintah di Indonesia.
Dasar Hukum Komisi Yudisial di Indonesia
Untuk mendirikan sebuah lembaga yang resmi, terlebih sebuah lembaga negara, tentunya dibutuhkan adanya dasar hukum dari pendirian lembaga tersebut agar pendiriannya bersifat resmi dan dapat menjalankan tugas serta wewenangnya dengan baik dan benar. Sama halnya dengan pendirian Komisi Yudisial ini, terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum dari pendirian komisi yudisial. Berikut ini merupakan penjelasan lebih lengkap mengenai dasar hukum komisi yudisial di Indonesia:
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Seperti yang telah disampaikan sebelumnya, awal mula pendirian Komis Yudisial ialah berdasarkan UUD 1945, yaitu pasal 24A ayat (3) yang memiliki isi rumusan yaitu “calon hakim agung diusulkan oleh Komisi Yudisial kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden RI”.
Pasal dalam UUD selanjutnya yang membahas Komisi Yudisial ialah pasal 24B. Di dalam pasal ini, terdapat penjelasan mengenai sifat Komisi Yudisial, yaitu bersifat mandiri, terutama dalam hal kewenangan mengusulkan pengangkatan hakim agung. Selain itu, Komisi Yudisial juga memiliki wewenang dalam hal menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, dan juga perilaku hakim.
Terdapat pula kewajiban anggota Komisi Yudisial yaitu harus memiliki pengetahuan dan pengalaman bidang jukum serta memiliki integritas juga kepribadian yang tidak tercela. Pengangkatan dan pemberhentian anggota Komisi Yudisial dilakukan oleh Presiden dengan melalui persetujuan DPR, sedangkan susunan, kedudukan, dan keanggotaan Komisi ini diatur oleh Undang-Undang.
2. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 Tentang Komisi Yudisial
Tiga tahun setelah berdirinya Komisi Yudisial diresmikan dalam UUD 1945, dibentuklah suatu peraturan perundang-undangan yang secara khusus membahas mengenai Komisi Yudisial, yaitu UU No. 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial. Di dalam UU ini, disebutkan bahwa Komisi Yudisial berkedudukan di ibukota negara, sehingga tidak memiliki perwakilan di tiap daerah di Indonesia. Selain itu, disebutkan pula bahwa Komisi Yudisial memiliki 7 anggota, dimana ketua dan wakil ketua komisi ini merangkap sebagai anggota.
Anggota komisi ini dianggap sebagai pejabat negara dan dari ketujuh anggota, mereka terdiri atas mantan hakim, praktisi hukum, akademisi hukum, dan anggota masyarakat. Dalam UU ini, disebutkan pula bahwa para anggota Komisi Yudisial tidaklah kebal hukum. anggota Komisi Yudisial dapat ditangkap dan ditahan apabila terbukti melakukan pelanggaran hukum. di sisi lain, terdapat pihak yang membantu dalam hal administrasi dari komisi ini, yaitu sekretaris jenderal. Setiap tugas dan wewenang dari Komisi Yudisial juga turut diatur di dalam UU ini.
Kelebihan dari komisi ini sebagai salah satu lembaga hukum ialah mereka banyak melibatkan masyarakat di dalam mengambil keputusan terkait pemilihan hakim agung. Hal ini terlihat dalam pasal 17 ayat (3) UU ini yang menyebutkan bahwa masyarakat berhak memberikan informasi atau pendapat terhadap calon hakim agung.
3. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua atas UU No. 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung
Peraturan perundang-undangan ini sejatinya mengatur mengenai segala hal yang berkaitan dengan mahkamah agung. Berhubung pemilihan hakim agung dari mahkamah agung dilakukan oleh Komisi Yudisial, maka peraturan perundang-undangan ini merupakan salah satu dasar hukum Komisi Yudisial di Indonesia. Seperti yang telah kita ketahui bersama, salah satu tugas utama dari Komisi Yudisial ialah melakukan pemilihan hakim agung.
Secara lengkap, mekanisme pemilihan hakim agung ini terdapat di dalam UU No. 3 Tahun 2009. Selain itu, UU ini juga mengatur bahwa Komisi Yudisial juga memiliki hak untuk mengajukan usul pemberhentian hakim agung. Dalam proses tersebut, komisi yudisial bersama mahkamah agung membentuk majelis kehormatan hakim. Ini juga merupakan salah satu tugas dan fungsi mahkamah agung di Indonesia.
Pengawasan terhadap perilaku hakim agung juga merupakan salah satu tugas dan wewenang Komisi Yudisial. Secara tersirat peraturan perundang-undangan ini menunjukkan bahwa tugas utama Komisi Yudisial ialah memastikan bahwa lembaga hukum melakukan tugas dan wewenangnya dengan baik dan benar, sesuai dengan peraturan yang berlaku.
4. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Hakim
Peraturan perundang-undangan ini kembali mengingatkan kita mengenai fungsi utama komisi yudisial terhadap penegakan kehormatan hakim dan keluhuran martabat dari kekuasaan kehakiman. Dasar dari penegakan kehormatan hakim ini ialah kode etik dan pedoman perilaku hakim. Kedua hal tersebut ditetapkan secara bersama oleh Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung.
5. Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua atas UU No. 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum
Peradilan umum merupakan salah satu kategori lingkungan dari diberlakukannya hukum. pengadilan (termasuk di dalamnya pengadilan negeri dan pengadilan tinggi), merupakan contoh dari lembaga peradilan yang berada dalam lingkup peradilan umum. Penekanan peran Komisi Yudisial di dalam peraturan perundang-undangan ini ialah terdapatnya aturan mengenai apabila terjadi perbedaan di antara hasil pengawasan internal yang dilakukan oleh mahkamah agung dan hasil pengawasan eksternal yang dilakukan oleh Komisi Yudisial, maka pemeriksaan bersama dilakukan oleh Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial.
Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 7 1989Tentang Peradilan Agama dan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 5 Tahun 1985 tentang Peradilan Tata Usaha Negara juga termasuk ke dalam dasar hukum komisi yudisial di Indonesia yang keberadaan Komisi Yudisial di dalam UU tersebut juga hampir sama.
6. Undang-Undang No. 18 Tentang 2011 Perubahan Atas Undang-Undang No. 22 Tahun 2004 Tentang Komisi Yudisial
Peraturan perundang-undangan ini merupakan UU yang dibuat dalam rangka menyesuaikan tugas, fungsi, dan wewenang Komisi Yudisial sesuai dengan perkembangan zaman. Dalam konsideran UU ini, disebutkan bahwa pertimbangan perubahan UU No. 22 tahun 2004 ialah ketentuan mengenai Komisi Yudisial di dalam UU No. 22/2004 sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan hukum masyarakat dan kehidupan ketatanegaraan. Pasal yang diubah yaitu pasal 1, pasal 3, pasal 6 ayat (3), pasal 11, pasal 12, pasal 13, pasal 18, pasal 18 A, dan lain sebagainya.
Penjelasan di atas merupakan uraian mengenai materi dasar hukum komisi yudisial di Indonesia yang dapat penulis sampaikan kepada pembaca dalam kesempatan yang indah kali ini. Semoga dengan membaca artikel ini pembaca dapat memahami apa saja yang menjadi dasar hukum dari terbentuknya komisi yudisial di Indonesia. Dari penjelasan di atas pula kita dapat mengetahui bahwa keberadaan salah satu lembaga negara ini merupakan suatu hal yang diperlukan dalam rangka pengawasan penyelenggaraan pemerintahan negara kita tercinta ini. Sekian, sampai jumpa pada kesempatan yang lain dan semoga kesuksesan senantiasa mengiringi langkah pembaca.