Timor Timur sebelumnya merupakan bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Namun dikarenakan konflik yang kerap melanda sejak integrasi tanggal 17 Juli 1976, Timor Timur memilih untuk melepaskan diri dari Indonesia.
Akhirnya, hari yang dinanti tiba. Tanggal 20 Mei 2002, bertepatan dengan Hari Kebangkitan Nasional Indonesia, Timor Timur resmi menjadi negara berdaulat dengan nama Timor Leste.
Sebagian rakyat Indonesia menyesalkan lepasnya Timor Leste dari Indonesia namun sebagian juga mendukung karena permasalahan di Timor Leste tidak pernah selesai sejak tahun 1976.
Bagaimanakah sejarah terpisahnya Timor Leste dari Indonesia?
Sejarah berawal dari surat yang dikirimkan oleh Perdana Menteri Australia, John Howard kepada Presiden B.J Habibie tanggal 19 Desember 1998 terkait pelaksanaan hak menentukan nasib sendiri bagi masyarakat Timor Timur.
Surat tersebut kemudian dibahas dalam sebuah rapat pada tanggal 25 Januari 1999. Dalam rapat tersebut, Presiden Habibie menyatakan sebagai berikut.
“Tolong dipelajari. Apakah setelah 22 tahun bergabung dengan Indonesia, masyarakat Timtim masih merasa belum cukup bersatu dengan kita. Bagaimana kalau kita pisah baik-baik saja melalui Sidang Umum MPR?”
Pemerintah RI kemudian melakukan kajian yang sangat mendalam terkait nasib Timor Timur. Komunikasi dan konsultasi pun dibangun dengan pimpinan DPR dan semua fraksi yang ada di DPR.
Hasil kajian dan konsultasi dengan DPR menyebutkan bahwa Pemerintah RI menawarkan opsi Otonomi Luas kepada Timor Timur. Jika opsi ini ditolak oleh masyarakat Timor Timur, Pemerintah RI akan melakukan referendum.
Tawaran ini mendapat reaksi dari masyarakat Timor Timur. Sebagian ada yang pro-otonomi dan sebagian yang lain pro-kemerdekaan. Dampaknya, terjadi serangkaian peristiwa yang melibatkan kedua belah pihak.
Peristiwa-peristiwa tersebut memicu perlunya kesepakatan damai antara kedua belah pihak.
Kesepakatan damai ini dilakukan pada tanggal 21 April 1999 di kediaman Uskup Belo, disaksikan Menhankam/Pangab Wiranto, Wakil Ketua HAM Djoko Soegianto, dan lain-lain.
Kemudian, pada tanggal 27 April 1999, Presiden Habibie mengadakan pertemuan dengan PM Australia John Howard dan menyatakan bahwa Indonesia siap melaksanakan referendum untuk mengetahui sikap rakyat Timor Timur.
Tanggal 5 Mei 1999, Menlu RI Ali Alatas, Menlu Portugal, dan Sekjen PBB Kofi Anan menyepakati pelaksanaan referendum bagi rakyat Timor Timur dan diterima dalam Sidang Umum PBB tanggal 7 Mei 1999.
Tanggal 17 Mei 1999 Presiden Habibie menerbitkan Keppres No.43/1999 tentang Tim Pengamanan Persetujuan RI-Portugal tentang Timor Timur. Payung hukum lainnya adalah Inpres No.5/1999 tentang Langkah Pemantapan Persetujuan RI-Portugal.
Kurang lebih sebulan kemudian, tepatnya tanggal 16-18 Juni 1999, perwakilan dari kelompok pro-otonomi dan pro-kemerdekaan Timor Timur mengadakan pertemuan di Jakarta. Kedua kubu sepakat menyerahkan senjata kepada PBB atau pemerintah RI.
Pelaksanaan dan Hasil Referendum
Setelah selalu didera konflik berkepanjangan, akhirnya tanggal 30 Agustus 1999 referendum dilaksanakan. Hasilnya adalah 78,5 persen rakyat Timor Timur menolak otonomi dan 21 persen menerima otonomi. Adapun sisanya sebanyak 0,5 persen dianggap tidak sah.
Hasil referendum menyatakan bahwa Timor Timur memisahkan diri dari Indonesia dan ternyata berdampak pada timbulnya berbagai macam kekerasan. Indonesia pun memutuskan untuk mempercepat pengiriman pasukan multinasional di Timor Timur.
Sebagai bentuk hasil referendum yang menyatakan Timor Timur merdeka dari Indonesia, tanggal 30 Oktober 1999 bendera Merah Putih diturunkan dari Timor Timur.
Tanggl 20 Mei 2002 akhirnya Timor Timur resmi menjadi negara merdeka bernama Timor Leste.