Pengadilan adalah tempat yang berperan sebagai lembaga penegakan hukum disuatu negara. Sebagai penegak hukum, salah satu tugas pengadilan adalah menangani kasus atau sengketa baik antar anggota masyarakat maupun antara anggota masyarakat dengan pemerintah. Masing-masing pengadilan menangani kasus yang berbeda, sesuai dengan fungsi dan wilayah hukumnya masing-masing. Ada dua lembaga tinggi yang memegang kekuasaan kehakiman di Indonesia, yaitu Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi. tentunya terdapat perbedaan Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Agung membawahi beberapa badan peradilan, yaitu peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara.
Terdapat tiga pengadilan yang tercakup di bawah peradilan tata usaha negara, yaitu pengadilan tata usaha negara, pengadilan tinggi tata usaha negara, dan pengadilan khusus. Yang membedakan pengadilan tata usaha negara dan pengadilan tinggi tata usaha negara adalah wilayah hukumnya. Wilayah hukum pengadilan tata usaha negara adalah di tingkat kabupaten/kota, sedangkan pengadilan tinggi tata usaha negara di tingkat provinsi. Pengadilan khusus berkedudukan di ibu kota negara, yaitu Jakarta, dan menangani sengketa pajak. Dengan adanya perbedaan wilayah hukum, sudah pasti kasus yang ditangani oleh masing-masing pengadilan juga berbeda. Berikut ini adalah beberapa contoh kasus dan putusan pengadilan tata usaha negara:
- Pengadilan Tata Usaha Negara Menolak Gugatan Hak Guna Bangunan Pulau D Reklamasi
Contoh kasus dan putusan pengadilan tata usaha negara yang pertama berkaitan dengan Pulau D, salah satu pulau buatan yang penggarapannya dilaksanakan oleh PT Kapuk Naga Indah. Perusahaan pengembang ini merupakan anak usaha Agung Sedayu Group. Pengembang tersebut sudah memiliki sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) seluas 312 hektar yang didasarkan oleh surat keputusan yang dikeluarkan oleh Kantor Pertanahan Jakarta Utara. Sebuah koalisi bernama Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta, mewakilili 15 orang nelayan Teluk Jakarta dan Lembaga Swadaya Masyarakat Wahana Lingkungan Hidup (WALHI), pada awalnya menggugat penerbitan sertifikat HGB dengan adanya dugaan cacat formil dan materi.
Gugatan koalisi tersebut menyatakan bahwa surat keputusan yang dikeluarkan oleh kepala Kantor Pertanahan Jakarta Utara harus dibatalkan. Objek gugatan tersebut mentah karena Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta tidak mengetahui bahwa sudah ada revisi atas surat keputusan tersebut. Koalisi yang sama kembali mengajukan gugatan. Mereka menyatakan bahwa sertifikat HGB dikeluarkan pada saat Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) dan Raperda mengenai Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta belum selesai.
Mereka juga menyatakan bahwa baik pembangunan dan operasional yang berlangsung di pulau reklamasi menyebabkan masalah lingkungan. Gugatan tersebut kembali ditolak oleh majelis hakim pengadilan tata usaha negara Jakarta. Majelis hakim menyatakan bahwa penggugat tidak memiliki kepentingan atau kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan gugatan. Para nelayan pun kecewa dengan putusan ini. Mereka menyatakan bahwa mata pencaharian mereka terhambat dikarenakan keberadaan pulau tersebut. Contoh kasus dan putusan pengadilan tata usaha negara ini adalah salah satu contoh kasus yang mendapatkan perhatian khusus dari masyarakat DKI Jakarta.
- Gugatan Warga Bukit Duri Atas Surat Peringatan Penggusuran
Contoh gugatan dan putusan pengadilan tata usaha negara yang kedua adalah gugatan yang diajukan oleh warga Bukit Duri atas Surat Peringatan (SP) 1 (satu) yang dikeluarkan oleh Kelapa Satuan Polisi Pamong Praja Jakarta Selatan. Surat Peringatan itu berkaitan dengan penggusuran warga yang memberikan perintah kepada warga untuk membongkar bangunan tempat tinggal mereka secara bersama-sama. Warga diberikan waktu 7×24 jam untuk menjalankan isi surat tersebut. Atas terbitnya Surat Peringatan tersebut, warga Bukit Duri melalui kuas hukumnya, Vera Soewarmi, mengajukan gugatan.
Warga keberatan dengan penggusuran yang diperintahkan atas tempat tinggal mereka karena warga memiliki surat sah untuk mendiami tanahnya. Warga memiliki surat atas tanah yang sesuai dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang pengadaan tanah dan Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang penyelenggaraan pengadaan tanah bagi pembangunan. Majelis hakim pengadilan tata usaha pun mengabulkan gugatan yang diajukan oleh warga. Dalam putusannya, majelis hakim meminta pencabutan Surat Peringatan untuk dilakukan oleh Kepala Satpol PP Jakarta Selatan sebagai pihak yang menerbitkan surat.
Berkaitan dengan putusan yang dikeluarkan oleh majelis hakim, kuasa hukum warga Bukit Duri menyatakan bahwa Pemerintah Kotamadya Jakarta Selatan wajib membayarkan ganti rugi kepada kliennya dalam bentuk pemulihan hak atas tempat tinggal, pendidikan, dan pekerjaan. Kuasa hukum meyakini dengan adanya bukti kepemilikan surat atas tanah oleh warga, maka pemerintah kota Jakarta Selatan tidak bisa mengelak untuk membayar ganti rugi. Contoh gugatan dan putusan pengadilan tata usaha negara ini juga termasuk kasus yang cukup ramai dibicarakan oleh masyarakat mengingat maraknya kasus penggusuran.
- Gugatan Warga Atas Pengangkatan Ketua Rukun Warga
Warga Kelurahan Pademangan Barat, Kecamatan Pademangan, Kota Administrasi Jakarta Utara, mengajukan gugatan dikarenakan ketidakpuasan terhadap hasil pemilihan ketua Rukun Warga (RW) yang sudah berlangsung. Warga melihat bahwa proses pemilihan tidak berlangsung secara demokratis dan tidak sesuai dengan hak dan kewajiban RW. Tata tertib, yang merujuk dari Peraturan Gubernur Nomor 171 Tahun 2016 seharusnya dibuat melalui proses musyawarah dengan warga, dibuat kontradiktif dengan Pergub tersebut.
Selain itu pemungutan suara juga dibatasi menjadi tiga suara per Rukun Tetangga (RT) padahal di dalam setiap memiliki hak dan kewajiban RT ada lebih dari 100 pemilik KTP. Dengan adanya pelanggaran-pelanggaran tersebut, proses pemilihan ketua RW berjalan dengan ricuh. Warga pun mengajukan gugatan atas surat keputusan lurah terkait pengangkatan ketua RW. Gugatan ini dikabulkan oleh majelis hakim pengadilan tata usaha negara. Mereka juga menyatakan pembatalan atas surat keputusan lurah Pademangan Barat tentang pengangkatan ketua RW tersebut.
Demikianlah contoh kasus dan putusan pengadilan tata usaha negara yang kerap terjadi di Indonesia. Sebagai warga negara yang baik hendaknya kita mengetahui beberapa fungsi toleransi dalam kehidupan sehari-hari yang pastinya sangat dibutuhkan. Sikap anarkis dan sewenang-wenang pemerintah terhadap rakyat dan juga sebaliknya pastilah akan berkurang dan negara ini akan tentram maju bersama.