Era reformasi menjadi eranya kebebasan pers. Dibandingkan zaman Orde baru dibawah kepemimpinan Prn. Jend. TNI Suharto yang membelenggu, kebebasan pers kini malah kerap dinilai kebablasan. Namun sayangnya, kebebasan pers itu belum diiringi dengan jaminan keselamatan dan perlindungan bagi profesi kewartawanan.
Setiap warga negara pada hakikatnya memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan hukum. Salah satu hak yang paling azasi dimiliki oleh manusia itu diatur di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai landasan hukum tertinggi di Indonesia. Yakni di pasal dalam 28D ayat.
Hak serupa juga dimiliki setiap warga negara Indonesia yang menjalankan profesinya di bidang kewartawanan (jurnalis). Pada tahun 2009, Persatuan Wartawan Indonesia (PW) mencatat jumlah jurnalis sudah mencapai 14.000 orang.
Wartawan atau jurnalis merupakan salah satu profesi yang memiliki banyak risiko dan juga rawan bahaya. Mengemban tugas menyampaikan informasi seluas-luasnya kepada masyarakat, tidak selalu ditanggapi positif oleh semua pihak. Terutama pihak-pihak yang “merasa dirugikan” dan tidak setuju atas penyampaian kebenaran yang diungkap pena wartawan dan meminimalisir akibat dari sifat kurang menerapkan persatuan.
Ada bermacam risiko yang dihadapi wartawan, baik secara fisik, psikologis maupun ancaman dari negara dan penguasa dengan ancaman hukuman penjara. Risiko secara fisik contohnya pemukulan, aksi premanisme, pengrusakan peralatan seperti kamera dan alat rekam, penculikan, penganiyaan, penyerangan terhadap kantor media hingga pembunuhan.
Kasus pembunuhan Fuad Muhammad Syarifudin atau dikenal Udin wartawan Bernas Jogja pada tahun 1996 yang hingga sekarang tidak juga terungkap, menjadi salah satu contoh. Pria usia 33 tahun itu meninggal pada 16 Agustus 1996 setelah mendapat tiga hari perawatan di rumah sakit Bethesda Yogyakarta usai dipukuli.
Ada pula kasus AA Narendra Prabangsa, wartawan Radar Bali yang dipastikan oleh Kapolda Bali tewas dibunuh setelah menulis pemberitaan terkait penyimpangan di Dinas Pendidikan. I Nyoman Susrama, adik kandung Bupati Bangli I Nengah Arnawa, yang kini dijerat sebagai tersangka pelaku pembunuhan terhadap korban Prabangsa. Lebih beruntung dari Udin yang kasusnya belum juga terungkap selama 17 tahun ini, kasus Prabangsa yang terjadi pada tahun 2009 sudah menyeret pelaku pembunuhan ke meja hijau.
Lalu secara psikologis, wartawan kerap menerima intimidasi berupa ancaman jika menulis berita tertentu, dikecam oleh narasumber di depan umum dan diancam akan dilaporkan ke aparat penegak hukum, sekalipun wawancara yang dilakukan adalah memberikan hak jawab konfirmasi kepada narasumber seperti sikap dan komitmen persatuan dalam lingkungan bangsa dan negara.
Peran dan Tujuan Pers
Tujuan pers adalah untuk terus mendapat sorotan publik setiap pertimbangan dan keputusan yang dibuat oleh pemerintah, karena semua yang dilakukan pemerintah harus dilakukan atas nama rakyat. Sorotan konstan ini tidak diragukan lagi akan memberikan tekanan terus menerus pada anggota kantor publik, namun justru tekanan inilah yang membuat peran mereka sebagai perwakilan publik, memenuhi kepentingan publik di atas peran mereka sebagai warga negara dan memenuhi kepentingan pribadi. Setiap tindakan atau perubahan yang diusulkan oleh pemerintah harus diteliti dan diperiksa secara rinci.
Anggota masyarakat tidak bisa duduk diam dan menjadi peserta pasif negara mereka, namun harus, agar negara menjadi negara demokrasi, berperan aktif dalam menegaskan kemauan mereka. Peranan pers adalah mendukung hal ini dengan dua cara:
- Menginformasikan kepada publik tentang apa yang sedang dibahas, dan latar belakang dari apa yang sedang dibahas.
- Untuk mempromosikan percakapan dan debat seputar isu-isu politik sehingga tidak ada perubahan atau Tindakan dapat dilakukan tanpa disadari, untuk hal-hal semacam itu, yang tidak disetujui oleh publik, tidak dapat dengan pasti mempengaruhi kehendak publik.
Hampir semua orang mendapat informasinya tentang dunia, nasional, dan lokal dari media massa. Fakta ini memberi fungsi jurnalisme cetak dan penyiaran penting yang mencakup mempengaruhi opini publik, menentukan agenda politik, memberikan hubungan antara pemerintah dan masyarakat, bertindak sebagai pengawas pemerintah, dan mempengaruhi sosialisasi.
- Opini Publik
Media massa tidak hanya melaporkan hasil survei opini publik yang dilakukan oleh organisasi luar namun juga semakin memasukkan jajak pendapat mereka sendiri ke dalam liputan berita mereka. Yang lebih penting, koran dan televisi juga membantu membentuk opini publik.
- Agenda Politik
Istilah agenda politik lebih luas cakupannya daripada istilah opini publik, dan ini mengacu pada isu-isu yang orang Amerika anggap paling penting dan perlu ditangani oleh pemerintah. Persepsi seseorang tentang hal-hal seperti kejahatan, hak sipil, ekonomi, imigrasi, dan kesejahteraan dipengaruhi oleh cara dan tingkat liputan media.
- Hubungan Antara Pemerintah dan Rakyat
Media massa adalah kendaraan yang melaluinya pemerintah menginformasikan, menjelaskan, dan mencoba untuk mendapatkan dukungan untuk program dan kebijakannya. Saat ini, jaringan utama tidak selalu memberi presiden airtime yang diinginkan jika mereka yakin tujuan dasarnya bersifat politis.
Jika mereka memberi waktu, partai oposisi biasanya memiliki kesempatan untuk menolak apa yang Presiden katakan atau sampaikan pandangannya sendiri tentang sebuah topik segera setelah presiden berbicara.
- Pengawas Pemerintah
Meskipun media sering dituduh memiliki “bias liberal” (dan, memang, survei menunjukkan kebanyakan jurnalis menjadi Demokrat liberal), semua administrasi kepresidenan mendapat sorotan dari wartawan cetak dan jurnalis.
- Sosialisasi
Media massa, yang paling signifikan melalui berita, laporan, dan analisisnya, mempengaruhi apa dan bagaimana kita belajar tentang politik dan pandangan politik kita sendiri. Seiring dengan keluarga, sekolah, dan organisasi keagamaan, televisi juga menjadi bagian dari proses di mana orang mempelajari nilai-nilai masyarakat dan memahami apa yang diharapkan masyarakat darinya.
Peran pers ini tidak relevan dalam sistem politik selain demokrasi karena sistem semacam itu tidak mewajibkan kehendak rakyat. Agar demokrasi menjadi demokrasi sejati, rakyat harus menjadi peserta aktif dalam wacana politik, dan agar hal ini bisa terjadi, pers sendiri harus menjadi agen aktif yang mewujudkan hal ini. Peranan pers bukan untuk menghibur atau mendidik, atau bahkan sekadar memberi informasi. Peran pers adalah untuk membawa tentang wacana politik yang nyata.
Nah, secara historis, pers telah dikendalikan, sebagian besar, oleh kepentingan pribadi dan dipengaruhi oleh periklanan dari kepentingan pribadi. Namun baru-baru ini, kemunculan media sosial telah menghasilkan situasi di mana orang-orang dapat melayani dalam kapasitas peraturan pers. Ini memiliki implikasi positif dan negatif merupakan sikap dan perilaku yang mencerminkan komitmen persatuan
Implikasi negatif:
- Orang-orang beroperasi tanpa kendala etika yang secara tradisional diterapkan pada jurnalis profesional
- Orang-orang mungkin tidak secara faktual diberitahu mengenai topik yang diminati sebagai jurnalis profesional secara tradisional
- Jurnalisme melayang ke arah sensasionalisme agar dapat bersaing memperebutkan perhatian khalayak yang sangat tersegmentasi.
- Orang lebih terang-terangan partisan daripada jurnalis setidaknya dianggap sebagai dan, oleh karena itu, lebih cenderung mewarnai fakta agar sesuai dengan dirinya sendiri (ini mengarah pada pengerasan dan polarisasi opini).
- Akhirnya, politisi dan pejabat terpilih menjadi lebih reflektif, lebih refleksif, kurang inovatif dan kurang yakin akan pesan ambigu yang mereka dengar dari konstituen partisan.
Implikasi Positif:
- Pengambilan fakta yang melibatkan orang banyak membuat wartawan profesional jujur dalam jangkauan mereka
- Perumusan sumber yang berkepentingan berfokus pada opini publik mengenai pemecahan masalah kebijakan publik yang, jika tidak, tidak mendapat perhatian dari pers atau sampai pada perhatian legislatif
- Konstituensi memiliki kesempatan untuk membangun koalisi yang tidak mungkin dan mengatasi perbedaan mereka di forum publik (ini lebih kecil kemungkinannya daripada polarisasi, namun dapat terjadi) yang dapat menyebabkan solusi kebijakan publik dua media yang memotong “orang tengah” profesional jurnalistik.
- Pembuat kebijakan memiliki lebih banyak kesempatan untuk berkomunikasi secara langsung dengan konstituensi yang mungkin, jika tidak, dicabut haknya oleh lokasi, ras atau kelas.
Landasan Hukum Pers Di Indonesia
Berikut beberapa landasan hukum yang mengatur Pers di Indonesia:
- Landasan Idiil
Ini juga sempat di kenal sebagai sebuah landasan pancasila. Pancasila yang dimaksudkan disini adalah Pancasila yang menjadi pedoman negara dan merupakan salah satu pembukaan UUD 1945. Pancasila ini memiliki peranan dalam landasan idiil dari sebuah negara yaitu negara Indonesia. Dimana di negara ini, pers menggunakan pancasila sebagai sebah pedoman yang fasih.
2. Landasan Konstitusi
Ini merupakan landasan kedua dari hukum pers di indonesia. Ini adalah landasan yang akan mengutamakan UUD 1945 selain menggunakan landasan Pncasila sebagai peranan huku pers di Indonesia tersebut. UUD adalah sebuah sistem perundangan yang memiliki peranan penting dna tinggi di Indonesia. Ini di gunakan supaya nantinya pers tidak semena-mena dan menghianati landasan hukum yang berlaku di Indonesia.
3. Landasan Yuridis
Ini adalah landasan ketiga dari hukum pers yang berlakuk di Indonesia dimana asas yang di berlakukan dan diutamakan adalah UU nomor 40 pada tahun 1999. UU ini nantinya akan menjadi sebuah peraturan tertulis bagi pers berisi panduan pengaturan pers secara lengkap, pengertian, persetujuan, bentuk dan tujuan dari persitu sendiri.
4. Landasan Profesional
Ini adalah sebuah landasan yang bisa juga diartikan sebagai sebuah kode etik dari jurnalistik. Faktanya adalah kode etik ini akan di berlakukan untuk segala jenis dari media pers di Indonesia. Beberapa poin di dalam kode etik yang satu ini adalah penghormatan, kejujuran dan keberanian yang akan menjurus pada perbedaan pendapat dan fakta yang jelas mengatur perbedaan dan persamaan warga negara.
5. Landasan Etis
Selain dari beberapa landasan hukum diatas landasan lain yang tidak kalah penting adalah landasan etus atau yang bisa dinyatakan sebagai sebuah landasan kode etik jurnalisme di dalam dunia pers. Karena warga yang berkecimpung di dalam dunia pers di Indonesia harus memahami tentang beberapa hal penting tentang landasan hukum pers yang berlaku di Indonesia.
6. Landasan Kebebasan
Sesuai dengn UUD 1945 pasal 28 dan 28 F maka di tetapkannya kebebasan individu dalam mengolah, menyampaikan atau menerima sebuah informasi. Inilah mengapa lembaga pers bisa berdiri dan dilindungi hikum di Indonesia.
Demikianlah penjelasan singkat tentang landasan hukum pers di Indonesia yang pernah berlaku dari beberapa dekade lalu hingga saat ini.