Perjalanan menuju kemerdekaan Indonesia melalui perjuangan yang mengorbankan banyak hal dalam segala aspek, termasuk tenaga, pikiran, nyawa, kesabaran, keikhlasan, dan negara itu sendiri. Akan tetapi, seperti yang pernah disampaikan oleh Presiden Soekarno, “Perjuanganku lebih mudah karena melawan penjajah, namun perjuangan kalian akan lebih sulit karena melawan bangsa sendiri”.
Pernyataan ini membuka pikiran kita bahwa pengaruh perkembangan zaman dan dinamika kehidupan bernegara yang mencoba mempersatukan banyak manusia dengan segala latar belakang pemikirannya merupakan perjuangan yang lebih masif dan hanya bisa dihadapai dengan sinergi posiitif seluruh elemen di dalam negara.
Upaya generasi muda dalam pengamalan dan penghayatan nilai Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika dari lingkungan sekolah dan masyarakat bisa kita pelajari bersama dalam rangka mengisi kemerdekaan Indonesia. Generasi muda dapat berkontribusi dengan memberikan pembangunan positif yang dapat dimulai dari skala yang terkecil.
Berbagai peran pemuda dalam mengisi kemerdekaan Indonesia tentunya sangat memiliki peranan yang sangat penting untuk kemajuan dan pengembangan pendidikan generasi muda. Berikut peran generasi muda dalam mengisi kemerdekaan Indonesia.
1. Menghayati Upacara Bendera
Pengibaran bendera merah putih dan pelaksanaan upacara yang rutin diterapkan di setiap sekolah merupakan penghormatan pada perjuangan berat para pahlawan sebagai contoh sikap patriotisme dan nasionalisme dalam kehidupan sehari-hari.
Kegiatan upacara berndera sekaligus menjadi ruang refleksi terhadap diri sendiri, seperti: “Apa yang sudah saya berikan untuk negara saya? Apa manfaat yang sudah saya berikan kepada orang lain?”
2. Menanamkan kurikulum pembelajaran
Pendidikan paradigma baru yang kini digalakkan adalah penerapan Kurikulum Merdeka yang memberikan kebebasan anak dalam mengembangkan kompetensinya sesuai dengan tingkat kognitif, minat, keterampilan, karakteristik, gaya belajar, dan latar belakang psikososial.
Sejalan dengan dasar pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang pendidikan nasional, kemerdekaan dalam belajar didasarkan pada kesadaran bahwa setiap anak itu unik dan berbeda. Sehingga, pendidik hanya perlu mengakomodasi dan menuntun anak pada pencapaian yang menjadi kodratnya. Bukan justru memaksa dan menekan dengan aspek-aspek yang memang tidak mampu dikuasai anak.
Generasi muda perlu menumbuhkan kesadaran internal untuk menggali dan memahami potensi dirinya, termasuk kelebihan dan kekurangan yang dimilikinya. Kesadaran ini bertujuan agar pembelajaran di sekolah dapat memberikan makna, relevan, dan kontekstual dengan apa yang bisa kita kontribusikan dari kompetensi yang dimiliki.
Manusia-manusia merdeka dan dapat besandar pada kekuatannya sendiri seperti ini yang dapat memajukan pembangunan bangsa menjadi lebih berkualitas.
3. Menanamkan Pendidikan Karakter yang Semakin Luntur
Pembiasan budaya dan karakter sosial nusantara dengan kebiasaan masyarakat asing semakin terasa di era terkini. Sikap-sikap luhur yang menjadi pembeda bangsa Indonesia dengan bangsa lain sepertinya sudah semakin luntur, termasuk sifat ramah, kepedulian, dan gotong royong, dan pengertian moral dalam konteks adat ketimuran dan religiusitas.
Peran generasi muda dapat dimulai dari kehidupan sehari-hari, seperti karakter kebersamaan dalam mengupayakan suatu pekerjaan atau permasalahan, sopan santun dan tata krama yang diwujudkan dari tingkah laku dan tindak tutur kepada orang lain, sikap toleransi terhadap perbedaan suku, agama, pandangan, dan pencapaian, serta sikap apresiatif terhadap sesama teman sehingga solidaritas yang kuat dapat dibangun dengan baik.
4. Menerima Perbedaan Prinsip dan Pendapat
Salah satu faktor terbesar yang dapat memecah belah kesatuan negara Indonesia adalah penolakan terhadap perbedaan pendapat. Generasi muda perlu menyadari bahwa setiap manusia membawa latar belakang sosial, budaya, ekonomi, dan tujuan hidup yang berbeda sehingga pola pikirnya pun akan berbeda.
Kerukunan dan perdamaian tidak diwujudkan dari persamaan pandangan dan prinsip, tetapi bagaimana seluruh pihak dapat menerima dengan lapang dada bahwa satu lingkaran tidak masalah apabila memiliki perspektif yang berbeda. Dari perbedaan tersebut, kita secara bijaksana dapat mengakomodasinya dengan cara berdiskusi untuk menemukan kesepakatan dalam menjalani suatu keadaan.
Persoalan lintas pendapat biasanya bersinggungan pula dengan liputan atau kegiatan pers yang dilakukan mahasiswa untuk menginvestigasi, menganalisis, menggali ketidaksesuaian pelaksanaan dengan kebijakan, dan menyuarakannya untuk mendapatkan pertanggungjawaban dari pihak kuasa kebijakan.
Mahasiswa perlu berhati-hati dan memahami dampak penyalahgunaan kebebasan pers yang berakibat terganggunya penyampaian aspirasi yang sehat. Kesantunan dan pemilihan bahasa yang tidak bersifat menggiring kebencian terhadap suatu kedudukan politik tanpa mengulas lebih dalam esensi kritikannya dapat menyebarkan sikap anti terhadap pemerintahan.
5. Membiasakan Patuh Terhadap Tata Tertib dan Aturan Normatif
Sikap nasionalisme generasi muda sebenarnya bisa ditanamkan dari skala yang lebih kecil, yaitu kepatuhan terhadap tata tertib sekolah dan penyesuaian diri terhadap norma-norma sosial, asusila, dan agama yang berlaku di lingkungan budaya yang ditinggali.
Berkaitan dengan fungsi tata tertib di sekolah bagi siswa, kebiasaan menaati tata tertib dapat membiasakan generasi muda menghormati peraturan yang ditetapkan. Bahwa penyelenggaraan peraturan semata-mata untuk mengatur kehidupan yang lebih aman, terstruktur, dan nyaman. Seperti ketepatan waktu hadir di sekolah, memakai seragam dengan rapi, tertib mengerjakan tugas, dan mengikuti program-program sekolah dengan baik yang akan berdampak pula pada nama baik sekolah.
Norma-norma yang berlaku di sekolah dan masyarakat secara luas juga berlaku tidak tanpa alasan, yakni sebagai pembatas yang melindungi pemuda-pemudi untuk hidup teratur dan menjalani proses perkembangan diri yang positif dan konstruktif.
Seperti menjaga sikap santun dan gaya hidup yang tidak berlebihan, menghindari pergaulan bebas dan hal-hal yang berpotensi merusak moral, dan nilai normatif lainnya.
6. Membiasakan Budaya Literasi di Institusi Keluarga, Sekolah, dan Sosial
Peran generasi muda dalam mengisi kemerdekaan Indonesia juga bisa direalisasikan dari penanaman budaya literasi di lingkup keluarga, sekolah, dan sosial masyarakat. Budaya literais tidak hanya melek terhadap kemampuan membaca dan menulis.
Tetapi, bagaimana kita mampu memproses, mengolah, dan mengembangkan pengetahuan sehingga menjadi ilmu yang bermanfaat dan “bergerak” terus di dalam kehidupan sehari-hari. Gerakan literasi yang diterapkan di sekolah dan oleh komunitas literasi memiliki harapan bahwa melalui kebiasaan membaca dan menulis, generasi muda menyadari bahwa kemajuan peradaban Indonesia berada di masing-masing tangan kita.
Peka terhadap fenomena dan perkembangan negara, berusaha saling memberikan wawasan edukasi secara meluas sehingga ilmu tidak berhenti pada rapot sekolah, dan berkaitan pula dengan sikap kreatif, adaptif, dan inovatif.
7. Mendayagunakan Media Sosial secara Positif dan Memberantas Berita Hoaks
Pemanfaatan teknologi berupa media sosial memudahkan kita mencari hiburan yang mengundang tawa. Tidak sedikit pula media sosial digunakan untuk bentuk-bentuk konten yang kurang sesuai dengan norma. Mengisi kemerdekaan Indonesia semestinya diikuti dengan perilaku-perilaku positif sebagai rasa syukur menikmati keamanan negara dari ancaman musuh dari luar.
Seperti menggunakan massa di media sosial sebagai target edukasi yang cara penyampaiannya dalam bentuk yang sesuai tren atau yang menarik minat warga internet untuk mencermati. Selain itu, platform juga bisa dimanfaatkan untuk meluruskan berita atau informasi yang menggiring opini ke arah yang semakin melenceng dari kebenaran atau yang seharusnya.
Apalagi, berita dan informasi hoaks mudah sekali dipercaya orang di era terkini karena kurangnya melakukan riset dan berpikir kritis dalam menerima informasi.
8. Mengembangkan Sikap Kreatif, Adaptif, Inovatif, dan Kolaboratif
Generasi muda dapat memberikan sumbangsihnya kepada negara dengan mencoba memberikan perubahan positif yang dapat memberikan solusi dari permasalahan atau kondisi tertentu di lingkungan hidupnya. Perubahan positif didasarkan pada sikap adaptifnya dalam memahami dan menganalisis kebutuhan.
Contohnya seperti lingkungannya, daya kreatif dan inovatif dalam menciptakan suatu ide atau gagasan dalam bentuk karya, produk, program, atau bentuk lain yang dikerjakan secara kolaboratif dengan orang lain. Apalagi, masa terkini serba dimudahkan dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat sehingga seharusnya menjadi lebih kaya dengan pilihan-pilihan eksplorasi yang lebih luas.
Misalnya, kesadaran pendidikan di suatu lingkungan masih rendah. Maka, pemuda perlu bergerak untuk mengatasinya, seperti mengadakan sebuah ruang ekspresi dan ruang baca untuk anak-anak, pendekatan personal kepada masyarakat untuk mendukung proses pendidikan anak, melakukan program permainan edukatif ketika perayaan hari besar nasional, dan lain-lain.
Selan itu, apabila suatu lingkungan memiliki kesadaran kesehatan yang rendah, generasi muda dapat bekerja sama untuk mengadakan gerakan pelayanan kesehatan dasar secara berkala, menginformasikan cara-cara alternatif yang tepat dalam menghadapi suatu penyakit, mengkondisikan kebersihan lingkungan dengan warga sekitar, dan masih banyak lagi gerakan penerapan yang bisa diciptakan.
9. Menguatkan Pelestarian Kearifan Lokal
Pemahaman tentang identitas manusia Indonesia yang sangat beragam dan unik perlu dihayati oleh generasi muda. Penguatan terhadap pelestarian nilai-nilai budaya bernapaskan kearifan lokal dapat diwujudkan melalui :
- Kegiatan mengenal dan mengapresiasi kesenian daerah
- Menghidupkan kembali falsafah dan pandangan hidup luhur setiap budaya yang masih relevan di masa kini (memanusiakan manusia)
- Menghidupkan kembali permainan tradisional yang membawa semangat kedaerahan yang bersifat kebersamaan dan sikap saling melindungi
- Melakukan semua upaya pelestarian kearifan lokal ini tanpa merendahkan kebudayaan bangsa lain.
Tantangan generasi dalam Mengisi Kemerdekaan Indonesia
Kemerdekaan Indonesia dari segala bentuk penjajahan diplomatik meninggalkan tantangan besar kepada generasi demi generasi, yakni kelonggaran tekanan dan ancamana nyata sehingga masyarakat merasa tidak perlu mengevaluasi kembali tindakan-tindakan potensial yang sebenarnya dapat memecah belah bangsa dari dalam.
- Arus globalisasi secara tidak langsung berusaha “menjajah” kembali bahwa budaya, tren, dan stereotip luar merupakan acuan atau pedoman gaya hidup yang dapat meningkatkan kualitas diri kita sebagai manusia modern.
- Budaya asing dianggap sebagai standar citra keren di kalangan generasi muda sehingga muncul anggapan bahwa budaya nusantara cenderung kuno dan tidak cocok lagi diangkat di zaman yang lebih canggih dan serba kekinian.
- Keterbukaan pemikiran yang terlalu bebas yang kurang didasarkan pada nilai-nilai ajaran agama atau kepercayaan, dan kecenderungan langsung percaya terhadap informasi-informasi di internet yang belum tentu benar dan justru sengaja disebarkan untuk mengajak orang lain meyakini suatu pemikiran yang kurang tepat secara norma dan logika.
- Meniru sikap individualisme Barat sehingga nilai-nilai gotong royong dan kebersamaan sebagai ciri khas atau identitas bangsa Indonesia perlahan luntur.
- Perluasan jangkauan media sosial yang semakin mudah diakses oleh semua orang, bentuk-bentuk konten yang tidak biasa justru menjadi viral, yang mana era terkini kepopuleran seseorang berdampak pada psikologis dan finansial.
Poin-poin di atas merupakan sebagian bentuk tantangan yang perlu disadari dan dihadapi secara bijaksana oleh generasi muda. Apabila kesadaran diri terhadap segala hal yang dapat merusak esensi dari “manusia yang merdeka” tidak dipupuk, dan mahasiswa tidak memulai menerapkan contoh filasafat Pancasila yang dapat diamalkan dalam kegiatan sehari-hari, maka rasa syukur kita terhadap kehidupan yang aman di masa kini hanya akan disia-siakan.