Kebebasan pers adalah hak yang dilindungi oleh negara. Hak yang dilindungi adalah hak dalam penerbitan dan penyebarluasan informasi atau berita. Informasi atau berita yang disampaikan melalui proses pencarian, penemuan, dan pengelolaan. Bentuk perlindungan negara terhadap hak tersebut dituangkan dalam wujud undang-undang yang mengatur kebebasan pers nomor 40 tahun 1999. Undang-Undang tersebut juga melindungi hak dan kewajiban warga negara yang mengalami kerugian atau pencemaran nama baik terkait berita yang dipublikasikan. Berdasarkan macam-macam peraturan perundang-undangan tersebut, pihak yang merasa dirugikan memiliki hak jawab atau hak koreksi. Melalui penggunaan hak tersebut,pihak terkait dapat menyampaikan bantahan yang dilengkapi dengan bukti. Wartawan yang bertanggung jawab pun harus menarik, merevisi, dan menyampaikan permintaan maaf jika terbukti ada ketidakakuratan pada pemberitaan yang ditulisnya.
Walaupun ada landasan hukum pers di Indonesia secara terpisah, tetap saja terjadi penyalahgunaan terhadap hak tersebut. Seperti penjelasan di atas, kebebasan pers berkaitan erat dengan informasi yang disampaikan kepada masyarakat. Maka jika dilakukan penyalahgunaan, dampaknya akan dirasakan juga oleh masyarakat. Berikut ini akan kita pelajari dampak penyalahgunaan kebebasan pers.
Dampak Penyalahgunaan Kebebasan Pers
- Charlie Hebdo
Salah satu media yang sempat ramai diperbincangkan adalah majalah Charlie Hebdo. Charlie Hebdo yang dalam Bahasa Indonesia berarti Mingguan Charlie adalah sebuah majalah satir dari Prancis yang banyak menampilkan lawakan, perdebatan, laporan, dan kartun. Pada tahun 2015, terjadi penembakan di kantor Charlie Hebdo yang menyebabkan korban tewas dan luka-luka. Penembakan ini diduga berkaitan dengan kartun Abu Bakar al-Baghdadi, pimpinan ISIS (Islamic State of Iraq and Syria), yang dimuat di majalah Charlie Hebdo. Hal ini diduga berkaitan juga dengan kartun kontroversial yang berkaitan dengan Islam.
Charlie Hebdo cukup banyak memuat kartun yang kontroversial. Salah satu contohnya adalah kartun Charia Hebdo. Pada bulan November 2011, pada halaman cover Charlie Hebdo tercetak judul Charia Hebdo. Pada halaman tersebut juga ada gambar seorang laki-laki berpakaian khas Timur Tengah dengan banner yang menyatakan bahwa Nabi Muhammad sebagai chief editor majalah “Charia Hebdo”. Terlihat juga bahwa sosok kartun tersebut digambarkan sedang mengatakan “100 cambukan jika anda tidak mati ketawa!”. Kartun ini diduga merupakan sindiran kepada orang-orang yang gencar memberlakukan hukum syariat Islam. Setelah kasus tersebut dipublikasikan, terjadi peretasan terhadap website Charlie Hebdo.
Kejadian Charlie Hebdo ini menyebabkan perbedaan pendapat. Ada pihak-pihak yang memandang Charlie Hebdo mempraktikkan kebebasan pers. Namun ada juga yang melihatnya sebagai penyalahgunaan kebebasan pers. Perbedaan pendapat ini ditunjukkan salah satunya melalui penggunaan tanda pagar #JeSuisCharlie yang berarti Saya Charlie dan #JeNeSuisPasCharlie yang berarti Saya Bukan Charlie. Pihak-pihak yang menilai Charlie Hebdo sebagai media yang menyalahgunkan kebebasan pers, menyatakan bahwa informasi yang disampaikan melalui majalah tersebut menyebarkan nilai rasisme dan ujaran kebencian terhadap agama atau kelompok minoritas.
Gerard Biard, editor Charlie Hebdo, menyatakan bahwa majalah tersebut tidak melakukan penghinaan terhadap kepercayaan atau agama tertentu, melainkan ingin menunjukkan bahwa pencampuran agama dan politik akan menimbulkan perbedaan sistem politik totaliter dan demokrasi secara terang-terangan. Walaupun demikian kartun Nabi Muhamad yang dirilis Charlie Hebdo melanggar batas. Hal ini karena agama Islam melarang penggambaran eksplisit sosok Nabi Muhamad. Jika sudah melanggar ajaran suatu agama, maka bisa dikatakan bahwa media tersebut menyalahgunakan kebebasan pers. Dampak penyalahgunaan kebebasan pers ini tentunya dialami masyarakat. Hal ini bisa menjadi salah satu pemicu timbulnya kebencian kepada kelompok atau agama tertentu.
- Infowars
Infowars adalah salah satu media di Amerika Serikat yang mempublikasikan informasi dalam bentuk website, video, dan podcast. Media ini banyak menerbitkan teori-teori konspirasi dan informasi-informasi yang tidak akurat. Salah satu nya adalah terkait kasus penabrakan yang menyebabkan seorang korban meninggal dan luka-luka. Seorang aktivis partai demokrat bernama Gilmore sedang menghadiri sebuah unjuk rasa pada saat James Alex Fields Jr. mengendarai mobilnya ke arah para demonstran. Akibatnya satu orang meninggal dan beberapa lainnya luka-luka.
Menanggapi hal ini, Alex Jones sebagai presenter Infowars, menyatakan bahwa bisa jadi Gilmore terlibat dalam kejadian tabrakan tersebut dengan tujuan untuk “menurunkan” Presiden Trump. Gilmore kemudian menuntut Alex Jones dengan tuntutan pencemaran nama baik. Ini bukan pertama kalinya Alex Jones menghadapi tuntutan. Pada saat terjadi penembakan di sekolah Sandy Hook, Alex Jones juga mengeluarkan pernyataan kontroversial bahwa kejadian tersebut adalah tipuan atau berita bohong yang disusun dengan terperinci. Atas pernyataan tersebut, Alex Jones dituntut oleh para orangtua siswa yang menjadi korban penembakan di Sandy Hook.
Alex Jones menyatakan pembelaan bahwa pernyataannya hanyalah pendapat. Ia juga menyatakan bahwa Infowars adalah media yang tidak dibatasi oleh aturan yang merupakan sumber informasi bagi masyrakat yang menginginkan dialog atau orasi yang bebas dan didasari pendapat. Amerika Serikat memiliki aturan mengenai bentuk-bentuk kebebasan mengenukakan pendapat yang telah diatur dalam The First Amendment. Namun para ahli kebebasan berpendapat menyatakan bahwa Alex Jones tidak boleh dibiarkan berlindung dibalik The First Amendment.
Para akademisi juga menyatakan bahwa ada peraturan mengenai pencemaran nama baik yang memberikan batasan di antara pernyataan yang pantas dan yang tidak. Peraturan ini juga bertujuan menciptakan kebebasan berpendapat tanpa merusak reputasi seseorang. Keberadaan media-media seperti Infowars berdampak negatif. Infowars akan menimbulkan dampak penyalahgunaan kebebasan pers dalam bentuk munculnya media-media lain yang melakukan praktik sejenis.
Infowars memberikan contoh penyampaian pendapat yang tidak bermoral namun tidak bersedia untuk bertanggung jawab atas pendapat tersebut. Sekarang kita mempelajari bagaimana dampak penyalahgunaan kebebasan pers yang dilakukan oleh beberapa media besar. Hal ini menunjukkan bahwa tetap ada batasan-batasan yang harus diperhatikan dalam penyampaian informasi.