Salah satu lembaga pemerintah yang memiliki wewenang dalam proses audit keuangan negara merupakan tugas dan fungsi BPK. Berdasarkan UUD 1945, BPK merupakan salah satu tugas lembaga negara yang bebas dan mandiri, artinya adalah setiap anggota BPK tidak boleh ikut serta dalam partai politik. Lalu bagaimana proses pemilihan anggota BPK yang terjadi sebelum dan setelah amandemen?
Proses pemilihan anggota BPK telah mengalami banyak perubahan dari tahun 1945 hingga sekarang. Perubahan-perubahan ini ternyata tidak terlalu signifikan, dalam arti tidak terlalu banyak perubahan. Masing-masing perubahan setelah amandemen tentunya memiliki nilai positif dan nilai negatif.
- Sebelum Amandemen
Sebelum hasil amandemen, proses pemilihan dan pelantikan anggota BPK merupakan wewenang dari presiden. Jadi presiden dan anggotanya akan melakukan proses seleksi dan memutuskan siapa yang lolos menjadi anggota BPK. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu dan adanya reformasi dan perubahan amandemen UUD 1945, wewenang tersebut berpindah ke DPR dan DPD.
- Setelah Amandemen
Dalam UU no 17 tahun 1965 yang membahas tentang Pembentukan BPK, dijelaskan bahwa kewenangan pemilihan ketua, wakil ketua dan anggota BPK berada pada keputusan presiden. Dalam UU ini juga dijelaskan bahwa anggota BPK sebanyak-banyaknya terdiri dari 21 anggota. Masing-masing anggota setidaknya mewakili tugas partai politik, wakil angkatan bersenjata, wakil organisasi revolusioner maupun orang-orang yang memiliki dukungan kepada masyarakat yang terorganisasi.
Adapun kelemahan sistem pemilihan BPK setelah amandemen adalah tidak adanya proses checks and balances yang terjadi antara lembaga legislatif dan eksekutif. Padahal terkadang terjadi perbedaan lembaga eksekutif dan lembaga legislatif dalam proses pemilihannya. Kondisi seperti ini tidak seperti pemilihan pejabat negara pada umumnya, dimana proses pemilihannya melibatkan lembaga pemerintah. Kewenangan DPR yang terlalu tinggi dalam proses pemilihan BPK maupun seleksi pejabat negara pada masa itu mulai dipertanyakan keberadaannya.
- Perubahan Kedua setelah Amandemen
Kembalinya kewenangan Presiden dalam pemilihan BPK kembali ditegaskan dalam UU no 5 tahun 1973 yang membahas tentang BPK. Dalam UU tersebut mengalami sedikit perubahan karena adanya keterlibatan DPR didalamnya. Isi UU tersebut berbunyi “bahwa ketua, wakil ketua dan anggota BPK diangkat dan dilantik oleh Presiden atas usul dari DPR”. Di dalam UU tersebut DPR mulai kembali terlibat ketika dalam pasal sebelumnya DPR hanya memberi masukan saja, akan tetapi dalam UU ini DPR akan mengusulkan 3 nama calon untuk setiap posisi anggota BPK.
- Perubahan Ketiga setelah Amandemen
Proses pemilihan BPK setelah amandemen pada perubahan keempat ditetapkan dalam UU no 15 tahun 2006 tentang BPK, yang intinya berisi tentang pengalihan kewenangan Presiden ke DPR tentang pemilihan anggota BPK. Meskipun dalam UU tersebut DPR hanya memberikan pertimbangan, akan tetapi pada UU kali ini DPD juga ikut terlibat dalam proses pemilihannya.
3 perubahan sebelumnya tentunya memiliki nilai positif dan negatif masing-masing. Akan tetapi, satu hal yang harus dihindari adalah monopoli satu lembaga dalam proses pemilihan tersebut. Monopoli ini nantinya akan menimbulkan kekuasaan yang sangat dominan dan apabila berangsur secara terus menerus maka sulit terkontrol dan hal ini merupakan salah satu dari penyebab terjadinya tindakan penyalahgunaan wewenang atau jabatan.
Pro Kontra Proses Pemilihan Anggota BPK
Dalam setiap pemilihan anggota pemerintahan, tentunya menimbulkan beberapa pro dan kontra. Lalu, apa saja pro kontra pada pemilihan anggota BPK setelah amandemen?
- Pro
Proses pemilihan anggota BPK melalui DPR dan pertimbangan dari DPD tentunya memberikan nilai positif. Pertama adalah tentunya dapat meringankan tugas presiden, kedua tentunya dapat mempersingkat waktu pemilihannya karena hanya dalam lingkup DPR dan DPD yang terlibat didalamnya. Selain itu, banyak juga usulan dan pertimbangan dari DPD tentunya akan mempercepat proses seleksi karena adanya kepercayaan terhadap calon anggota tersebut.
- Kontra
Terdapat fakta bahwa proses seleksi pejabat publik melalui DPR tidak transparan. Proses fit dan proper test dari dulu hingga saat ini hanya sebagai tempat transaksi politik. Tidak mengherankan apabila dalam proses tersebut terjadi transaksi suap. Barangsiapa yang memiliki kekayaan atau uang lebih, maka dia yang menang. Proses seperti ini tentunya akan berakibat fatal terhadap pemerintahan Indonesia. Dalam proses tersebut terkadang anggota yang dicalonkan tidak dapat dipertanggungjawabkan, bahkan tidak jarang anggota DPR memilih calon dengan kualitas dan integritas yang rendah. Alasan dibalik semua itu adalah karena politik uang lebih mendominasi dibandingkan dengan kompetensi dan integritas seseorang.
Politisasi inilah yang harus dihindari bahkan dihilangkan dalam proses pemilihan BPK, hal ini dikarenakan BPK bukan lembaga yang berkaitan dengan politik. BPK adalah lembaga negara yang bersifat netral, mandiri dan tidak boleh dipengaruhi oleh lembaga lain. Posisi BPK dalam pemerintahan negara sangatlah strategis dan kritis. Hal ini dikarenakan setiap anggotanya memiliki kewenangan untuk memeriksa dan mengelola keuangan negara. BPK juga memiliki peran yang tidak kalah penting yang berkaitan dengan kasus korupsi.
Mekanisme seleksi anggota BPK yang melibatkan DPR ini sangatlah mengkhawatirkan. Prosesnya tidak transparan, tidak serius dan tidak kompetitif. Salah satu kesalahan DPR yang paling fatal adalah meloloskan calon yang pernah terjerat kasus korupsi. Padahal dalam UU yang mengatur tentang BPK sudah dijelaskan bahwa calon atau anggota BPK tidak pernah dijatuhi hukuman tindak pidana penjara dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara.
Dalam kasus seperti ini DPR juga tidak berkomunikasi dengan lembaga lain untuk menelusuri rekam jejak calon anggota. Seharusnya DPR bekerjasama dengan lembaga lain seperti KPK yang setidaknya dapat menelusuri harta kekayaan yang dimiliki dan transaksi keuangan dalam jangka waktu tertentu.
Proses yang cenderung buruk dan sangat tidak transparan ini membuat pemerintah tidak menemukan calon anggota yang beretika baik dan profesional. Hal seperti inilah yang membuat rakyat menjadi ragu akan kredibilitas calon anggota yang dipilih oleh DPR secara langsung.
Persyaratan Pendaftaran Anggota BPK
Bagi siapapun yang ingin mendaftar menjadi anggota parlemen atau lembaga negara tentunya harus memenuhi persyaratan-persyaratan yang telah diatur dan ditetapkan sebelumnya. Berikut ini adalah persyaratan yang wajib dipenuhi bagi calon anggota BPK.
1. WNI
Persyaratan mutlak bagi siapapun yang akan mendaftar sebagai calon anggota BPK adalah berkebangsaan Indonesia atau WNI. Bagi mereka yang memiliki kewarganegaraan ganda tidak diperbolehkan, apabila ingin menjabat di Indonesia mereka wajib mematuhi cara memperoleh kewarganegaraan Indonesia secara penuh. Persyaratan wajib lainnya adalah orang tersebut berkedudukan di Indonesia. Calon anggota juga harus beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agamanya masing-masing.
2. Setia terhadap NKRI dan UUD 1945
Persyaratan selanjutnya adalah persyaratan umum yang harus dipatuhi oleh siapapun yang ingin menjadi bagian dari anggota lembaga pemerintahan Indonesia, yaitu setia kepada NKRI dan UUD 1945. Setiap orang yang ingin mendaftar anggota BPK harus memiliki kecintaan kepada NKRI, memiliki keinginan yang kuat untuk memajukan NKRI dan bersumpah untuk tetap melindungi dan memiliki upaya menjaga keutuhan NKRI dari segala aspek. Selain itu, mereka juga harus patuh dan taat pada apa yang sudah tertuang dalam UUD 1945 yang selalu dijadikan salah satu landasan hukum NKRI. Barangsiapa yang tidak setia terhadap NKRI dan melanggar apa yang terdapat dalam UUD 1945, maka keanggotaannya akan dicabut.
3. Minimal S1
Saat ini sudah terjadi perubahan tentang tingkat minimal pendidikan seseorang yang ingin mendaftarkan sebagai calon anggota lembaga pemerintahan Indonesia. Pendidikan minimal bagi calon anggota BPK adalah minimal S-1. Akan lebih baik apabila lebih dari S-1 dan memiliki sertifikat pendukung lainnya. Adapun batas minimal usia ketika mencalonkan diri adalah 35 tahun dengan ketentuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Apabila ketika mendaftarkan diri usianya masih 34 tahun, maka panitia seleksi berhak untuk tidak meloloskannya.
4. Jujur dan Integritas Moral Tinggi
Persyaratan yang tidak kalah penting selanjutnya adalah harus memiliki sifat yang jujur dan berintegritas moral tinggi. Dalam hal ini artinya adalah bahwa sikap dan moral yang tinggi akan mempengaruhi proses pemilihan anggota BPK. Semakin baik integritasnya, maka peluang lolosnya juga semakin lebar. Dalam proses seleksi ini panitia memiliki tim khusus untuk menguji seberapa besar integritas moral seorang calon tersebut.
5. Terbebas dari Tindak Pidana
Syarat wajib selanjutnya adalah setiap calon anggota bersih dari kasus tindak pidana. Mereka belum pernah atau tidak sedang dalam kasus tindak pidana, tidak pernah terjerat kasus pidana penjara dengan hukuman ancaman penjara minimal 5 tahun. Apabila seorang calon terbukti dengan jelas sedang terjerat kasus tindak pidana, maka panitia wajib mengugurkannya. Hal ini tentunya untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan kedepannya, seperti terjadinya kasus korupsi pejabat dan lain sebagainya.
6. Tidak Meninggalkan Jabatan
Bagi setiap orang yang mencalonkan dirinya sebagai calon anggota BPK tidak boleh meninggalkan jabatannya dalam lingkup pengelolaan keuangan negara. Bagi mereka yang masih 1-2 tahun, akan tetapi meninggalkan jabatannya dalam lingkup keuangan negara, maka tidak diloloskan karena batas paling singkatnya adalah 2 tahun lebih.
7. Sehat Jasmani dan Rohani
Persyaratan kali ini sebenarnya sangat sederhana, akan tetapi apabila tidak lolos maka akan jadi sangat fatal, yaitu harus sehat jasmani dan rohani yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter. Sebagai calon anggota BPK, masing-masing dari mereka wajib melakukan tes kesehatan lengkap. Apabila salah satu terbukti telah menggunakan obat-obatan terlarang atau hal-hal yang dilarang dalam proses pemilihan, maka dianggap gugur.
Itulah proses pemilihan anggota BPK yang terjadi sebelum dan setelah amandemen dan juga persyaratan yang wajib dipenuhi oleh masing-masing calon anggota. Meskipun hanya terdapat sedikit perubahan pada sistemnya, akan tetapi dapat disimpulkan bahwa proses pemilihan BPK sejak dulu hingga sekarang masih dalam kendali DPR secara garis besar. DPD hanya memiliki peran sebagai pemberi masukan.