Dalam suatu proses peradilan, ada cukup banyak pihak yang terlibat. Sebagai contoh dalam proses peradilan pidana dimana ada pihak jaksa penuntut umum yang bekerja sama dengan polisi untuk mengungkap kasus pidana yang tentunya ada perbedaan peradilan perdata dan pidana. Jaksa penuntut umum kemudian akan menggunakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang dituangkan ke dalam surat dakwaan sebagai dasar untuk menuntut terdakwa. Terdakwa, sebagai pihak yang dituntut dalam persidangan, memiliki hak atas bantuan hukum, yang berupa pendampingan oleh penasihat hukum.
Berdasarkan penjelasan tersebut, penasihat hukum adalah pihak yang mempunyai peran dalam membantu terdakwa dengan melakukan pendampingan dalam hal pengajuan eksepsi (pembelaan), pengajuan penghadiran saksi, pengajuan memori banding dan kasasi, maupun pengajuan permohonan penanggguhan penahanan terhadap terdakwa. Selain ketiga pihak tersebut, tentu saja ada pihak yang lain yang sudah pasti terlibat dalam persidangan, yaitu hakim. Hakim adalah pihak yang berwenang dalam menentukan putusan terhadap sengketa atau kasus yang ditangani di peradilan. Dan hal ini merupakan tugas dan fungsi hakim agung dalam proses persidangan.
Seperti yang sudah disebutkan di atas, ada juga saksi, yaitu pihak yang melihat, mendengarkan, dan mengalami kejadian yang sedang dipersidangkan. Diharapkan kesaksian tersebut akan memberikan keringanan bagi pihak terdakwa. Pihak lainnya yang juga terlibat dalam proses peradilan adalah panitera. Panitera bertugas dalam pembuatan berita acara persidangan, pencatatan kejadian selama persidangan berlangsung, penerimaan dan pemeriksaan memori banding dan kasasi, serta pencatatan hasil persidangan.
Di atas sudah disebutkan bahwa salah satu pihak yang terlibat dalam proses peradilan adalah penasihat hukum. Dengan adanya informasi liputan terkait kasus-kasus yang sedang diproses di persidangan di media, baik media elektronik maupun cetak, kita pasti sudah familiar dengan istilah penasihat hukum. Istilah pengacara pun pasti sudah sering kita dengar. Lalu, apakah ketiga istilah ini memiliki arti yang sama? Adakah Undang-Undang tentang penasihat hukum? Apa saja yang diatur di dalam Undang-Undang tentang penasihat hukum? Mari kita pelajari lebih lanjut.
Apakah Penasihat Hukum Dan Pengacara Memiliki Fungsi Yang Berbeda?
Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, penasihat hukum, advokat, pengacara praktik, dan konsultan hukum dikategorikan ke dalam satu istilah yang sama, yaitu advokat. Hal ini berarti, penasihat hukum dan pengacara memiliki fungsi yang sama. Namun, sebelum adanya Undang-Undang tentang penasihat hukum tersebut, masing-masing istilah tersebut diatur dengan perundang-undangan yang berbeda sehingga menimbulkan perbedaan di antara keduanya. Berikut ini perbedaan pengacara dengan penasihat hukum:
- Pengacara: pengacara adalah seseorang yang berfungsi untuk memberikan jasa hukum didalam ruang lingkup macam-macam lembaga pengadilan, dimana lingkungan pengadilan yang dimaksud adalah pengadilan yang termasuk di dalam cakupan wilayah yang sesuai dengan izin praktik pengacara. Pengacara dapat beracara diluar wilayah izin praktinya dengan terlebih dahulu mengajukan ke pengadilan yang dituju. Sebelum adanya Undang-Undang tentang advokat, definisi pengacara juga dibedakan dengan advokat, dimana advokat adalah pihak yang berfungsi untuk memberikan jasa hukum di dalam lingkungan pengadilan dan diizinkan untuk beracara diseluruh Indonesia.
- Penasihat hukum: seseorang yang berdasarkan Undang-Undang memenuhi persyaratan untuk memberikan menjalankan fungsinya dalam memberikan bantuan atau nasihat hukum. Bantuan hukum diberikan boleh diberikan tanpa atau dengan bergabung dengan suatu persekutuan penasihat hukum. Bantuan hukum juga dapat diberikan sebagai suatu bentuk mata pencaharian dimana dalam hal ini istilah yang digunakan adalah pengacara/advokat dan pengacara praktik.
Definisi dan fungsi di atas pada akhirnya diatur oleh Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 untuk dijadikan satu, yaitu advokat. Sekarang kita sudah mengetahui bahwa tidak ada perbedaan antara penasihat hukum dan pengacara. Mari kita lanjutkan untuk mempelajari macam-macam peraturan perundang-undang tentang UU penasihat hukum.
Undang-Undang Tentang Penasihat Hukum
Sama seperti pihak-pihak lain yang terlibat di dalam persidangan, fungsi dan pengertian penasihat hukum juga diatur dalam Undang-Undang. Pada penjelasan mengenai ada atau tidaknya perbedaan antara penasihat hukum dan pengacara sudah disebutkan bahwa definisi dan hal-hal yang berkaitan dengan penasihat hukum diatur di dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Secara spesifik pada pasal 32 ayat (1) dinyatakan bahwa advokat, penasihat hukum, pengacara praktik, dan konsultan hukum disebut sebagai advokat.
Pada pasal 5 ayat (2) dijelaskan definisi advokat yaitu setiap orang yang oleh profesinya bertugas untuk memberikan jasa hukum di dalam dan di luar pengadilan dengan wilayah kerja mencakup seluruh wilayah Indonesia. Sebelum diberlakukannya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, ada berbagai perundang-undangan yang berbeda yang mengatur advokat, penasihat hukum, pengacara praktik, dan konsultan hukum. Pada saat itu, pengacara advokat dan pengacara praktik juga masih termasuk dalam cakupan penasihat hukum.
Hal ini tertuang di dalam Surat Edaran Nomor 8 Tahun 1987 tentang penjelasan dan petunjuk-petunjuk keputusan bersama ketua Mahkamah Agung dan Menteri Kehakiman tanggal 6 Juli 1987 nomor KMA/005/SKB/VII/1987 dan nomor M.03-PR.08.05 Tahun 1987 yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung. Pengertian pengacara advokat dan pengacara praktik yang diatur pada saat itu adalah:
- Pengacara advokat: pengacara yang sudah diangkat oleh Menteri Kehakiman dan memiliki izin praktik dimana saja.
- Pengacara praktik: pengacara yang diberikan izin praktik oleh ketua pengadilan tinggi untuk melaksanakan praktik hukum di wilayah hukum pengadilan tinggi tersebut.
Berdasarkan penjelasan di atas maka undang-undang tentang penasihat hukum dapat disimak pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.