Dalam kehidupan sehari-hari menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia atau HAM merupakan sesuatu yang wajib dilakukan setiap warga negara, termasuk warga negara Indonesia. Hal ini juga tidak terlepas dari dasar hidup manusia sebagai seorang makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri, sehingga menghormati, menghargai, maupun menerima perbedaan satu sama lain ada hal hal wajib. Terlebih lagi di Indonesia, dimana memiliki Pancasila sebagai pandangan hidup dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang harus selalu bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, dimana hubungan HAM dengan Pancasila juga erat kaitan sebagai salah satu dasar pelaksanaan di Indonesia.
Walaupun begitu dalam kenyataannya masih banyak sekali pelanggaran-pelanggaran HAM yang terjadi, terutama di Indonesia sendiri. Pelanggaran Hak Asasi Manusia atau HAM tersebut ada yang bersifat ringan dan juga ada yang bersifat pelanggaran berat. Dimana pelanggaran HAM berat biasanya akan di selesaikan melalui Pengadilan HAM Ad Hoc. Dalam kesempatan kali ini akan dibahas lebih lanjut mengenai contoh kasus PengadIlan HAM Ad Hoc di Indonesia.
Pengadilan HAM Ad Hoc
Sebelum masuk pada penjelasan mengenai contoh kasus yang di selesaikan melalui Pengadilan HAM Ad Hoc, akan sedikit dibahas juga mengenai apa yang dimaksud degan Pengadilan HAM Ad Hoc dan mengapa kasus pelanggaran HAM berat harus di masukkan dalam Pengadilan HAM Ad Hoc.
Pengadilan HAM Ad Hoc secara umum dapat diartikan sebagai suatu pengadilan yang dibentuk untuk memproses berbagai macam kasus pelanggaran HAM yang bersifat pelanggaran berat dengan locus delici dan juga tempus delicti yang memiliki sifat terbatas. Jadi Pengadilan HAM Ad Hoc tidak digunakan untuk memproses pelanggaran HAM secara umum tetapi hanya untuk pelanggaran HAM yang dinilai sebagai pelanggaran berat. Pengadilan HAM Ad Hoc sendiri merupakan suatu lembaga pengadilan yang memiliki kewenangan dalam memproses maupun menyelesaikan proses peradilan terhadap para pelanggar HAM berat, dimana Peradilan HAM Ad Hoc di Indonesia diberlakukan surut atau retroaktif sebelum diberlakukannya UU no. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
Beberapa pelanggaran HAM berat diantaranya menyangkut tentang sifat perbuatannya, korban, dan juga dampak yang ditimbulkan terhadap sisi kemanusiaan. Sebagai contoh seperti kejahatan manusia yang dirumuskan atau crime against humanity, dimana kejahatan tersebut memang direncanakan dan sengaja dilakukan serangan secara sistematis dan meluas terhadap penduduk sipil. Jika Pengadilan HAM Ad Hoc seperti yang disampaikan sebelumnya memang bersifat retroaktif, maka setelah pembentukan Pengadilan HAM yang didasarkan pada pembentukan UU no.26 Tahun 2000, dimana sebagai salah satu instrumen HAM di Indonesia, bertugas mengatasi kasus pelanggaran HAM berat secara prospektif dan bukan secara retroaktif lagi.
Contoh Kasus
Secara umum, salah satu tujuan dibentukannya Pengadilan HAM adalah untuk mengatasi pelanggaran-pelanggaran HAM yang terjadi. Jika dilihat dari penjelasan diatas memang dapat disimpulkan bahwa Pengadilan HAM Ad Hoc yang bersifat retroaktif berfungsi untuk proses pengadilan terhadap pelanggaran HAM berat.
Dimana kasusnya dapat dilihat dari faktor penentu seperti sifat perbuatan, korban, dan juga dampaknya bagi sisi kemanusiaan. Oleh sebab itu, di Indonesia sendiri ada beberapa kasus yang dianggap merupakan kasus pelanggaran HAM berat dan diproses melalui Pengadilan HAM Ad Hoc. Beberapa contoh kasus Pengadilan HAM Ad Hoc di Indonesia diantaranya adalah:
- Kasus ABEPURA
Contoh kasus yang pertama adalah kasus ABEPURA, dimana kasus ini merupakan salah satu kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi pada tahun 2000. Kasus ini merupakan suatu kejadian dimana terjadi penyerangan massa di kantor Mapolsek Wilayah Abepura dan menewaskan beberapa anggota kepolisian.
Tindakan tersebut kemudian dibalas oleh pihak kepolisian yang melakukan pengejaran dan juga penahan terhadap beberapa oknum yang dianggap maupun diduga terlibat pada penyerangan massa di kantor Mapolsek Wilayah Abepura. Dan kasus ini sendiri kemudian berdampak pada adanya pelanggaran HAM berat karena penyerangan yang direncanakan dan juga dampak yang diberikan bagi sisi kemanusiaan. Dimana berdampak pada 2 mahasiswa yang meninggal dan juga puluhan warga yang kemudian mengalami luka berat.
- Kasus Timor-Timur
Contoh kasus yang kedua adalah kasus yang terjadi pada tahun 1999 saat Timor-Timur mencoba untuk memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jadi pada tahun 1999 terdapat gerakan politik Timor-Timur untuk memisahkan diri dari Indonesia, dimana terjadi kerusuhan dan juga menyebabkan banyak warga sipil yang meninggal terkait dengan gerakan politik tersebut. Kondisi tersebut juga dianggap sebagai salah satu pelanggaran HAM berat, dimana dampak yang ditimbulkan juga tidak baik bagi sisi kemanusiaan maupun memberikan ancaman pada stabilitas negara.
- Kasus Tanjung Priok
Untuk contoh kasus selanjutnya adalah kasus Tanjung Priok dimana dianggap sebagai pelanggaran HAM berat yang terjadi pada tahun 1984. Kasus Tanjung Priok dianggap sebagai pelanggaran HAM berat karena terjadi pembantaian warga sipil pada tahun 1984, dimana pembantaian yang dilakukan dengan alasan untuk pengamanan terhadap kekuasaan Orde Baru. Kasus ini juga merupakan salah satu tragedi kemanusiaan di Indonesia, karena ratusan warga sipil yang dibunuh pada masa itu.
- Kasus Trisakti, Semanggi I, dan Semanggi II
Contoh kasus yang terakhir dalam pembahasan kali ini adalah peristiwa Trisakti, Semanggi I, dan Semanggi II, yang pastinya tidak asing lagi dalam sejarah perkembangan bangsa Indonesia. Dimana dalam peristiwa tersebut dianggap telah terjadi pelanggaran HAM berat karena adanya penembakan terhadap sejumlah mahasiswa yang melakukan demonstrasi pada masa awal reformasi berlangsung di Indonesia.
Demikian beberapa penjelasan mengenai HAM Ad Hoc serta dijelaskan juga beberapa contoh kasusnya yang bisa anda ketahui.