Politik dumping mungkin merupakan istilah yang cukup asing di telinga kita. Padahal contoh politik dumping ini cukup banyak terjadi di sekitar kita. Di artikel kali ini kita akan membahas lebih jauh mengenai politik dumping beserta contoh politik dumping yang pernah terjadi. Simak terus artikel ini, ya!
Politik dumping adalah politik atau kebijakan yang diambil dengan cara menjual produk di luar negeri dengan harga yang lebih murah dibandingkan harga jualnya di dalam negeri. Kebijakan dumping ini dilakukan dengan tujuan untuk menguasai pasar luar negeri dan untuk menghasilkan produk lama yang mungkin kurang laku di dalam negeri. Dengan politik dumping ini biasanya penjual juga ingin mematikan persaingan di negara tujuan.
Menurut kamus hukum ekonomi, dumping adalah sebuah praktik dagang yang dilakukan oleh eksportir dengan menjual komoditi di pasaran internasional dengan harga jual di bawah nilai wajar atau lebih rendah dibandingkan harga jual barang tersebut di dalam negeri atau di negara lain. Umumnya, praktik ini dinilai tidak adil karena bisa merusak pasar dan merugikan produsen atau industri pesaing di negara importir. Bisa jadi praktik dumping ini merupakan salah satu dampak globalisasi di bidang ekonomi.
Istilah politik dumping ini memang mempunyai konotasi negatif karena bisa membuatkan persaingan yang tidak sehat di pasar. Mengacu pada salah satu contoh macam-macam perjanjian internasional, yaitu pada Pasal VI Perjanjian Umum Tarif dan Perdagangan (GATT), tindakan dumping ini sebenarnya tidak dilarang, kecuali jika sudah mengakibatkan terjadinya kerugian terhadap industri di dalam negeri yang juga memproduksi barang yang sama, mengancam terjadinya kerugian terhadap industri di dalam negeri terkait produk yang sama, atau menghalangi perkembangan industri barang yang sama di dalam negeri.
Dalam pasal ini juga dijabarkan tiga metode yang bisa digunakan untuk mengetahui harga normal atas suatu produk. Metode yang paling utama digunakan adalah dengan melihat harga barang yang sama di pasar domestik pengekspor. Jika metode pertama ini tidak berhasil, maka dua metode lain dapat digunakan, yaitu dengan melihat harga yang dibebankan pengekspor di negara tujuan atau dengan menggabungkan biaya produksi di negara pengekspor, biaya-biaya lain dan batas keuntungan normal. Sebenarnya politik dumping ini tidak selalu bisa dilakukan. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar politik dumping bisa diterapkan. Syarat-syarat tersebut, yaitu:
- Permintaan terhadap barang yang diproduksi di dalam negeri kurang elastis dibandingkan dengan di luar negeri yang memiliki kondisi pasar persaingan sempurna.
- Konsumen di dalam negeri tidak mungkin membeli produk tersebut di luar negeri.
- Kebijakan-kebijakan perdagangan internasional, seperti kebijakan proteksi, politik perdagangan bebas, dan politik dumping, melalui tarif, kuota, premi dan subsidi.
Jika syarat-syarat di atas terpenuhi, maka politik dumping memungkinkan untuk diterapkan. Adapun politik dumping yang bisa diterapkan ada tiga macam, terbagi berdasarkan tujuan atau latar belakang politik dumping tersebut dilakukan. Berikut ini adalah tiga jenis kebijakan politik dumping beserta contohnya yang pernah terjadi di aktivitas perdagangan dunia:
- Persistent Dumping
Persistent dumping adalah praktik dumping yang dilakukan atas kecenderungan sebuah negara melakukan tindakan monopoli yang berkelanjutan dari suatu perusahaan di pasar domestik. Tujuan dari dilakukannya persistent dumping ini adalah untuk mendapatkan laba maksimal dengan cara menetapkan harga yang lebih tinggi di pasar domestik dibandingkan pasar luar negeri. Contoh dari persistent dumping misalnya di negara Jepang barang-barang elektronik produksi dalam negeri dijual dengan harga yang lebih tinggi. Hal ini dikarenakan tidak ada kompetisi asing dalam industri elektronik Jepang. Sementara itu, barang-barang elektronik ini dijual dengan harga lebih rendah di Amerika atau negara-negara lain untuk menjaga market share produk tersebut.
- Predatory Dumping
Predatory dumping adalah tindakan perusahaan yang menjual hasil produksinya dengan harga yang lebih rendah dalam jangka waktu tertentu. Tujuan dari predatory dumping ini adalah untuk memaksa perusahaan lain turut menurunkan harga jualnya juga menjadi lebih rendah hingga pada batas perusahaan lain itu tidak lagi mampu sehingga mengalami kebangkrutan dan keluar dari persaingan. Setelah pasar dikuasai, maka perusahaan tersebut akan memonopoli pasar dan kembali menaikkan harga jual barang seperti semula hingga tidak ada kompetitor lain untuk bisa memaksimalkan laba yang didapatnya. Predatory dumping ini bisa jadi merupakan contoh era baru kapitalisme di zaman modern.
Contoh politik dumping predatory ini misalnya perusahaan Hitachi yang dituduh melakukan praktik predatory dumping untuk chip yang bernama EPROM (Electrically Programmable Read Only Memory). Selain Hitachi, ada juga kasus predatory dumping yang dituduhkan oleh Zenith USA kepada pabrik televisi Jepang yang membuat penagihan yang salah serta potongan harga tersembunyi untuk memberi harga perangkat televisi yang lebih murah di pasar Amerika. Zenith berargumen hal tersebut adalah strategi untuk membuat perusahaan Amerika keluar dari persaingan agar pabrik Jepang bisa memonopoli pasar.
- Sporadic Dumping
Sporadic dumping adalah kebijakan perdagangan sebuah perusahaan untuk menjual produk hasil produksi ke luar negeri dengan harga lebih rendah secara acak atau sporadic dibandingkan harga jual di dalam negeri. Sporadic dumping ini dilakukan biasanya untuk mengatasi adanya kelebihan produksi di dalam negeri dengan melikuidasi kelebihan stok yang terkadang terjadi. Sebagai contoh dari sporadic dumping ini adalah petani Asia yang membuang anak-anak ayam ke laut karena produksi yang terlalu banyak. Namun, metode lain pun dilakukan yaitu dengan ‘membuang’ suplai yang berlebih tersebut ke pasar asing dimana produk tersebut biasanya tidak dijual.
Selain contoh-contoh politik dumping di atas, masih ada contoh politik dumping lainnya yang pernah terjadi di Indonesia dalam rangka menjalankan peran indonesia dalam hubungan internasional di bidang perdagangan internasional. Misalnya saja kasus tuduhan praktik dumping yang dilakukan oleh Indonesia pada sengketa produk kertas dengan Korea Selatan. Dalam kasus ini, Indonesia sebagai negara yang turut mengikuti perdagangan internasional sekaligus anggota WTO (World Trade Organization), pernah dituduh melakukan praktik dumping pada produk kertas yang dijual ke Korea Selatan.
Pada mulanya, industri kertas di Korea Selatan membuat petisi anti dumping terhadap produk kertas Indonesia kepada Korean Trade Commission (KTC) pada 30 September 2002. Produses kertas yang dikenakan tuduhan adalah PT. Indah Kiat Pulp & Paper Tbk., PT. Pindo Deli Pulp & Mills, PT. Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk., dan April Pine Paper Trading Pte. Ltd. Ada 16 jenis produk kertas Indonesia yang dikenai tuduhan dumping tersebut, dimana produk-produk ini termasuk dalam jenis uncoated paper and paper board used for writing, printing or other graphic purpose, serta carbon paper, self copy paper and other copying atau transfer paper.
Dalam penyelesaian sengketa dumping ini, Indonesia melakukan konsultasi dengan Korea Selatan yang selanjutnya berlanjut dengan Pembentukan Panel sebagai dampak dari tidak bisa diraihnya kesepakatan atau titik temu dalam konsultasi tersebut. Dalam menjalankan fungsi WTO, DSB WTO kemudian membuat pernyataan bahwa Korea Selatan telah melanggar ketentuan dalam persetujuan anti dumping dalam mengenakan bea masuk anti dumping terhadap produk kertas yang diekspor Indonesia. DSB WTO juga menyatakan bahwa KTC terbukti melakukan pelanggaran dalam kasus sengketa ini. Tidak hanya itu, DSB WTO juga membuat rekomendasi supaya Korea Selatan meninjau kembali kebijakannya mengenakan BMAD terhadap produk kertas dari Indonesia serta melakukan penyesuaian sesuai dengan kewajiban-kewajiban yang telah diatur dalam perjanjian WTO. Selain itu, ada juga contoh politik dumping lainnya yang terjadi di Indonesia. Contohnya adalah sebagai berikut:
- Pada penjualan handphone dengan merek Xiaomi yang memiliki harga lebih murah di Indonesia dibandingkan harga jual Xiaomi di negara asalnya yaitu Cina.
- Kegiatan ekspor sutera dari Cina ke India dengan harga murah, padahal India juga merupakan negara penghasil sutera.
- Dominasi terigu Turki di Indonesia pada tahun 2009 akibat harga terigu yang diimpor dari Turki lebih murah.
- Penjualan ban dari Cina di Amerika dengan harga lebih murah dibanding harga pasar di Amerika.
- Jepang yang menjual produk mobil, motor, dan alat-alat elektronik lainnya dengan harga mahal di dalam negeri, namun sangat murah di luar negeri. Tujuan Jepang melakukan hal ini bisa karena untuk mengatasi produksi yang berlebihan, menguasai pasar luar negeri dan untuk mencapai target pemasaran dan penjualan.
- Cina menjual produk karpet di Indonesia dengan harga lebih rendah dibandingkan harga jual karpet produksi Indonesia sendiri.
Contoh-contoh politik dumping di atas menyadarkan kita bahwa perdagangan internasional tidak selalu berdampak baik untuk sisi perekonomian dalam negeri. Persaingan yang tidak sehat, jika tidak diawasi dan ditangani dengan tepat, dapat justru mengganggu produk dalam negeri untuk menjadi tuan rumah di negara sendiri dan menjadi contoh ancaman non militer di bidang ekonomi. Kita sebagai konsumen pun sebaiknya lebih bijak dalam memilih produk untuk dibeli. Tidak hanya dengan mempertimbangkan harga, tapi hendaknya juga mempertimbangkan dampak jangka panjang bagi perekonomian Indonesia. Terlebih salah satu isi dalam fungsi Garis Besar Haluan Negara dalam hal hukum keuangan negara adalah untuk mengembangkan ekonomi global dengan mengoptimalkan industri kecil untuk menunjang keuangan negara. Demikian pembahasan mengenai contoh politik dumping dengan jenis-jenis dumping yang ada di perdagangan internasional. Semoga artikel ini bermanfaat, ya!