Darul Islam adalah perang yang dilancarkan antara 1949 dan 1962 oleh Negara Islam Indonesia, umumnya dikenal sebagai Darul Islam , untuk mendirikan negara Islam di Indonesia seperti arti dan peranan lambang garuda pancasila dalam terbentuknya. Pemberontakan dimulai ketika Sekarmadji Maridjan Kartosuwirjo , seorang nasionalis yang melawan Belanda selama Revolusi Nasional Indonesia , menolak mengakui Republik Indonesia yang baru. Sebaliknya, ia memproklamasikan berdirinya Negara Islam Indonesia pada 7 Agustus 1949.
Kartosuwirjo memimpin perang Darul Islam melawan pemerintah Indonesia selama 13 tahun sebelum ia ditangkap oleh Tentara Indonesia pada tahun 1962 dan dieksekusi pada tahun 1965. Setelah ia ditangkap, Kartosuwirjo mengeluarkan perintah agar para pengikutnya menyerah, meskipun beberapa kantong perlawanan tetap di Sulawesi Tenggara. sampai 1965.
Latar Belakang Pemberontakan APRA
Setelah Jepang menyerah pada 1945, mengakhiri Perang Dunia II , Soekarno memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, dan menjadi presiden pertama bangsa. Sementara Jepang segera meninggalkan bekas Hindia Belanda , Belanda kembali untuk merebut kembali bekas koloni pada tahun 1946. Milisi Indonesia bertempur melawan Belanda selama tiga tahun dalam Revolusi Nasional Indonesia. Salah satu milisi Divisi Siliwangi Angkatan Darat Indonesia, yang berbasis di Jawa Barat dipimpin oleh Kartosuwirjo, yang pada awalnya mendukung Jepang selama tiga tahun pendudukan mereka.
Belanda dan Republik Indonesia menandatangani Perjanjian Linggarjati pada tanggal 25 Maret 1947. [2] Perjanjian tersebut memberi kendali Republik atas pulau-pulau Jawa , Sumatra dan Madura , sementara Belanda menguasai pulau-pulau lainnya. Namun, Belanda melanggar perjanjian dengan meluncurkan Produk Operasi dan menyerang wilayah Indonesia, dan Kartosuwirjo menyerukan perang suci melawan Belanda seperti fungsi dan tujuan TNI.
Berdasarkan Perjanjian Renville , yang diratifikasi oleh Republik dan Belanda pada tanggal 19 Januari 1948, semua pasukan Indonesia mundur dan pindah dari Jawa Barat ke Jawa Tengah ( Jogja ). Kartosuwirjo melihat perjanjian tersebut sebagai kegagalan strategi diplomatik Indonesia karena mengurangi kedaulatan Republik. Karena itu ia memerintahkan pasukannya untuk terlibat dalam perang gerilya melawan Belanda sebagai perang suci untuk melindungi kemerdekaan Indonesia. Revolusi berakhir pada 27 Desember 1949, setelah Konferensi Meja Bundar Belanda-Indonesia, di mana Belanda secara resmi mengakui Republik Indonesia.
Awal pemberontakan APRA
Ketika Indonesia memperoleh kembali menyiapkan upaya persiapan kemerdekaan Indonesia dari Belanda pada tahun 1949, Kartosuwirjo menolak untuk membubarkan milisinya. Dia memproklamasikan berdirinya Negara Islam Indonesia pada 7 Agustus 1949, dan menyebut dirinya sebagai imamnya. Kelompoknya didukung oleh banyak orang Indonesia, termasuk Daud Beureueh , gubernur Aceh , yang akan menjadi wakil imam kelompok itu pada tahun 1955. (Beureueh menyerah kepada pemerintah pada tahun 1957.) Unsur-unsur Angkatan Darat Indonesia sepi dan bergabung dengan Darul Islam.
Kartosuwirjo juga membentuk aliansi dengan Raymond Westerling , seorang mantan perwira di Angkatan Darat Hindia Belanda Kerajaan yang memimpin pemberontakan, yang dikenal sebagai Legiun Ratu Adil (APRA), melawan pemerintah Indonesia. APRA dengan cepat dikalahkan oleh Tentara Indonesia di benteng militer di Bandung , dan Westerling melarikan diri ke Singapura pada tahun 1950. Mantan tentara APRA yang menolak menyerah kepada pemerintah bergabung dengan Darul Islam.
Pada tahun 1952, Qahar Muzzakar, mantan pengawal presiden Soekarno, meninggalkan dan memimpin pemberontakan di Sulawesi Tengah dan Selatan . Dia awalnya ingin menciptakan kelompok militan sendiri, tetapi malah bergabung dengan Darul Islam pada tahun 1953. Darul Islam juga didukung oleh kelompok pemberontak lain yang menentang pemerintah pusat, seperti Permesta dan PRRI seperti contoh integrasi Nasional.
Anggota Darul Islam telah mencoba beberapa kali untuk membunuh Sukarno. Pada tanggal 9 Maret 1960, Mig-17 dari Angkatan Udara Indonesia , diterbangkan oleh Letnan penerbangan Daniel “Tiger” Maukar, berusaha untuk membunuh Soekarno dengan menembakkan 23 × 115mm putaran di Istana Merdeka . Namun, Soekarno tidak ada di istana pada saat itu. Maukar menerbangkan pesawatnya ke Garut, di mana dia akan dijemput oleh anggota Darul Islam lainnya, tetapi tentara menangkapnya sebelum dia bisa melarikan diri. Maukar diadili dan dijatuhi hukuman mati. Soekarno secara pribadi mengampuninya dan mengubah hukumannya menjadi penjara seumur hidup .
Pembubaran dan Kejadian Setelahnya
Mulai tahun 1956, pemerintah melanjutkan serangan terhadap Darul Islam. Kelompok itu sangat lemah setelah para pemimpin utamanya tewas atau ditangkap, dan banyak anggota menyerah. Pemerintah memperoleh kembali kekuasaan penuh Aceh pada tahun 1957 setelah cabang lokal Darul Islam menyerah. Fraksi-fraksi di Kalimantan Selatan bubar pada 1959 setelah pemimpin mereka tewas. Pada 1962, hanya ada kantong-kantong perlawanan di Jawa Barat dan Sulawesi Selatan.
Pada bulan Juni 1962, Kartosuwirjo ditangkap oleh tentara di tempat persembunyiannya di Garut. Dia diadili, dijatuhi hukuman mati, dan dieksekusi tiga tahun kemudian di Kepulauan Seribu. Selama berada di penjara, Kartosuwirjo memerintahkan pengikutnya untuk menyerah. Band Darul Islam terakhir, di Sulawesi Tenggara , melakukannya pada tahun 1965.
Bahkan setelah kelompok itu dibubarkan, beberapa orang Indonesia terus mendukung ideologinya. Bersama dengan beberapa mantan anggota Darul Islam, mereka membentuk Komando Jihad , yang berkembang menjadi kelompok teroris masa kini Jemaah Islamiyah. Selain itu, pada tahun 1976, mantan anggota Darul Islam Hasan di Tiro menciptakan Gerakan Aceh Merdeka, yang berusaha memisahkan provinsi Aceh dari Indonesia. Di Tiro mengobarkan perang melawan pemerintah Indonesia selama 38 tahun sebelum akhirnya menandatangani perjanjian damai di Helsinki pada Agustus 2005.
Dampak Pemberontakan APRA
Adanya pemberontakan ini memberikan beragam hal baik itu dampak positif maupun yang negatif. Berikut beberapa dampak pemberontakan APRA:
1. Banyaknya Tentara Yang Gugur
Salah satu dampak yang sangat disayangkan dan dirsakan secara langsung dnegan adanya gerakan pemberontakan APRA adalah tewasnya banyak tentara Indonesia. Banyaknya tentanra yang gugur ini menjadi salah satu dampak yang negatif yang juga menjadi hal yang merugikan bagi pemerintahan RI kala itu. Jumlah tentara yang gugur ini diakibatkan adanya pemberontakan dan perlawanan yang terjadi dan salah satu korban diantara banyaknya tentara tersebut adalah Letnan Kolonel Lembong.
Sementara maslaah keguguran dari banyaknya tentara juga menjadi dampak negatif yang memiliki pengaruh besar. salah satu dampak langsung lainnya adalah suasana kota bandung yang kian mencekam setelah dikuasai selama beberapa jam. Tidak hanya menewaskan 79 orang dari anggota APRIS. Bahkan masyarakat biasa juga menjadi korban dari pemberontakan APRA ini.
Ini tentunya adalah salah satu hal yang sangat disayangkan yang mencoreng nama sejarah dan melahirkan beragam hal buruk termasuk rasa kehilangan dan berduka yang teramat dalam kala itu. Baik dipihak rakyat maupun anggota keluarga dari banyaknya tentara yang berguguran. Ini menyebabkan suasana yang kian mencekam dan diliputi dengan kesedihan yang melanda seluruh warga negara khususnya yang saat itu sedang ada di daerah Bandung dan sekitarnya. Karena banyaknya perlawanan yang menewaskan para anggota tentara terbaik.
2. Meningkatnya Rasa Persatuan dan Kesatuan Masyarakat
Meninggalkan masalah kecaman dan rasa tidak nyaman akibat banyaknya yang berguguran saat terjadinya pemberontakan APRA. Salah satu dampak positif yang terjadi adalah adanya peningkatan dari rasa saling memiliki, persatuan dan kesatuan dari seluruh masyarakat Indonesia kala itu. Bahkan rasa untuk saling menjaga, berjuang dna mengayomi meningkat drastis setelah adanya tragedi pemberontakan APRA. ini secara spontan memupuk rasa Partiotisme dan Nasionalisme yang amat sangat tinggi.
3. Kehidupan Masyarakat Yang Terganggu
Adanya pemberontakan APRA ini menyebabkan terganggunya kehidupan dari masyarakat dikarenakan teror yang terjadi akibar penyerangan langsung ke kota Bandung. Saking menyeramkannya, pasukan APRA yang menyerbu dan memasuki kota Bandung akan membunuh secara langsung siapapun yang sedang menggenakan seragam TNI ini menyebabkan banyaknya mayar TNI yang tergeletak dijalanan. Ini menyebabkan kengerian tersendiri bagi masyarakat terutama para keluarga tentara yang akan mendapati banyak mayat yang bergelimpangan di jalanan karena penyerbuan dari anggota APRA tersebut.
4. Keuangan Negara Yang Menurun
Dampak lain dari pemberontakan APRA ini adalah masalah tersedotnya keungan negara yang digunakan dalam pembiayaan operasi militer untuk menumpas APRA kala itu. APRA yang kala itu hadir dan meneror banyak orang tidak hanya merugikan dalam masalah keamanan negara namun juga membuat kondisi keuangan negara menjadi sedikit berantakan akibat ulah mereka. Pemerintah terpaksa mengeluarkan sejumlah dana agar bisa membiayai petugas dan membuat sebuah kekuatan penyatuan dalam membasmi para pengikut dna anggota APRA.
5. Keamanan Yang Terganggu
Jelas ini akan menganggu keamanan negara yang terjadi akibat APRA yang kian meraja lela. Para tentara yang dibasmi dengan semena-mena menyebabkan banyak kengerian di mana-mana. Ini menyebabkan suasana yang sedikit meneror dan kemanan yang harus diketatkan untuk menjaga agar tidak banyak tumpah para korban baru dari pemberontakan APRA. Ini juga menyebabkan suasana yang tidak bagus dan membuat para penegak hukum berusaha lebih keras dalam membangun dan menjaga ketentraman setelah timbulnya penyerangan dan pemberontakan oleh pihak APRA.
Tragedi yang ditimbulkan oleh pemberontakan APRA kala itu memang mengukir sejarah menyedihkan oleh pihak Indonesia. Tidak sedikit korban yang berjatuhan akibat adanya tindakan pemberontakan ini. Bahkan ini menimbulkan kengerian tersendiridi sepanjang sejarah kemerdekaan Indonesia kelam bangsa indonesia dalam menghadapi banyaknya peperangan dan pemberontakan yang dilakukan oleh pihakdalam maupun pihak luar.
Walaupun bisa diantisipasi tetap saja menimbulkan banyak sejarah mengerikan dan menyedihkan yang menyisakan luka di sebagian keluarga yang anggota keluarganya menjadi korban kekejian pemberontakan tersebut. Nah, demikianlah penjabaran tentang dampak pemberontakan APRA, semoga pembahasan tentang penjabaran fakta bersejarah ini menjadi hal yang bisa digunakan sebagai sebuah media pembelajaran yang baik.