Presiden Soekarno dikenal sebagai The First President of Indonesia atau Presiden pertama bangsa Indonesia. Presiden yang akrab dipanggil Bung Karno oleh rakyat Indonesia ini lahir pada 6 Juni 1901 di Surabaya.
Lahir di Jawa ketika pulau itu merupakan bagian dari Hindia Belanda, Sukarno naik ke tampuk kekuasaan pada tahun 1949. Alih-alih mendukung sistem parlementer asli Indonesia, ia menciptakan “demokrasi terpimpin” di mana ia memegang kendali. Sukarno digulingkan oleh kudeta militer pada tahun 1965 dan meninggal dalam tahanan rumah pada tahun 1970.
Masa Muda
Soekarno lahir pada tanggal 6 Juni 1901 di Surabaya, dan diberi nama Kusno Sosrodihardjo. Orang tuanya kemudian menamainya Sukarno setelah dia selamat dari penyakit serius.
Ayah Sukarno adalah Raden Soekemi Sosrodihardjo, seorang bangsawan Muslim dan guru sekolah dari Jawa. Ibunya Ida Ayu Nyoman Rai adalah seorang Hindu dari kasta Brahmana dari Bali.
Sukarno muda bersekolah di sekolah dasar setempat sampai tahun 1912. Ia kemudian bersekolah di sekolah menengah Belanda di Mojokerto, diikuti pada tahun 1916 oleh sekolah menengah Belanda di Surabaya.
Pemuda itu dikaruniai ingatan fotografis dan bakat bahasa, termasuk bahasa Jawa, Bali, Sunda, Belanda, Inggris, Prancis, Arab, Bahasa Indonesia, Jerman, dan Jepang.
Pernikahan dan Perceraian
Semasa SMA di Surabaya, Soekarno tinggal bersama pemimpin nasionalis Indonesia Tjokroaminoto. Ia jatuh cinta dengan putri tuan tanahnya, Siti Oetari, yang dinikahinya pada 1920.
Tahun berikutnya, Sukarno pergi untuk belajar teknik sipil di Institut Teknik di Bandung dan jatuh cinta lagi. Kali ini, pasangannya adalah istri pemilik rumah kos Inggit, yang 13 tahun lebih tua dari Sukarno. Mereka masing-masing menceraikan pasangannya dan menikah satu sama lain pada tahun 1923.
Inggit dan Sukarno tetap menikah selama 20 tahun tetapi tidak pernah memiliki anak. Sukarno menceraikannya pada tahun 1943 dan menikahi seorang remaja bernama Fatmawati. Kemudian Fatmawati melahirkan lima anak, termasuk presiden wanita pertama Indonesia yakni, Megawati Sukarnoputri.
Pada tahun 1953, Presiden Sukarno memutuskan untuk berpoligami sesuai dengan hukum Islam. Ketika menikah dengan seorang wanita Jawa bernama Hartini pada tahun 1954, Ibu Negara Fatmawati sangat marah sehingga dia pindah dari istana kepresidenan.
Selama 16 tahun berikutnya, Sukarno mengambil lima istri tambahan: seorang remaja Jepang bernama Naoko Nemoto (nama Indonesia Ratna Dewi Sukarno), Kartini Manoppo, Yurike Sanger, Heldy Djafar, dan Amelia do la Rama.
Gerakan Kemerdekaan Indonesia
Sukarno mulai memikirkan tentang kemerdekaan Hindia Belanda ketika masih duduk di bangku SMA. Selama kuliah, ia membaca secara mendalam tentang filosofi politik yang berbeda, termasuk komunisme, demokrasi kapitalis, dan Islamisme, mengembangkan ideologi sinkretisnya sendiri tentang swasembada sosialis Indonesia. Dia juga mendirikan Algameene Studieclub untuk mahasiswa Indonesia yang berpikiran sama.
Pada tahun 1927, Sukarno dan anggota lain dari Algameene Studieclub mereorganisasi diri mereka sebagai Partai Nasional Indonesia (PNI), sebuah partai kemerdekaan anti-imperialis, anti-kapitalis. Sukarno menjadi pemimpin pertama PNI.
Sukarno berharap untuk meminta bantuan Jepang dalam mengatasi kolonialisme Belanda dan menyatukan berbagai bangsa di Hindia Belanda menjadi satu bangsa.
Polisi rahasia kolonial Belanda segera mengetahui tentang PNI, dan pada akhir Desember 1929, Sukarno dan anggota lainnya ditangkap. Dalam persidangannya, yang berlangsung selama lima bulan terakhir tahun 1930, Sukarno membuat serangkaian pidato politik yang berapi-api melawan imperialisme yang menarik perhatian luas.
Sukarno dijatuhi hukuman empat tahun penjara dan pergi ke Penjara Sukamiskin di Bandung untuk mulai menjalani hukumannya. Namun, liputan pers dari pidatonya begitu mengesankan faksi-faksi liberal di Belanda dan di Hindia Belanda sehingga Sukarno dibebaskan setelah hanya satu tahun. Ia juga menjadi sangat populer di kalangan masyarakat Indonesia.
Ketika Sukarno berada di penjara, PNI terpecah menjadi dua faksi yang berlawanan. Satu partai, Partai Indonesia , lebih menyukai pendekatan revolusi yang militan, sedangkan Pendidikan Nasional Indonesia (PNI Baroe) menganjurkan revolusi yang lambat melalui pendidikan dan perlawanan secara damai.
Namun Sukarno lebih setuju dengan pendekatan Partai Indonesia daripada PNI, sehingga ia menjadi ketua partai tersebut pada tahun 1932 setelah dibebaskan dari penjara. Pada tanggal 1 Agustus 1933, polisi Belanda menangkap Sukarno lagi ketika sedang berkunjung ke Jakarta.
Pendudukan Jepang
Pada bulan Februari 1942, Tentara Kekaisaran Jepang menyerbu Hindia Belanda. Terputus dari bantuan pendudukan Jerman di Belanda, kolonial Belanda dengan cepat menyerah kepada Jepang.
Belanda memaksa Sukarno kemudian menggiring Sukarno ke Padang, Sumatra, dan berniat mengirimnya ke Australia sebagai tawanan, tetapi terpaksa meninggalkannya untuk menyelamatkan diri saat pasukan Jepang mendekat. Komandan Jepang, Jenderal Hitoshi Imamura, merekrut Sukarno untuk memimpin Indonesia di bawah kekuasaan Jepang. Pada awalnya Sukarno senang untuk bekerja sama dengan Jepang dengan harapan untuk mengusir Belanda keluar dari Hindia Timur.
Namun, Jepang segera berubah perangainya dan menguasai jutaan pekerja Indonesia, terutama orang Jawa, sebagai pekerja paksa. Para pekerja romusha ini harus membangun lapangan terbang dan rel kereta api serta menanam tanaman untuk Jepang.
Mereka bekerja sangat keras dengan sedikit makanan atau air dan secara teratur dianiaya oleh para pengawas Jepang, yang dengan cepat memperburuk hubungan antara orang Indonesia dan Jepang. Sukarno tidak akan pernah menyia-nyiakan kerjasamanya dengan Jepang.
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Pada bulan Juni 1945, Sukarno memperkenalkan Pancasila lima poin , atau prinsip-prinsip Indonesia merdeka. Diantaranya adalah kepercayaan kepada Tuhan tetapi toleransi terhadap semua agama, internasionalisme dan kemanusiaan yang adil, persatuan seluruh Indonesia, demokrasi melalui konsensus, dan keadilan sosial untuk semua.
Pada tanggal 15 Agustus 1945, Jepang menyerah kepada Sekutu . Pendukung muda Sukarno mendesaknya untuk segera memproklamasikan kemerdekaan, tetapi dia khawatir akan pembalasan dari pasukan Jepang masih ada. Pada tanggal 16 Agustus, para pemimpin pemuda yang tidak sabar menculik Sukarno dan kemudian meyakinkannya untuk mendeklarasikan kemerdekaan pada hari berikutnya.
Pada tanggal 18 Agustus pukul 10 pagi, Sukarno berbicara kepada 500 orang di depan rumahnya dan menyatakan Republik Indonesia merdeka, dengan dirinya menjabat sebagai presiden dan temannya Mohammad Hatta sebagai wakil presiden. Ia juga mengumumkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang didalamnya terdapat Pancasila.
Meskipun tentara Jepang masih di negara Indonesia dan mencoba untuk menekan berita deklarasi, namun berita menyebar dengan cepat melalui selentingan. Satu bulan kemudian, pada tanggal 19 September 1945, Sukarno berbicara kepada lebih dari satu juta orang di Lapangan Merdeka di Jakarta.
Pemerintah kemerdekaan yang baru menguasai Jawa dan Sumatera, sementara Jepang mempertahankan kekuasaannya di pulau-pulau lain; Belanda dan Kekuatan Sekutu lainnya belum juga muncul.
Sukarno Mengambil Kekuasaan
Pada bulan Agustus 1950, bagian terakhir dari Indonesia merdeka dari Belanda. Peran Sukarno sebagai presiden sebagian besar bersifat seremonial, tetapi sebagai “Bapak Bangsa” ia memiliki banyak pengaruh.
Negara baru menghadapi sejumlah tantangan; Muslim, Hindu, dan Kristen bentrok; etnis Tionghoa bentrok dengan orang Indonesia; dan Islamis berperang dengan komunis pro-ateis. Selain itu, militer dibagi antara pasukan terlatih Jepang dan mantan pejuang gerilya.
Pada Oktober 1952, para mantan gerilyawan mengepung istana Sukarno dengan tank-tank, menuntut agar parlemen dibubarkan. Sukarno keluar sendirian dan memberikan pidato, yang meyakinkan militer untuk mundur.
Namun, pemilihan umum baru pada tahun 1955 tidak melakukan apa pun untuk meningkatkan stabilitas di negara itu. Parlemen terbagi di antara semua faksi yang bertikai dan Sukarno khawatir seluruh tampuk kepemimpinannya akan runtuh.
Kudeta Suharto
Meskipun Sukarno tampaknya telah mencengkeram Indonesia dalam kepalan tangan, koalisi dukungan militer/komunisnya rapuh. Militer membenci pertumbuhan pesat komunisme dan mulai mencari aliansi dengan para pemimpin Islam, yang juga tidak menyukai komunis pro-ateisme.
Merasa bahwa militer semakin kecewa, Sukarno mencabut darurat militer pada tahun 1963 untuk mengekang kekuasaan Angkatan Darat.
Pada April 1965, konflik antara militer dan komunis meningkat ketika Sukarno mendukung seruan pemimpin komunis Aidit untuk mempersenjatai kaum tani Indonesia. Intelijen AS dan Inggris mungkin atau tidak menjalin kontak dengan militer di Indonesia untuk menjajaki kemungkinan menjatuhkan Sukarno.
Sementara itu, rakyat biasa sangat menderita karena hiperinflasi melonjak hingga 600%; Sukarno tidak terlalu peduli dengan ekonomi dan tidak berbuat apa-apa terhadap situasi.
Pada siang hari tanggal 1 Oktober 1965, ” Gerakan 30 September ” pro-komunis menangkap dan membunuh enam jenderal senior Angkatan Darat. G-30-S mengklaim bahwa mereka bertindak untuk melindungi Presiden Sukarno dari kudeta Angkatan Darat yang akan datang. Ia mengumumkan pembubaran parlemen dan pembentukan “Dewan Revolusi”.
Mayor Jenderal Suharto dari Komando Cadangan Strategis mengambil alih Angkatan Darat pada tanggal 2 Oktober, setelah dipromosikan ke pangkat panglima militer oleh Sukarno yang enggan, dan dengan cepat mengatasi kudeta komunis. Suharto dan sekutu Islamnya kemudian memimpin pembersihan komunis dan sayap kiri di Indonesia, menewaskan sedikitnya 500.000 orang di seluruh negeri dan memenjarakan 1,5 juta.
Sukarno berusaha mempertahankan kekuasaannya dengan mengimbau rakyat melalui radio pada Januari 1966. Demonstrasi mahasiswa besar-besaran pecah, dan seorang mahasiswa ditembak mati dan dijadikan martir oleh Angkatan Darat pada Februari.
Pada 11 Maret 1966, Sukarno menandatangani Perintah Presiden yang dikenal sebagai Supersemar yang secara efektif menyerahkan kendali negara kepada Jenderal Suharto. Beberapa sumber mengklaim dia menandatangani perintah di bawah todongan senjata.
Suharto segera membersihkan pemerintah dan Angkatan Darat dari loyalis Sukarno dan memulai proses pemakzulan terhadap Sukarno atas dasar komunisme, kelalaian ekonomi, dan “degradasi moral”—sebuah referensi untuk wanita terhadap Sukarno.
Kematian
Pada 12 Maret 1967, Sukarno secara resmi digulingkan dari kursi kepresidenan dan ditempatkan di bawah tahanan rumah di Istana Bogor. Rezim Suharto tidak memberinya perawatan medis yang layak, sehingga Sukarno meninggal karena gagal ginjal pada 21 Juni 1970, di Rumah Sakit Angkatan Darat Jakarta. Ketika meninggal Sukarno menginjk usia 69 tahun.
Warisan
Sukarno meninggalkan Indonesia merdeka—suatu pencapaian besar dalam skala internasional. Di sisi lain, meski direhabilitasi sebagai tokoh politik yang disegani, Sukarno juga menciptakan sederet persoalan yang terus mendera Indonesia saat ini. Putrinya, Megawati, menjadi presiden kelima Indonesia.