Bebas dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti lepas sama sekali atau tidak terhalang, terganggu dari apapun. Kata bebas berarti juga memungkinkan seseorang dapat berbicara dan bertindak sesuai dengan keinginannya sebagai seorang individu. Kata ini seringkali diartikan sebagai sebuah perilaku pada kehidupan manusia dalam bermasyarakat. Dalam aspek lain, kata ini juga dapat ditarik dalam sebuah topik pembicaraan tentang hukum.
Negara Indonesia adalah negara hukum, sesuai dengan pernyataan yang tertuang pada UUD 1945 Pasal 1 ayat 3. Indonesia juga mempunyai Sistem Pemerintahan Indonesia Orde Lama dan Sistem Pemerintahan Orde Baru yang sering kita kenal. Sebagai negara hukum, Indonesia menjunjung tinggi keadilan untuk masyarakat Indonesia tanpa terkecuali. Dukungan dalam hukum pun diwujudkan dalam sebuah sistem peradilan yang dimiliki Indonesia melalui keberadaan lembaga-lembaga peradilan dan fungsi lembaga peradilan. Lembaga-lembaga peradilan mempunyai kewenangan dalam menentukan keadilan bagi setiap permasalahan yang ada dalam masyarakat di Indonesia.
Lembaga peradilan merupakan lembaga yang dibentuk oleh pemerintah Indonesia untuk memutuskan perkara pidana maupun perdata sebagai wujud penegakan hukum. Lembaga peradilan dibentuk untuk menjadim dan melindungi kebebasan dan hak-hak asasi yang dimiliki oleh manusia serta untuk mencegah tindakan sewenang-wenang dalam menjalankan proses hukum. Dalam melaksanakan tugasnya, lembaga peradilan menganut berbagasi asas dalam melaksanakan fungsinya yaitu asas bebas, jujur, dan tidak memihak sesuai dengan UU No. 8 Tahun 1981. Pada kesempatan ini, kita akan membahas salah satu asas dalam sistem peradilan di Indonesia secara lebih mendalam, yaitu asas bebas.
Sistem Peradilan di Indonesia Menurut Asas Bebas
Seperti yang kita ketahui, bebas bukan berarti berhak melakukan sesuatu sebebas-bebasnya tanpa disertai dengan tanggung jawab, begitu juga dengan lembaga peradilan di Indonesia. Kebebasan yang dimiliki oleh lembaga peradilan di Indonesia juga mempunyai Tujuan dan Fungsi Negara Indonesia diatur dalam undang-undang. Pengaturan dalam undang-undang bukan berarti untuk membatasi kebebasan lembaga peradilan dalam memutuskan suatu perkara melainkan untuk memperkuat asas bebas yang dianut oleh lembaga peradilan. Pembatasan kebebasan dan kewenangan lembaga peradilan tertuang pada UUD 1945 Pasal 24. Asas ini menjadi salah satu dasar bagi lembaga peradilan untuk menentukan keputusan yang seadil-adilnya terhadap proses hukum yang berjalan.
Dalam negara demokrasi seperti Indonesia, asas bebas harus melekat pada lembaga peradilan dalam melaksanakan tugasnya. Sistem hukum internasional sama jika kita bandingkan dengan sistem peradilan di Indonesia yang mempunyai tujuan. Asas peradilan yang bebas merupakan titik pusat negara hukum yang menganut paham Rule of Law di mana hukum ditegakkan dengan seadil-adilnya dan tidak memihak manapun. Dalam lembaga peradilan, mengadili merupakan sekumpulan atau serangkaian tindakan yang dilakukan oleh hakim untuk menerima, memeriksa, dan memutus suatu perkara. Tindakan yang dilakukan oleh hakim saat mengadili seseorang didasarkan pada asas bebas. Asas bebas dalam pelaksanaan fungsi lembaga peradilan di Indonesia antara lain sebagai berikut.
Bebas dalam mengadili bukan berarti bebas memutuskan vonis sesuai dengan keinginan lembaga peradilan. Bebas dalam mengadili yang berarti adalah Pemerintah yang Berdaulat tentunya juga mempertimbangkan kajian hasil fakta yang ada. Bebas dalam mengadili mempunyai arti bahwa seorang hakim mempunyai wewenang untuk memberikan vonis kepada yang bersalah di meja peradilan. Seorang hakim tidak bisa diintervensi oleh orang lain, termasuk oleh orang-orang yang berada dalam lembaga peradilan itu sendiri. Arti bebas dalam mengadili dari sistem peradilan di Indonesia:
Bebas dalam mengadili juga berarti harus bisa membebaskan diri manakala diperhadapkan dengan kasus yang menyentuh perasaan pribadi hakim itu sendiri. Sebagai lembaga peradilan yang dibentuk dengan berdasarkan pada asas bebas, lembaga peradilan berhak menentukan vonis atau hukuman sesuai dengan perbuatan yang dilakukan oleh pelaku. Penentuan vonis atau hukuman harus bebas dari pandangan terhadap suku, agama, ras, dan antar golongan yang dimiliki oleh pelaku.
Lembaga peradilan mempunyai hak untuk menjalankan proses hukum sesuai dengan kewenangan yang dimiliki oleh lembaga peradilan tersebut. Proses pelaksanaan hukum yang dilakukan oleh lembaga peradilan harus bebas dari campur tangan pihak lain. Pihak lain yang dimaksud adalah pihak-pihak di luar lembaga peradilan yang tidak memiliki kewenangan secara yuridis untuk ikut campur dalam berlajannya suatu proses hukum. Sebagai contoh, ketika lembaga peradilan sedang menjalankan proses hukum tindak pidana pencurian, maka pihak yang berhak ikut andil adalah kepolisian, pengadilan, dan lembaga bantuan hukum. Pihak lain seperti organisasi masyarakat tidak berhak untuk ikut campur dalam jalannya proses hukum.
Lembaga peradilan merupakan lembaga yang mempunyai wewenang khusus dalam menyelesaikan menjalankan proses hukum. Jalannya proses hukum yang dilakukan tidak bisa diintervensi oleh pihak manapun. Peranyataan ini diperkuat dalam UU No. 48 Tahun 2009 yang mengatur tentang Kekuasaan Kehakiman. Jika pihak lain yang tidak mempunyai wewenang secara yuridis melakukan intervensi, lembaga peradilan berhak untuk menuntut pihak tersebut sesuai dengan peraturan atau undang-undang yang berlaku.
Selain dari bebas dalam mengadili dan bebas dari campur tangan pihak lain, asas bebas dalam sistem peradilan juga mempunyai cakupan yang lain dalam mendukung jalannya proses hukum. Cakupan dalam asas bebas ini menyangkut tentang pelaksanaan proses hukum itu sendiri. Adapun cakupan asas bebas antara lain sebagai berikut.
Lembaga peradilan bebas untuk menantukan jalannya proses hukum. Namun kebebasan lembaga peradilan dalam menjalankan proses hukum bukan dilakukan dengan semaunya sendiri. Jalannya proses hukum diharapkan dilakukan dengan cepat dan sederhana agar tidak terkesan berbelit-belit dalam menentukan hasil akhir dari proses hukum yang dijalankan.
Lembaga peradilan juga dibebaskan untuk menentukan biaya yang diperlukan dalam menjalankan proses hukum. Kebebasan dalam mengatur biaya tentunya juga didasrkan pada efisiensi dan efektifitas anggaran melalui prinsip sedikit biaya, hasil memuaskan. Biaya yang diperlukan oleh lembaga peradilan untuk menyelesaikan suatu proses hukum juga harus dapat dipertanggung jawabkan kepada lembaga yang berwenang.
Cakupan asas bebas berupa jujur dan tidak memihak sama dengan asas bebas dalam mengadili. Lembaga peradilan diberikan kebebasan untuk mengungkapkan fakta-fakta secara jujur guna mendapatkan keputusan yang tepat dan berkeadilan. Kejujuran dalam pengungkapan fakta dilakukan untuk menghindari keberpihakan lembaga peradilan kepada pihak tertentu.
Itulah sekilas tentang asas bebas beserta cakupannya dalam sistem peradilan di Indonesia. Melalui pembahasan mengenai asas bebas beserta cakupannya, diharapkan pembaca sekalian dapat memahami bagaimana penerapan asas bebas oleh lembaga peradilan dalam menjalankan proses hukum. Semoga bermanfaat.
[accordion]
[toggle title=”Artikel Terkait” state=”closed”]
[/toggle]
[toggle title=”Artikel Lainnya”]
[/toggle]
[/accordion]
Badan usaha berdasarkan wilayah negara adalah badan usaha yang mana didalamnya dapat dikelompokkan dari asal…
Pemerintahan suatu negara memiliki banyak lembaga yang bertanggung jawab atas berbagai aspek administrasi negara. Lembaga-lembaga…
Para pendiri bangsa telah berkomitmen untuk mewujudkan cita-cita besar bangsa Indonesia, salah satu wujud komitmen…
Dari sudut pandang etimologi, kata "Otonomi" berarti mengatur sendiri atau memerintah sendiri. Pengertian Otonomi Daerah dapat…
Komitmen di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai "Tanggung jawab", perilaku bertanggung jawab dapat…
Pasal 18 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Negara Kesatuan Republik…