Sebagaimana diketahui Orde Lama merupakan sebutan bagi masa pemerintahan yang dipimpin oleh Presiden Soekarno. Dalam masa pemerintahan Orde Lama yang berlangsung antara tahun 1945 hingga 1968 tersebut, menggunakan dua sistem demokrasi yakni, sistem demokrasi liberal dan sistem demokrasi terpimpin yang tentunya berbeda dengan Demokrasi Era Reformasi yang membawa serta menginginkan perubahan secara total. Demokrasi Orde Lama masih didominasi dengan sistem yang dipengaruhi liberalisme bangsa penjajah.
Sistem Demokrasi Liberal / Parlementer (1950-1959)
Sistem parlementer merupakan sebuah sistem pemerintahan dimana parlemen memegang peran yang penting dalam proses pemerintahan. Dalam sistem tersebut presiden hanyalah sebagai simbol kepala negara saja dan tak memiliki kewenangan apapun terhadap proses pemerintahan dan tata negara. Karena semua hal tersebut di kendalikan oleh Perdana menteri selaku kepala pemerintahanan dalam sistem parlementer. Jadi setiap kewenangan dalam pemerintahan berada di tangan perdana menteri.
Demokrasi Parlementer merupakan masa kejayaan sistem demokrasi yang pernah ada di Indonesia. Hal tersebut dikarenakan hampir semua elemen demokrasi terpenuhi semua karakter-karakter utama perwujudannya dalam kehidupan poitik pada masa tersebut. Berikut diantaranya karakter utama tersebut:
- Lembaga perwakilan rakyat atau parlemen memiliki peranan penting dalam proses jalannya sistem perpolitikan. (baca juga: Fungsi Lembaga Politik di Indonesia)
- Akuntabilitas pemegang jabatan atau politisasi sangat tinggi,
- Kehidupan dalam berserikat atau berkumpul dalam sebuah partai mengalami perkembangan yang luar biasa pesat, hal tersebut tercermin dari sistem banyak partai (multy party sistem) yang diberlakukan hingga tercatat terdapat hingga 40 partai padda masa tersebut. (baca juga: Ciri-Ciri Masyarakat Politik Secara Umum)
- Pemilu yang dilaksanakan pada tahun 1955 berlangsung dengan menjunjung tinggi prinsip prinsip demokrasi.
- Hak-hak yang dimiliki masyarakat secara umum terlindungi. (baca juga:Ciri Ciri Demokrasi Pancasila di Indonesia)
Pada sistem demokrasi parlementer, kedudukan tugas, fungsi, dan wewenang Presiden dan wakil Presiden sebagai kepala negara hanya sebatas simbolis saja. Hingga dalam proses pelaksanaan demokrasinya hal tersebut menimbulkan ketidakstabilan dalam kehidupan bangsa dan negara terutama dalam segi politik. Disebabkan sering bergantinya kabinet maupun dewan menteri. Maka dari itu munculah berbagai dampak negatif, berikut diantaranya.
- Masa kerja kabinet umumnya memiliki waktu yang singkat hanya sekitar satu tahun, sehingga banyak program pemerintahan dalam jangka panjang tidak dapat tercapai dengan maksimal.
- Terjadinya konflik di internal angkatan bersenjata, yang terpecah menjadi dua. Disatu sisi mendukung presiden dan di sisi lain mendukung Wilopo. Hal tersebut yang kemudian berpotensi memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa seta menjadi penyebab lunturnya Bhinneka Tunggal Ika.
- Terjadi sebuah debat terbuka antara tokoh Masyumi yakni Isa Anshary dengan Presiden Soekarno, yang mendebatkan mengenai digantikannya kedudukan Pancasila dengan dasar negara dengan dasar yang lebih Islami sesuai sari’at islam. Hal tersebut menimbulkan kesan adanya ketegangan antara penguasa dengan umat islam.
- Banyak kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintahan melalui para menteri, nyatanya hanya untuk kepentingan partai atau golongan saja. Sehingga menyebabkan kerugian dalam segi ekonomi secara nasional serta banyak terjadi pergantian jabatan hanya karena tidak suka atau tidak sependapat dan bukan karena prestasi.
- Banyak terjadinya tindakan pemberontakan terhadap negara yang dilakukan oleh gerakan-gerakan yang anti pemerintah, seperti, PRRI dan Permesta.
Meskipun banyak ditemukan hal-hal yang negatif namunsistem demokrasi parlementer pun juga memiliki kelebihannya tersendiri, sebagaimana yang diungkapkan oleh Herbert Feith. Sebagaimana berikut diantaranya:
- Fungsi Lembaga peradilan dapat dijalankan dengan penuh kebebasan, bahkan saat menangani kasus-kasus yang menyangkut petinggi negara baik menteri, militer, maupun partai. (baca juga: Wewenang pengadilan tinggi dalam sistem peradilan)
- Dalam pelaksanakan programnya, pemerintah dinilai berhasil. Hal tersebut terlihat di bidang pendidikan, terjadinya peningkatan dalam sektor produksi, ekspor, juga mampu dalam mengendalikan laju inflasi.
- Peran Indonesia Dalam Gerakan Non Blok, Pemerintah serta rakyat Indonesia secara menyeluruh dapat ikut berperan dalam menyelenggarakan Konferensi Asia-Afrika (KAA) di Bandung pada bulan April 1955.
- DPR dan pemerintah dapat bekerjasama dengan baik dalam menyelesaikan banyak persoalan.
- Terjadinya peningkatan kehidupan sosial di masyarakat, hal tersebut seiring pesatnya pertumbuhan sekolah-sekolah.
- Sangat jarang terjadi konflik antarumat beragama. (baca juga: Pengertian Konflik Menurut Para Ahli)
- Pemerintah memberikan perlindungan sepenuhnya terhadap warga Tionghoa.
- Kebebasan dalam menyuarakan pendapat serta aspirasi dalam pers diberikan sepenuhnya oleh pemerintah.
Sistem Demokrasi Terpimpin (1960-1965)
Sejak Dekrit Presiden resmi dikeluarkan pada 5 Juli 1959, maka berakhirlah masa pemerintahan yang menggunakan sistem demokrasi parlementer atau liberal. Mulai dari saat tersebut, sistem pemerintahan secara resmi berganti dan mulai menggunakan sistem demokrasi terpimpin. Sistem pemerintahan demokrasi terpimpin ini dicetuskan pertama kalinya oleh Presiden Soekarno. Demokrasi terpimpin merupakan sebuah masa dimana istilah demokrasi dipahami dan juga dijalankan sebagaimana dengan pemahaman serta kebijakan pepimpin besar revolusi yakni presiden Soekarno. (baca juga: Sistem Demokrasi di Indonesia Dari Masa ke Masa)
Sistem pemerintahan demokrasi terpimpin terjadi disebabkan oleh ketidakpuasan Presiden Soekarno terhadap partai-partai politik yang kala itu yang dirasa hanya mementingkan ideologi dan kepentingan kelompoknya saja. Dan hal tersebut sangatlah bertolak belakang dengan kepribadian bangsa yang majemuk dan berjiwa kekeluargaan. Dalam pelaksaannya, demokrasi terpimpin berdasar pada Pancasila dan UUD Republik Indonesia Tahun 1945. (baca juga: Fungsi Pokok Pancasila sebagai Dasar Negara dan Ideologi Negara)
Berikut beberapa poin penting yang dilasanakan dalam masa demokrasi terpimpin yang dikendalikan oleh presiden Soekarno, diantaranya:
- Dibentuknya MPRS melalui penetapan presiden no. 2 tahun 1959. (baca juga: Tugas dan Fungsi MPR di Indonesia)
- Dibubarkannya lembaga negara DPR yang kemudian digantikan dengan DPR GR (Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong). Hal tersebut terjadi karena DPR menolak usulan yang diajukan oleh pemerintah.
- Dibentuknya Dewan Pertimbangan Agung Sementara. (baca juga: Fungsi GBHN dalam Pembangunan Nasional)
- Dibentuk sebuah lembaga negara yang tidak inkonstitusionsl sesuai UUD 1945, yakni Front Nasional yang dipimpin langsung oleh Presiden.
- Pembentukan kabinet kerja yang berhasil mencetuskan sebuah program kerja yang dinamakan Triprogram Kabinet Kerja.
Namun pada kenyataannya pelaksanaan demokrasi terpimpin terjadi penyimpangan dari ciri ciri demokrasi Pancasila dan prinsip negara hukum yang sesungguhnya menurut UUD 1945. Sebagaimana berikut:
- Sistem kepartaian yang tidak lagi jelas,
- Peranan DPR-GR sebagai lembaga legisltif dalam sistem perpolitikan nasional menjadi kian melemah, karena pada kenyataanya mendapat intervensi dari presiden, (baca juga: Fungsi DPR RI : Menurut UUD 1945 dan Penjelasannya)
- Basic Human Rights atau Hak Asasi Manusia sangat lemah sehingga presiden Soekarno kala itu dengan mudah menyingkirkan lawan-lawan politiknya baik yang tidak sesuai dengan kebijakan yang dikeluarkannya maupun pihak yang memiliki keberanian untuk menentang kebijakannya tersebut. (baca juga: Pelanggaran Hak Warga Negara Indonesia)
- Masa puncak anti kebeasan pers, hal tersebut ditandai dengan pemberangusan terhadap harian Abdi milik Masyumi dan harian Pedoman dari PSIN.
- Sentralisasi kekuasaan semakin dominan dalam proses hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.