Pembagian kekuasaan pemerintahan di Indonesia telah lama diterapkan. Hal itu untuk menjaga pemerintahan yang adil dan jauh dari monopoli politik. Oleh karena itu, dibentuklah lembaga tinggi negara yang berperan menjalankan tugas dan wewenang di bidang masing – masing. Walaupun mempunyai tugas dan wewenang yang berbeda, lembaga tinggi negara tersebut mempunyai kedudukan yang sama. Tugas dan wewenang lembaga tinggi negara justri mempunyai funsi yang saling melengkapi. Gambaran singkatnya, lembaga legislative adalah lembaga yang membuat perundang-undangan. Lembaga eksekutif adalah lembaga yang melaksanakan perundang-undangan. Sedangkan lembaga yudikatif adalah lembaga yang mengawasi jalannya perundang-undangan. Selain itu ada juga lembaga eksaminatif yang bertugas mengawasi jalannya pengelolaan keuangan negara.
Pada artikel ini, kita akan membahas lebih jauh tentang tugas dan wewenang dari lembaga yudikatif. Seperti yang telah kita ketahui, lembaga yudikatif di Indonesia meliputi tiga lembaga. Lembaga tersebut adalah Mahkamah Agung, tugas Mahkamah Konstitusi, dan Komisi Yudisial. Oleh karena itu, kita akan bahas satu persatu untuk mengetahui tugas dan wewenang lembaga yudikatif yang lebih terperinci.
Sejarah Lembaga Yudikatif
Pada masa awal pemerintahan Republik Indonesia, pembagian lembaga tinggi negara tidaklah seperti saat ini. Sebelum reformasi, diantara lembaga tinggi negara, ada lembaga tertinggi negara. Lembaga itu adalah lembaga yang mempunyai kedudukan lebih tinggi dari lembaga-lembaga lain. Lembaga tertinggi negara menurut UUD 1945 sebelum reformasi adalah MPR atau Majelis Permusyawarahan Rakyat. MPR mempunyai kekuasaan tertinggi dalam pemerintahan. Dan untuk lembaga tinggi negara yang berkedudukan sejajar terdiri dari tugas dan weweang DPR (DPR), Presiden, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Mahkamah Agung (MA) dan Dewan Pertimbangan Agung (DPA).
Dengan kata lain, lembaga yudikatif hanya terdiri dari Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi. Karena eratnya hubungan kedua lembaga yudikatif tersebut, beberapa orang mungkin masih sering tertukar tentang Perbedaan antara Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi. Setelah adanya empat kali amandemen UUD 1945 pada tahun 1999, 2000, 2001, 2002, susunan lembaga tinggi negara berubah. DPA, sebagai lembaga penasihat Presiden dihapuskan. Kemudian, dimunculkan beberapa lembaga baru. Lembaga baru tersebut adalah DPD (Dewan Perwakilan Daerah) untuk lembaga legislatif . Selain itu, tugas lembaga yudikatif juga mempunyai lembaga baru, yaitu Komisi Yudisial. Komisi Yudisial adalah lembaga tinggi negara yang mengawasi kinerja hakim di peradilan Indonesia
Tugas dan Wewenang Lembaga Yudikatif
Berbeda dengan masa Orde Baru dimana lembaga yudikatif belum independen, lembaga yudikatif di masa reformasi lebih bersifat independen. Lembaga yudikatif bisa melakukan pemeriksaan terhadap lembaga eksekutif dan legislatif, karena lembaga-lembaga tersebut semuanya bersifat mandiri dan berkedudukan sama. Seiring perkembangan jaman dan perkembangan permasalahan yang semakin pelik, di era reformasi ini juga banyak terbentuk lembaga – lembaga yang bertugas untuk ikut membantu kinerja dari lembaga yudikatif. Lembaga – lembaga tersebut antara lain Komisi Pemberantasan Korupsi, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia sebagai salah satu lembaga perlindungan HAM, Komisi Ombudsman Nasional, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan. Lembaga yudikatif dan lembaga-lembaga tersebut diharapkan bisa membangun sistem hukum Indonesia yang lebih baik.
- Mahkamah Agung
Mahkamah Agung adalah lembaga tinggi negara yang memegang kekuasaan kehakiman. MA diketuai oleh seorang Hakim Agung. Untuk periode 2017 – 2020, MA diketuai oleh Muhammad Hatta Ali yang juga menjabat sebagai Hakim Agung. Dalam menjalankan fungsinya, tugas dan wewenang dari Mahkamah Agung telah ditetapkan dalam undang-undang pasal 24A UUD 1945 yang telah diamandemen. Adapun tugas dan wewenang Mahkamah Agung menurut pasal 24A ayat 1 antara lain:
- Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang, dan wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang.
Selain itu, undang-undang pasal 24A ayat 2, 3, 4, 5 mengatur tentang Hakim Agung dan seluruh jajaran Mahkamah Agung. Bunyi dari undang-undang tersebut antara lain:
- Hakim agung harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, professional, dan berpengalaman di bidang hukum.
- Calon hakim agung diusulkan Komisi Yudisial kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk mendapat persetujuan dan selanjutnya ditetapkan sebagi hakim agung oleh Presiden.
- Ketua dan wakil ketua Mahkamah Agung dipilih dari dan oleh hakim agung.
- Susunan, kedudukan, keanggotaan, dan hukum acara Mahkamah Agung serta badan peradilan di bawahnya diatur dengan undang-undang.
Secara singkat, dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, Mahkamah Agung juga melaksanakan 5 fungsi berikut:
- Fungsi peradilan
- Fungsi pengawasan
- Fungsi pengaturan
- Fungsi memberi nasihat
- Fungsi administrasi
- Mahkamah Konstitusi
Lembaga ini dibentuk dengan dasar pemikiran bahwa konstitusi harus bersifat netral dan murni. Oleh karena itu, Mahkamah Konstitusi difungsikan untuk menjaga kemurnian konstitusi dari oknum yang menunggangi kepentingan tertentu. Adapun tugas dan wewenang mahkamah konstitusi diatur dalam undang-undang pasal 24C ayat 1 sampai 6.
- Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
- Mahkamah konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang Undang Dasar.
- Mahkamah Konstitusi mempunyai Sembilan anggota hakim konstitusi yang ditetapkan oleh Presiden. Tiga hakim diajukan oleh Mahkamah Agung, tiga oleh Dewan perwakilan Rakyat, dan tiga lainnya diajukan oleh presiden.
- Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi dipilih dari dan oleh hakim konstitusi.
Selain itu, pasal 24C ayat 5 dan 6 juga mengatur tentang jabatan Hakim Konstitusi. Adapun rumusannya adalah sebagai berikut:
- Hakim konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, negarwan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan, serta tidak merangkap sebagai pejabat negara.
- Pengangkatan dan pemberhentian hakim konstitusi, hukum acara serta ketentuan lainnya tentang Mahkamah Konstitusi diatur dalam undang-undang.
Pembentukan Mahkamah Konstitusi juga berdasar anggapan bahwa Indonesia adalah negara hukum yang berdasar pada Undang-Undang Dasar 1945. Oleh karena itu Mahkamah Konstitusi dibentuk untuk menjaga bahwa tidak ada undang-undang yang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Apabila ada undang-undang yang tidak sepaham dengan Undang-Undang Dasar 1945, Mahkamah Konstitusi harus menyesuaikannya dengan sejarah dan kebutuhan negara mengenai masalah tersebut. Selain itu, Mahkamah Konstitusi juga berwenang untuk memutus masalah yang berkaitan dengan kewenangan lembaga negara seperti DPR, MPR, Presiden, DPD, MA, dan BPK. Adapun permasalahan di tubuh Mahkamah Konstitusi akan diselesaikan oleh pihak internal Mahkamah Konstitusi. Pemilihan sembilan hakim Mahkamah Konstitusi juga merupakan perwujudan dari pembagian kekuasaan pemerintahan Indonesia menjadi tiga elemen, tugas lembaga negara seperti legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Hal tersebut diharapkan agar lembaga-lembaga tersebut dapat saling mengawasi dan mengimbangi satu sama lain.
- Komisi Yudisial
Komisi Yudisial adalah salah satu komponen tugas lembaga yudikatif yang bersifat independen, bebas dari pengaruh kewenangan lembaga lain. Lembaga ini terbentuk setelah empat kali amandemen Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Pembentukan Komisi Yudisial bertujuan untuk memasukkan unsur masyarakat dalam proses pengangkatan, penilaian kerja, dan pemberhentian hakim. Hal ini untuk menjaga kenetralan dalam menjalankan tugas Komisi Yudisial yang menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran, martabat serta perilaku hakim. Adapun tugas dan wewenang Komisi Yudisial tercantum dalam pasal 24B Undang-undang dasar 1945 ayat 1 yang berbunyi:
- Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.
Selain itu, Pasal 24B juga mengatur tentang keanggotaan Komisi Yudisial pada ayat 2, 3, dan 4 dengan rumusan sebagai berikut:
- Anggota Komisi Yudisial harus berpengetahuan dan berpengalaman di bidang hukum dengan integritas dan kepribadian yang tidak tercela.
- Anggota komisi yudisial diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan DPR.
- Susunan, kedudukan, dan keanggotaan Komisi Yudisial diatur dengan undang-undang.
Dengan demikian, pihak-pihak yang berada di bawah pengawasan Komisi Yudisial adalah antara lain:
- Hakim agung dan Mahkamah Agung
- Hakim pada badan peradilan di semua lingkungan peradilan ( pengadilan umum, pengadilan agama, pengadilan militer, pengadilan tata usaha negara)
- Hakim Mahkamah Konstitusi
Berbeda dengan kedua lembaga yudikatif lainnya, Komisi Yudisial tidak mempunyai kekuasan yudikatif. Tugas dan wewenang Komisi Yudisial secara singkat hanya bersifat untuk memilih dan mengawasi kinerja hakim. Sangat disayangkan bahwa saat ini tidak sedikit pejabat mempunyai tugas lembaga yudikatif yang harusnya bisa meluruskan sistem hukum justru terlibat dengan kasus hukum. Salah satunya adalah sering ditemukannya kasus suap hakim di hamper setiap lingkup peradilan. Salah satu kasus yang banyak dibicarakan akhir-akhir ini adalah tertangkapnya Ketua Pengadilan Tinggi Manado, Sulawesi Utara, Sudiwardono dalam Operasi Tangkap Tangan KPK pada 6 Oktober 2017 yang lalu. Kasus tersebut melibatkan politikus partai politik yang juga merupakan anggota Komisi XI DPR RI.
Peristiwa tersebut tentu saja menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap integritas hakim di Indonesia, dan Mahkamah Agung sebagai payung yang melingkupi. Kasus tersebut bahkan menggempakan lembaga yudikatif Indonesia karena muncul desakan agar Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali untuk mundur. Desakan tersebut berdasar pada Maklumat Ketua MA RI Nomor 01/Maklumat/IX/2017 tanggal 11 September 2017 yang menegaskan bahwa tidak akan ada lagi hakim dan aparatur di bawah Mahkamah Agung yang merendahkan wibawa, kehormatan dan wibawa MA dan semua peradilan di bawahnya.