Undang-Undang (UU) atau Perundang-undangan merupakan sebuah peraturan Perundang-undangan yang dibuat dan dikaji oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang kemudian disetujui oleh Presiden. Undang-undang memegang peranan penting sebagai pedoman wajib yang menikat diberbagai segi kehidupan masyarakat dalah hal politik, ekonomi, budaya maupun hak serta kewajiban sebagai bagian sebuah negara. Dilam undang-undang berisi sekumpulan prinsip-prinsip dan tata cara dalam pengaturan kekuasaan pemerintah, hak dan kewajiban rakyat maupun sebaliknya. (Baca juga: Hubungan Dasar Negara dengan Konstitusi Negara).
Undang-undang merupakan sarana pemerintah dalam mengatur dan menata setiap hal yang berada dalam wilayah hukum negara. Ini bertujuan untuk melindungi segala sumber daya yang berada di dalam suatu negara meliputi sumber daya manusia maupun sumber daya alam didalamnya. Selain itu juga bermanfaat sebagai pedoman unuk seseorang dalam bertindak dalam kehidupan berbangsa dan bernegara agar tidak melanggar hak dari seseorang lainnya. (Baca juga: Jenis jenis pelanggaran HAM beserta Contohnya).
Kewarganegaraan adalah keikutsertaan seseorang menjadi suatu anggota dalam sebuah lingkup pengaruh kesatuan politik tertentu dalam hal ini sebuah negara, yang memberikan seseorang tersebut satu hak untuk ikutserta didalam kegiatan politik di negara tersebut. Seseorang tersebut kemudian disebut sebagai warga negara. (Baca juga: Hubungan Negara dengan Warga Negara atau Sebaliknya)
Undang-Undang Kewarganegaraan
Pasca Kemerdekaan pada 17 agustus 1945, perundang-undangan mengenai kewaganegaraan di Indonesia mengalami setidaknya tiga kali perubahan. Yakni UU Kewarganegaraan No. 3 Th 1946, kemudian diganti dengan dikeluarkannya UU Kearganegaraan No. 62 Th. 1968, dan yang terakhir UU no. 12 Th. 2006 yang masih berlaku hingga sekarang. Baca juga: Fungsi GBHN dalam Pembangunan Nasional
UU No. 3 Tahun 1946
UU no. 3 tahun 1946 mulai diundangkan pada 10 april 1946, yang didalamnya mengatur berkenaan dengan hal kewarganegaraan dan juga kependudukan di Indonesia. Pada pasal 1 disebutkan mengenai status kewarganegaraan seseorang, sebagai berikut uraianya:
- Orang Indonesia asli dalam wilayah negara Indonesia
- Orang yang tidak masuk dalam golongan tersebut di atas tetapi turunan seorang dari golongan itu serta lahir.bertempat kedudukan,dan berkediaman dalam wilayah negara Indonesia: dan orang bukan turunan seorang dari golongan termaksud lahir,bertempat kedudukan,dan berkediaman yang paling akhir selama sedikitnya lima tahun berturut-turut di dalam wilayah Negara Indonesia.yang berumur 21 tahun atau telah kawin;
- Orang yang mendapat kewarganegaraan Indonesia dengan cara naturalisasi
- Anak yang sah, disahkan, atau di akui dengan cara yang sah oleh bapaknya, pada waktu lahir bapaknya mempunyai kewarganegaraan Indonesia;
- Anak yang lahir dalam jangka waktu tiga ratus hari setelah bapaknya yang mempunyai kewarganegaraan Indonesia meninggal dunia;
- Anak yang hanya oleh ibunya diakui dengan cara yang sah,yang pada waktu lahir mempunyai kewarganegaraan Indonesia;
- Anak yang diangkat secara sah oleh warga Negara Indonesia;
- Anak yang lahir di dalam wilayah Negara Indonesia, yang oleh bapaknya atau ibunya tidak diakui secara sah;
- Anak yang lahir di wilayah Negara Indonesia yang tidak diketahui siapa orangtuanya atau kewarganegaraannya.
Didalam pasal tersebut menyebutkan beberapa hal yang membuat seseorang mendapatkan status kewarganegaraan Indonesia, yakni :
- Penduduk pribumi;
- Penduduk bukan pribumi maupun keturunan pribumi yang telah tinggal di Indonesia setidaknya lebih dari 5 tahun dan juga tidak menolak menjadi warga negara Indonsia; Baca juga: 5 Fungsi Kebudyaan Bagi Masyarakat
- Dengan cara naturalisasi;
- Penduduk atau warga asing yang mengajukan dirinya untuk mendapatkan kewarganegaraan Indonesia.
UU No. 6 Tahun 1947
Di dalam UU No.6 Tahun 1947 kemudian ditambah beberapa ketentuan mengenai warga negra, yakni badan hukum yang didirikan menurut hukum yang berlaku dalam negara Indonesia dan bertempat kedudukan di dalam wilayah negara Indonesia. Didalam UU tersebut menyatakan secara tegas bahwa warga negara Indonesia tersebut seperti tercantum pada pasal 1, yang juga memiliki status kewarganegaraan lain dapat mengajukan repudiasi atau melepaskan statusnya sebagai warga negara Indonesia dn menyatakan keberatannya. Baca juga: Peran konstitusi dalam negara demokrasi
UU tersebut ternyata mengalami perubahan lagi dengan dikeluarkannya UU No. 8 Tahun 1947 dan UU No. 11 Tahun 1948, kedua UU tersebut dikeluarkan dengan tujuan memberikan kesemptan pada warga negara yang ingin menggunakan hak repudiasi sampai 17 agustus 1948. Dan mulai 17 agustus 1948, warga negara Indonesia terdiri dari warga pribumi dan warga asing. Sebab setiap warga asing yang ingin memiliki status warga negara Indonesia harus melalui tahapan pewarganegraan, berdasar pada pasal 5 UU No.3 tahun 1946 (Koemiatmanto Soetoprawiro, 1996:28).
Piagam Persetujuan Pembagian Warga Negara
Pada 27 desember 1949 Indonesia berubah statusnya menjadi bagian dari Republik Indonesia Serikat (RIS), dan kemudin memberlakukan KRIS menggantukan Pancasila yang berdampak terhadap UU kewrganegaraan yang sebelumnya berlaku. UU yang mengtur kewarganegaraan kemudian di atur dalam pasal 194 KRIS. Didalamnya menerangkan bahwa seseorang yang menjadi warga negaraRIS adalah yang diakui oleh kerajaan belanda dan merujuk pada Piagam Persetujuan Pembagian Warga Negra(PPPWN).
Kemudian saat konstitusi RIS 1949 lengser dan digantikan dengan UUDS 1950, pada 17 agustus 1950. Ditetapkan pasal 144 UUDS 1950 sebagai UU sementara sampai diberlakukannya UU yang mengatur kewarganegaraan Indonesia yang baru. UU sementara tersebut menerangkan bahwa warga negara Indonesia yakni mereka yang memiliki status warga negara Indonesia berdasarkan PPPWN, dan juga seseorang yang status kewarganegaaannya tidak berdasarkan PPPWN, dan pada 27 Desember 1949 telah menjadi warga negara Indonesia menurut UU No.3 tahun 1946. Baca juga: Hubungan Negara dengan Warga Negara atau Sebaliknya
Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958
Menurut UUDS 1950, yang kemudian mendasari lahirnya UU No.62 1958 yang mengaturtentang kewarganegaraan. Pada UU tersebut berisi ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang status kewaganegaraan Indonesia, yang berdasarkan perundang-undangan dan atau perjanjian-perjanjian dan atau peraturan-peraturan yang berlaku sejak 17 agustus 1945 telah menjadi warga negara Indonesia. Didalam UU No.62 th 1958 ini asas kewarganegaraan yang digunakan ialah asas ius sanguinis.
Hal ini secara nyata tercantum pada pasal 1 yang berisi ketentuan mengenai siapa saja yang menjadi warga negara Indonesia. Namun begitu asas ius soli pun masih digunakan demi menghindari terjadinya kasus Apatriade, Bipatriade maupun Multipatriade.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006
UU No. 12 tahun 2006 dikeluarkan untuk menggantikan UU kewarganegaraan sebelumnya karena dinilai dari berbagai sudut pandang sangat bertentangan dengan persamaan kedudukan warga negara Indonesia. Didalam UU ini banyak di masukan kebijakan baru guna menghapuskan diskriminasi dan mencegah terjadinya pelanggaran hak warga negara Indonesia. Dalam UU No.12 tahun 2006 terdapat beberapa asas kewarganegaraan yang diberlakukan, diantaranya sebagai berikut:
- Asas ius sanguinis, merupakan asas yang menentukan status kewarganegaraan seseorang dengan berdasarkan berdasarkan pertalian darah atau keturunan.
- Asas ius soli, merupakan asas yang cara menentukan kewarganegaraan seseorang dengan berdasarkan negara tempat kelahiran seseorang tersebut, ini diberlakukan secara terbatas untuk anak-anak sesuai peraturan yang ada pada UU No. 12 Tahun 2006.
- Asas kewarganegaraan tunggal, merupakan asas yang memberlakukan bahwa setiap orang hanya memiliki satu status kewarganegaraan.
- Asas kewarganegaraan ganda(dwi) terbatas, merupakan asas yang memberlakukan dwi kewarganegaraan untuk anak-anak berdasarkan ketentuan yang tercantum pada UU No. 12 Tahun 2006.berdasarkan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam UU nomor 12 tahun 2006.