Hingar-bingar politik praktis sebagai contoh penerapan budaya demokrasi di Indonesia sudah dimulai sejak bulan September 2018. Pemilihan umum 2019 yang berlangsung pada 17 April, akan menjadi pemilu pertama yang pemilihan presiden dan legislatif dilakukan secara bersamaan. Salah satu unsur kampanye pemilu yakni para peserta pemilu, terdiri dari calon presiden beserta wakil presiden, partai politik, serta calon anggota legislatif dari daerah maupun pusat sudah melakukan kampanye sejak 23 September 2018.
Masa kampanye ini dilaksanakan hingga masuk pada masa tenang pada 13 April mendatang atau lima hari menjelang pencoblosan sesuai budaya politik yang berkembang di Indonesia. Dalam masa kampanye partai politik, calon presiden beserta wakil presiden dan legislatif harus mengetahui dan menaati peraturan kampanye yang sudah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Bila terbukti melanggar, maka peserta kampanye akan mendapatkan teguran hingga sanksi yang diputuskan oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Maka sangat penting bagi para peserta untuk menaati aturan setiap jenis-jenis pemilu, dan berikut beberapa aturan kampanye :
- Orang Yang Mempunyai Jabatan Tertentu Tidak Boleh Terlibat Kampanye
Tidak semua orang bisa bebas untuk terlibat dalam kampanye. Sesuai Undang-undang tentang pemilu Pasal 208 ayat (2) berbunyi, bahwa ada larangan bagi siapa saja yang mempunyai jabatan sebagai berikut :
- Ketua, Wakil Ketua, Hakim Agung dan Mahkamah Agung (MA). Sehingga mereka tidak boleh terlibat apapun dalam proses kampanye. Dan juga semua hakim pada badan peradilan di bawah MA dan hakim konstitusi pada Mahkamah Konstitusi. Tak hanya hakim, ketua, wakil ketua, serta hingga anggota badan pemeriksaan keuangan juga tidak diperbolehkan.
- Gubernur beserta jajarannya juga tidak diperbolehkan untuk mengikuti masa kampanye tanpa mengajukan cuti terlebih dahulu.
- Gubernur senior, deputi gubernur keuangan serta direksi, komisaris, dewan pengawas hingga karyawan badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah tidak boleh ikut serta dalam kampanye.
- Pejabat negara bukan anggota partai politik yang menjabat sebagai pimpinan di lembaga non struktural, aparatur sipil negara, dan juga anggota aktif Tentara Nasional Indonesia serta Kepolisian Negara Republik Indonesia, hingga Kepala Desa beserta perangkatnya tidak memiliki hak untuk ambil bagian dalam kegiatan kampanye.
- Dilarang Memakai Fasilitas Negara
Pasal 281 ayat 1 UU Pemilu mengatur tentang kampanye yang dihadiri presiden, wakil presiden, menteri, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota dan wakilnya beserta jajarannya tidak boleh memakai atau memanfaatkan fasilitas dari negara yang diperoleh karena jabatannya untuk berkampanye. Tetapi untuk pengamanan boleh dipakai sesuai peraturan undang-undang.
- Kampanye Tidak Mengandung Unsur Perpecahan
Pasal 69 ayat 1 telah mengatur peserta kampanye untuk tidak mempersoalkan dasar negara seperti Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan bentuk karakteristik Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dapat menimbulkan perpecahan keutuhan negara.
Larangan lainnya yang dapat menimbulkan perpecahan adalah tidak diperbolehkannya menghina agama seseorang, suku, ras, golongan lawan politiknya atau peserta pemilu lainnya. Sehingga dampak akibat konflik sosial berupa ancaman kekerasan, perusakan alat kampanye dan penggunaan tempat ibadah sebagai tempat kampanye tidak diijinkan dalam masa kampanye berlangsung. Dan paling penting adalah tidak memberikan uang atau materi kepada siapapun.