Beberapa negara yang menganut ciri-ciri sistem pemerintahan presidensial mempunyai kepala pemerintahan dan kepala negara yang sama, yaitu Presiden. Sesuai dengan ciri utama pemerintahan demokrasi, Presiden merupakan lembaga eksekutif negara di samping struktur lembaga negara sebelum dan sesuadah amandemen lain.
Tugas, fungsi, dan wewenang Presiden dan Wakil Presiden diatur tersendiri. Begitu pula dengan tugas lembaga negara legislatif dan lembaga yudikatif. Namun dalam tugasnya, ketiga lembaga negara saling berhubungan dan berkaitan erat, agar tercapainya tujuan pembangunan nasional. Misalnya saja, lembaga legislatif membuat Undang-Undang bersama dengan Presiden, lembaga eksekutif.
Salah satu wewenang Presiden yang berkaitan dengan lembaga negara lain adalah dalam pemberian grasi, rehabilitasi, amnesti, dan abolisi yang diatur oleh UUD 1945 pasal 14. Sebelum membahas lebih jauh tentang abolisi, sesuai judul artikel kali ini, mari kita lihat terlebih dahulu mengenai wewenang Presiden tersebut satu persatu.
1. Grasi
Grasi diatur dalam UUD 1945 pasal 14 ayat 1. Pengertian grasi ini berarti pemberian pengampunan kepada terpidana kasus hukum setelah Presiden mengajukan dan mendapat pertimbangan Mahkamah Agung sebagai lembaga yudikatif. Grasi diberikan sesuai pengajuan terpidana sendiri atau atas inisiatif lembaga pemerintah tertentu yang memohon kepada Presiden. Tentu saja grasi diberikan dengan syarat tertentu yang telah dilaksanakan oleh terpidana selama masa hukuman dilaksanakan.
Umumnya syarat pemberian grasi adalah berkelakuan baik ketika di dalam tahanan. Biasanya Presiden memberikan dalam rangka peringatan hari kemerdekaan. Setiap tanggal 17 Agustus 1945.Grasi dapat berupa pengurangan masa hukuman atau perubahan hukuman. Pengurangan masa hukuman, misalnya dari 20 tahun dikurangi 5 tahun. Berarti masa hukuman penjara tinggal 15 tahun dan dikurangi masa hukuman yang sudah dijalani. Jika seseorang mendapatkan grasi setiap tahun, maka dia akan mendapatkan kebebasan lebih cepat. Sementara perubahan hukuman, misalnya terpidana hukuman mati yang kemudian diubah menjadi terpidana seumur hidup setelah mendapat grasi.
2. Rehabilitasi
Rehabilitasi juga diatur dalam UUD 1945 pasal 1 ayat 1 dan diberikan dengan pertimbangan Mahkamah Agung. Rehabilitasi diberikan kepada terpidana yang telah mendapatkan kepastian hukuman dan menjalani masa pidana, tetapi ternyata kemudian dinyatakan tidak bersalah. Dengan pengertian rehabilitasi yang diberikan oleh Presiden, berarti juga termasuk membersihkan nama baik dan namanya dari daftar pelaku kejahatan. Pemberian rehabilitasi relatif lebih jarang dilakukan dibanding grasi.
3. Amnesti
Amnesti diatur dalam UUD 1945 pasal 14 ayat 2. Diberikan Presiden terhadap terpidana dengan pertimbangan dari DPR. Pengertian amnesti biasanya diberlakukan kepada terpidana kelompok atau banyak orang.Amnesti yang pernah diberikan di Indonesia adalah kepada para pemberontak Gerakan Aceh Merdeka (GAM) Aceh. Setelah proses pengadilan berjalan dan putusan pengadilan tetap, para pemberontak kemudian dibebaskan. Ini diberikan mengingat pemberontak jumlahnya sangat banyak. Waktu itu amnesti diberikan kepada pemberontak GAM yang pada tahun 2005. Jadi, amnesti diberikan untuk menghentikan pemberontakan itu sendiri.
4. Abolisi
Abolisi, sama dengan amnesti, diatur dalam UUD 1945 pasal 14 ayat 2 dan diberikan dengan pertimbangan dari DPR. Hanya saja, abolisi diberikan kepada terpidana perorangan dan diberikan ketika proses pengadilan sedang atau baru akan berlangsung. Pengertian abolisi berarti penghapusan proses hukuman yang sedang berlangsung atau peniadaan penuntutan hukum oleh kejaksaan. Selain diatur oleh UUD 1945, abolisi diatur pula dalam UU No 22 Tahun 2002 pasal 1 angka 1 tentang Grasi, Rehabilitasi, Amnesti, dan Abolisi.
Presiden memberikan abolisi berdasarkan pertimbangan yang matang. Hal tersebut juga berdasarkan konsultasi degan pihak DPR dan MA sendiri. Jadi, pelaksanaannya bukan membuat Presiden juga bertindak sebagai lembaga yudikatif. Beberapa pertimbangan dalam memberikan abolisi, antara lain :
- Konsultasi
Abolisi diberikan setelah berkonsultasi dengan anggota DPR di bidang hukum. Ini berarti abolisi bukan berdasarkan pertimbangan subjektif pribadi. DPR yang berarti orang banyak yang mewakili rakyat sudah menyetujui.
- Memberikan Kesempatan Perubahan
Pertimbangan selanjutnya dalam memberikan abolisi adalah memberikan kesempatan kepada terpidana untuk melakukan perubahan pada dirinya. Jika pidananya ringan secara hukum, sementara dampaknya secara nasional akan lebih baik diberikan abolisi. Harapannya, terpidana kemudian setelah dibebaskan tidak mengulangi perbuatannya bahan menjadi pribadi lebih baik.
- Kasus Yang Tidak Dapat Naik ke Permukaan
Kasus yang diberikan atau dipertimbangkan untuk mendapatkan abolisi adalah kasus–kasus yang dianggap tidak dapat naik ke permukaan atau tidak dapat disidangkan. KAass-kasus tersebut, misalnya berkas terbakar dan tidak mungkin melakukan pengusutan ulang, terpidana adalah orang yang sebelumnya melakukan hal penting bagi negara, kasus yang jika dilanjutkan akan membahayakan persatuan dan kesatuan negara, dan terpidana tidak mungkin mengikuti proses pengadilan karena sakit atau gangguan kejiwaan.
Berdasarkan berbagai pertimbangan di atas, abolisi diberikan. Presiden sebelum memberikan abolisi juga sudah membaca dan mempelajari berkas perkara bersama staf ahli hukumnya. Di Indonesia abolisi pernah beberapa kali diberikan kepada seseorang dengan berbagai pertimbangan. Contoh abolisi yang pernah diberikan di Indonesia antara lain:
1. Abolisi Kepada Pemberontak
Berdasarkan surat keputusan Presiden Nomor 568 Tahun 1961, 18 Oktober 1961 abolisi diberikan kepada pemberontak oleh Presiden Sukarno. Ini diberikan karena pada masa awal kemerdekaan sampai era tahun 1960-an banyak sekali terjadi pemberontakan di berbagai wilayah Indonesia. Baik itu pemberontakan terkait dengan aspirasi wilayah itu sendiri maupun pemberontakan yang di belakangnya ada Belanda yang ingin menjajah kembali Indonesia.
Pemberian abolisi diharapkan membuat para pemberontak di berbagai wilayah berhenti dan menyerah. Beberapa pemberontakan yang terjadi antara lain : Pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS), Pemberontakan Kahar Muzakar di Kalimantan, Pemberontakan Permesta si Sulawesi, Pemberontakan PKI di Madiun tahun 1948, Pemberontakan DII / TII, dan lain-lain.
2. Abolisi Kepada Presiden Kedua Indonesia, Suharto
Presiden Suharto menjabat sejak tahun 1967 ketika Pemerintah Orde Lama resmi berakhir dan diadakannya pemilu. Bulan Maret tahun 1966, Suharto diangkat menggantikan Sukarno dengan dikeluarkannya Surat Perintah Sebelas Maret / Supersemar. Namun, secara resmi baru diangkat oleh MPR tahun 1967. Sejak tahun itu dimulai era ciri-ciri Pemerintahan Orde Baru yang bertekad menyelenggarakan pemerintahan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Namun pada pelaksanaannya, Pemerintah Orde baru juga melakukan banyak penyimpangan. Di antaranya apa yang disebut KKN : Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Pemerintahan dijalankan untuk memeprkaya kelompok dan golongan tertentu dengan cara KKN. Semua yang dilakukan mendahulukan kepentingan orang-orang dekat Presiden Suharto.
Belum lagi pemerintahan dianggap banyak melakukan pelanggaran hak asasi. Di antara pelanggaran HAM adalah Peristiwa Malari dan Peristiwa Tanjung Priok yang sampai saat ini belum ada kejelasan hukum dan korban. Di satu sisi, Presiden Suharto yang menjabat sekitar 30 tahun juga banyak melakukan pembangunan di Indonesia sehingga dikenal dengan sebutan Bapak Pembangunan. Selama menjabat sebagai Presiden, gedung tinggi, jalan layang, dan peningkatan infrastruiktur di berbagai wilayah Indonesia. Oleh karena itu, proses pengadilan yang meilbatkan Presiden Suharto atas keterlibatannya dalam berbagai KKN dan peristiwa pelanggaran HAM dihentikan. Presiden Megawati yang menjabat menggantikan Abdurrahman Wahid memebrikan albolisi dengan pertimbangan :
- Presiden Suharto di samping keterlibatannya pada tindak pidana KKN dan pelanggaran HAM telah banyak berjasa dalam pembangunan Indonesia
- Kondisi Suharto pada saat itu sudah tidak dapat mengikuti proses pengadilan karena sakitnya. Ini didukung oleh pernyataan tim dokter Suharto. Suharto hanya dapat memahami perkataan sederhana dan nyaris tidak dapat berbicara panjang lagi.
Sebuah abolisi yang menuai pro kontra sampai saat ini.
3. Abolisi Kepada Sri Bintang Pamungkas dan Muchtar Pakpahan
Abolisi juga pernah diberikan kepada tokoh politik Sri Bintang Pamungkas dan Muchtar Pakpahan, tahun 1998. ABolisi diberikan oleh Presiden BJ Habibie yang menggantikan Presiden Suharto ketika pemerintahan Orde Baru berakhir. Kedua tokoh yang masih daalm proses pengadilan karena dianggap menghina presiden Suharto dibebaskan dari proses.
4. Abolisi Terhadap Pemberontak GAM
Abolisi terhadap pemberontak GAM diberikan bersamaan dengan amnesti. Para pemberontak GAM yang telah ditangkap dan dijatuhi hukuman diberi kebebasan. Mereka diberi penghapusan hukuman. Sementara, para pemberontak GAM yang menyerah sebelum 15 September 2005 diberi abolisi. Mereka hanya dicatat dan tidak akan diproses di pengadilan. Mereka tetap menjadi orang bebas. Tentu saja, amnesti dan abolisi ini dibuat dengan persyaratan bahwa GAM menghentikan pemberontakan dan selanjutnya selalu setia kepada NKRI. Pemberian abolisi di sini adalah bagian dari upaya menjaga keutuhan NKRI.
Demikian 4 contoh abolisi yang pernah diberikan di Indonesia. Abolisi memang tidak diberikan sesering grasi. Grasi diberikan hampir tiap tahun kepada puluhan narapidana dari berbagai kasus. Sementara, abolisi selama Indonesia berdiri baru pernah diberikan sebanyak empat kali. Hal ini terjadi karena abolisi diberikan harus dengan pertimbangan yang sangat matang.
Beberapa kasus lain pernah juga dipertimbangkan untuk diberikan abolisi, seperti misalnya kasus mantan Ketua KPK Bibit Chandra yang diduga menyalahgunakan wewenang. Kemudian kasus ini diselesaikan dengan cara lain di pengadilan. Sementara saat ini kasus Habieb Rizieq dan kriminalisasi ulama juga santer dibicarakan untuk diberikan abolisi dengan pertimbangan kasus tidak kuat dan untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Di luar negeri, abolisi juga pernah dilakukan pemerintahan negara lain. Contohnya pemerintah Amerika Serikat yang memberikan abolisi kepada terpidana perbudakan ketikan penghapusan perbudakan terjadi di era tahun 1950 an.
Sekian posting tentang contoh abolisi yang pernah diberikan Presiden di Indonesia. Semoga dengan mempelajarinya, kita dapat lebih memahami berbagai kasus lain di Indonesia dan menambah pengetahuan, serta lebih bijak dalam menilai sesuatu yang sedang terjadi.