Dalam menjalankan pemerintahan, Presiden atau Raja mempunyai hak prerogatif. Hak prerogatif ini adalah hak istimewa yang diberikan kepada penguasa pemerintahan atau kepala negara di luar hak yang dimilikinya. Dan salah satu hak yang dimiliki oleh Presiden Indonesia adalah hak di bidang yudikatif atau hukum.
Hak Presiden di bidang hukum di Indonesia diatur oleh UUD 1945, pasal 14. Tepatnya ada 4 hak, yaitu grasi, rehabilitasi, amnesti dan abolisi. Sebuah hak di bidang hukum, tetapi bukan berarti meniadakan lembaga yudikatif atau menjadi contoh kekuasaan eksekutif Presiden di bidang yudikatif. Presiden melaksanakan atau mempunyai hak ini dengan pertimbangan tugas lembaga negara lain yudikatif , MA dan atau lembaga legislatif, DPR.
Sebelum kita membahas tentang contoh grasi yang pernah diberikan di Indonesia sebagai bagian dari pelaksanaan hak prerogatif Presiden, mari kita lihat perbedaan 4 hak tersebut.
1. Grasi dan Rehabilitasi
Grasi dan rehabilitasi diatur dalam UUD 1945 pasal 14 ayat 1. Ini terdapat dalam UUD 1945 asli maupun UUD 1945 hasil amandemen. Pengertian grasi dalam arti singkat adalah pengampunan yang diberikan oleh Presiden kepada narapidana. Disebut sebagai narapidana / napi berarti bahwa seseorang yang telah melakukan tindakan kejahatan dan mendapatkan kepastian hukum. Dengan kata lain, orang tersebut sudah berada di penjara. Bentuk grasi ini ada tiga. Yang pertama, pengurangan masa hukuman.
Misalnya hukuman 15 tahun mendapat pengurangan 5 tahun menjadi 10 tahun. Yang kedua, mengubah jenis hukuman. Misalnya, hukuman mati menjadi hukuman semur hidup. Ketiga, pemberian grasi dengan menghapus seluruh hukuman yang tersisa. Sementara, pengertian rehabilitasi dalam arti singkat berarti pembersihan nama oleh Presiden. Seseorang yang dianggap sudah melakukan kejahatan atau tindak pidana dan mendapatkan kepastian hukum, ternyata dinilai tidak bersalah. Presiden memberikannya rehabilitasi. Orang tersebut selanjutnya dibebaskan dari hukuman dan dibersihkan nama baiknya.
2. Amnesti dan Abolisi
Amnesti dan abolisi, hak prerogatif Presiden yang diatur dalam UUD 1945 pasal 14 ayat 2. Dituliskan dalam pasal yang berbeda dengan grasi dan rehabilitasi, karena amnesti dan abolisi merupakan penghapusan seluruh hukuman . Pengertian amnesti adalah keringanan yang diberikan kepada terpidana dengan menghentikan dan menghapuskan semua hukuman yang telah berkekuatan hukum tetap. Amnesti umumnya diberikan kepada terpidana berkelompok dengan berbagai alasan, seperti amnesti kepada terpidana kelompok GAM. Semua terpidana kelompok GAM yang telah disidang dan sedang menjalani hukuman diberikan amnesti atau penghapusan hukuman, dengan harapan mereka tidak mengulanginya lagi dan semua kelompok GAM yang masih ada akan ikut segera menyerahkan diri.
Pengertian abolisi juga merupakan penghapusan hukuman. Hanya saja abolisi ini diberikan ketika seorang yang dianggap telah melakukan tindakan pidana atau tersangka, belum mendapat kepastian hukum atau masih dalam proses pengadilan. Semua proses hukum dihentikan oleh Presiden dengan berbagai alasan, antara lain karena jasa tersangka terhadap negara yang cukup besar dan karena kondisi tersangka sudah tidak memungkinkan untuk melewati proses hukum dan menjalani hukuman.
Grasi
Sesuai dengan penjelasan sebelumnya, grasi berarti pengampunan. Pengampunan diberikan Presiden karena beberapa hal dan dengan pertimbangan matang. Adakalanya karena kelakuan terpidana yang baik selama menjalani masa hukuman, maka terpidana diberikan pengampunan berupa pengertian remisi. Ini banyak diberikan pada napi saat peringatan hari kemerdekaan Indonesia.
Namun, untuk terpidana berat atau narapidana dengan kasus berat seperti narokoba, korupsi, pembunuhan, dan terorisme, biasanya napi mengajukan permohonan grasi. Ini sesuai dengan UU tentang pengajuan grasi kepada Presiden UU no 5 Tahun 2019 yang melakukan perubahan atas UU No 2 Tahun 2002 tentang permohonan grasi.
Berdasarkan UU tersebut, seseorang dapat mengajukan grasi dengan tahapan dan syarat sebagai sebagai berikut :
1. Permohonan Pada Hakim
Permohonan grasi diajukan pada hakim tingkat pertama. Hakim tingkat pertama, adalah hakim yang pertama kali menangani kasus yang melibatkan napi. Hakim ini juga yang memutuskan atau memberi hukuman sesuai dengan tuntutan jaksa (lebih berat atau lebih ringan). Selanjutnya hakim tingkat pertama yang akan meneruskan permohonan napi sampai kepada Presiden untuk dikabulkan.Presiden dalam memutuskan grasi akan meminta pertimbangan DPR apakah seseorang layak untuk diberikan grasi. Beberapa grasi yang diberikan presiden untuk kasus berat akan berpengaruh secara politis.
2. Keputusan Berkekuatan Hukum
Grasi hanya dapat diajukan setelah seorang napi emndapatkan putusan berkekuatan hukum. Jadi, grasi tidak dapat diberikan jika persidangan masih dalam proses atau napi dan pengacara masih mengajukan banding ke tingkat oengadilan lebih tinggi.Minimal grasi baru dapat diajukan setelah satu tahun seorang menjalani hukuman. Narapidana ini dapat mengajukan permohonan grasi beberapa kali.
Selain tahapan dan syarat grasi yang diatur oleh UU tentang grasi, permohonan grasi juga mempunyai syarat tersendiri untuk dipertimbangkan oleh Presiden sampai akhirnya dikabulkan. Sebelum Presiden mengajukan atau meminta pertimbangan DPR dan MA, Presiden sudah mempelajari terlebih dahulu kasus yang menimpa narapidana, akibat jika diberi grasi, dan persyaratan yang akan diberikan jika permohonan dikabulkan. Baru setelah itu DPR akan mempertimbangkan dan memberi masukan atau usulan kepada presiden.
Beberapa alasan dikabulkannya permohonan grasi, antara lain :
- Kekurangan Pada Proses Pengadilan
Beberapa proses peradilan pidana terlaksana, namun dapat saja terjadi kekurangan. Contoh kekurangan misalnya berkas perkara tidak lengkap atau ada saksi yang baru diketahui setelah terpidana menjalani hukuman. Oleh karena itu, ada kemungkinan hukuman yang diberikan terlalu berat atau terlalu besar melebihi kejahatan yang dilakukan. Maka, Presiden dapat mengabulkan grasi.
- Kondisi Narapidana
Kondisi narapidana selama menjalani hukuman dapat menjadi pertimbangan grasi. Contoh narapidana mengalami masa sakit selama di penjara atau kelakuan narapidana cukup baik di dalamnya. Meskipun definisi kelakuan baik di sini masih pro kontra, namun kondisi narapidana dapat menjadikannya dipertimbangkan untuk mendapatkan grasi. Di dalam kelompok kondisi narapidana termasuk pula napi yang baru bebas. Napi ini kemudian dapat masuk kembali atau dengan kejahatan yang berebda.
- Kondisi Usia
Usia napi dapat menjadi pertimbangan dirinya mendapatkan grasi. Banyak dari npi anak dan manula yang mendapatkan grasi. Napi anak diberi grasi dengan harapan mereka tidak akan melakukan tindakan kejahatan kembali dan dapat memulai hidup baru yang lebih baik. Sementara manula diberi grasi lebih banyak karena alasan kemanusiaan dan kondisi fisik yang tidak memungkinkan untuk hidup lama di balik jeruji.
- Kondisi Keluarga Napi
Kondisi keluarga napi dapat dijadikan pertimbangan dirinya mendapatkan grasi. Meskipun dapat dikatakan belum pernah napi diberi grasi karena hal ini. Kategori kondisi keluarga yang dimaksud, seperti napi yang meninggalkan anak di bawah umur tanpa pengawasan.
Contoh Grasi
Untuk lebih memahami grasi, maka di bawah ini adalah beberapa contoh grasi pada beberapa kasus besar yang pernah diberikan oleh Presiden. Contoh pemberian grasi atau contoh grasi dilengkapi dengan uraian kasus dan alasan diberikannya grasi.
1. Grasi Kepada Antasari Azhari
Antasari Azhari adalah mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mantan Ketua KPK ini dipidana atas tuduhan pembunuhan Direktur PT Rajawali Putra Banjaran, Nasrudin Zulkarnaen. Berdasarkan hasil persidangan, Antasari Azhari terbukti melakukan pembunuhan tersebut dan mendapat hukuman 18 tahun penjara. Setelah beberapa kali mengajukan grasi, akhirnya Presiden mengabulkan permohonan dengan memberikan grasi dengan pengurangan masa hukuman selama 6 tahun. Grasi ini diberikan oleh Presiden Jokowi pada tanggal 23 Januari 2017.
2. Grasi Kepada Terpidana Mati Dwi Trisna Firmansyah
Dwi Trisna Firmansyah adalah narapidana yang dhukum mati karena pembunuhan yang dilakukannya. Napi ini mendapat hukuman dari Pengadilan Tinggi Riau sesuai pembunuhan yang dilakukannya di wilayah hukum tersebut. Pemberian grasi didasari dengan alasan hak asasi dan masih adanya pro kontra hukuman mati. Dwi Trisna diberi grasi pada bulan maret 2015 oleh Presiden Jokowi berupa perubahan hukumannya dari hukuman mati menjadi hukuman penjara seumur hidup.
3. Grasi Kepada Terpidana Gerakan Papua Merdeka (OPM)
Gerakan Papua Merdeka OPM adalah pemberontakan yang dilakukan oleh sekelompok orang di wilayah Papua yang menuntut kemerdekaan wilayahnya. OPM ini telah bertahun-tahun menjadi masalah dan mengganggu upaya menjaga keutuhan NKRI. Beberapa di antara anggota OPM yang ditangkap, biasanya langsung diproses pengadilan dan diberi hukuman.
Pada tanggal 9 Mei 2015, Presiden Jokowi memberikan grasi pada 5 orang tahanan politik OPM dari 90 orang yang ada. Lima orang yang diberikan grasi oleh Presiden adalah pelaku serangan ke gudang senjata di markas Kodim Wamena pada tahun 2003. Pertimbangan dan alasan pemberian grasi adalah agar menjadi contoh bagi anggota OPM lain. Selain itu, pemberian grasi hanya diberikan kepada pemohon yang juga berarti bahwa mereka mengakui kesalahan dan tidak akan melakukan pemberontakan lagi di kemudian hari.
4. Grasi Kepada Schapella Leigh Corby
Schapella Leiigh Corby adalah warga negara Australia yang tertangkap membawa 4,2 Kg heroin di Bandara Ngurah Rai, Bali. Corby dan pengacaranya pada saat itu mengemukaan bahwa dirinya dijebak dan tidak bersalah. Bukti meyatakan hal yang berbeda. Corby menjadi terpidana bahaya narkoba bagi generasi muda. Pada tahun 2004 Corby diberi hukuman 15 tahun penjara. Di tahun 2012, Corby mendapat grasi dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan pengurangan masa tahun 5 tahun. Dengan grasi yang diberikan, maka Corby bebas bersyarat tanggal 3 September 2012.
Grasi ini menuai pro kontra. Namun, Presiden tidak melangkahi tugas dan wewenangnya. Grasi diberikan dengan berbagai persyaratan, seperti :
- Corby tidak diijinkan meninggalkan Indonesia selama masa pembebasan bersyarat. Corby juga terlebih dahulu mendapat rekomendasi dan ijin tinggal dari Dirjen Imigrasi Kemenetrian Hukum dan HAM.
- Jaminan dari Kedutaan Besar Australia bahwa Corby tidak akan meninggalkan Indonesia.
- Perjanjian bahwa Corby tidak akan melakukan tindak pidana lagi
- Corby melaksanakan apa yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah tahun 2006 tentang Syarat dan tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Permasyarakatan.
5. Grasi Kepada Meirika Franola
Meirika Franola adalah warga negara Inggris yang tertangkap tangan memabwa 3,5 Kg heroin dalam penerbangan dari London di Banadara Soekarno Hatta. Setelah mengikuti proses pengadilan, Meirika Franola yang dikenal dengan sebutan Ola ini mendapat hukuman mati. Dengan berbagai pertimbangan dan menimbang hubungan Internasional, grasi diberikan oleh Presiden SBY dengan mengubah terpidana mati menjadi putusan seumur hidup. Namun, kesempatan ini tidak dipergunakan sebaik mungkin oleh Ola. Beberapa saat setelah grasi, Ola ketahuan menjalankan sindikat narkoba Internasional dari balik jeruji. Hal ini yang kemudian membuatnya mendapatkan proses pengadilan atas kejahatan lain.
Demikian contoh grasi yang pernah diberikan oleh Presiden Jokowi dan SBY. Presiden Megawati dikatakan juga pernah memberikan grasi pada kasus besar seperti narkoba, namun belum ada yang mengetahui secara pasti kebenarannya. Sementara, Presiden Soekarno dan Soeharti tidak pernah memberikan grasi pada kasus-kasus besar. Yang pernah dilakukan oleh kedua Presiden Indonesia ini adalah pemberian amnesti dan abolisi. Semoga artikel ini bermanfaat.