Hal yang kini tengah terjadi di Indonesia, kekayaan sosial yang kita miliki tengah mengalami penurunan. Saat ini semangat kerja bersama yang dulu dipersepsikan sebagai sikap luhur bangsa, seperti tergeser oleh egoisme, peran indonesia di dunia internasional pun berkurang. Bahkan dengan terjadinya konflik sosial dan politik yang terbuka (manifest) tumbuh rasa saling membenci yang membara diantara berbagai kelompok. Konflik besar di Aceh, Maluku, Papua, Kalimantan, dan Sulawesi, ditambah dengan teror sporadis di berbagai daerah jelas menciptakan dalamnya rasa saling tidak percaya dikalangan masyarakat. Kini semakin jelas berhasil tidaknya indonesia dalam membangun karakter bangsa dan upaya menjaga keutuhan NKRI.
Kini pertanyaanya adalah mampukah bangsa ini membangun karakter bangsa yang kuat? Kita perlu khawatir di tengah bangsa Indonesia menghadapi zaman yang penuh dengan masalah-masalah berat, yang memiliki banyak penyebab konflik sosial, namun para pemimpin yang muncul, seperti terlalu kecil kapasitasnya untuk dapat merespon keadaan rumit ini. Ini sangat kontras bila dibandingkan saat awal-awal kemerdekaan. Saat itu masalah belum serumit sekarang, namun para pemimpin yang muncul memiliki kualitas luar biasa. Mereka tidak saja memahami dan terlibat dalam pergulatan pemikiran-pemikiran dunia namun juga sangat menghayati keadaan sosial budaya rakyatnya. Mereka lahir melalui tempaan panjang hasil interaksi dengan rakyatnya yang plural. Karena itu kelahiran Indonesia sebagai sebuah bangsa menjadi sangat dimungkinkan.
Fakta Karakter Bangsa Indonesia
Disamping kita memerlukan tumbuhnya hal baru yang berintegritas, kita pun perlu lebih fokus secara mendetail untuk membangun karakter bangsa dikalangan masyarakat Indonesia secara umum. Tiga puluh tahun lalu, M. Lubis menulis buku berjudul Manusia Indonesia: Sebuah Pertanggungjawaban. Dengan gaya jurnalistik lugas, Mochtar Lubis menyebut manusia Indonesia memiliki ciri antara lain munafik, enggan bertanggung jawab, berjiwa feodal, percaya takhayul, berwatak lemah, boros, pemalas, tukang menggerutu, cepat cemburu yang menjadi penyebab terjadinya penyalahgunaan kewenangan. Jelas sekali Mochtar Lubis geram terhadap karakter buruk itu. Ia mengatakan bahwa kita “ memerlukan upaya nasional untuk memperbaiki didik kita sebagai manusia”. Kini kita perlu khawatir gambaran orang Indonesia belum banyak berubah. Kita tidak mengingkari bahwa era reformasi telah membawa harapan baru. Hanya saja hingga kini perubahan yang kita harapkan masih berjalan lambat. Akibatnya beban psikologis tampak semakin berat.
Dalam merencanakan perubahan perilaku, teori mengenai tindakan seseorang di butuhkan sebagai contoh acuan. Dalam ilmu sosiologis setiap perbuatan seseorang tidak terjadi dalam ruang hampa melainkan terikat sangat erat dengan orang lain atau terjadi dalam situasi sosial tertentu. Bila kita aplikasikan kerangka teori ini dalam strategi membangun manusia Indonesia, karakter tidak saja dibentuk oleh tindakan orang per orang (agent) tetapi juga dibentuk oleh interaksi yang terbangun dan struktur sosial (lingkungan) yang ada.
Solusi Membangun Karakter Bangsa
Berdasarkan hal diatas apakah kekhawatiran ini beralasan? Yang jelas melihat permasalahan berat yang kini harus dihadapi, kita membutuhkan bentuk kepemimpinan kolektif (collective leadership) yang jujur,kreatif dan inovatif yang tidak memberikan dampak ketimpangan sosial dimasyarakat. Perlu pemimpin yang berani membuat terobosan-terobosan baru untuk kebaikan bersama. Mereka tidak kaku atau terpenjara oleh aturan-aturan birokratis baku yang kini telah terbukti menyuburkan praktik-praktik korupsi dan manipulasi. Untuk dapat melakukan itu, para pemimpin yang kita butuhkan adalah yang memiliki kejujuran dan kesungguhan kuat untuk melakukan perubahan mandasar.
Namun komitmen moral untuk melakukan perubahan menuju kebaikan itu tidak cukup hanya diniatkan saja didalam hati dan diucapkan secara lisan. Komitmen harus dijabarkan dalam aturan-aturan baru yang mencerahkan, yang kemudian diikuti dengan tanda keseriusan barupa penandatanganan dokumen-dokumen fakta kejujuran. Manakalah para pejabat eksekutif baik presiden, gubernur, maupun bupati terpilih dalam pemilu maupun pilkada yang berasaskan pada fungsi partai politik di Indonesia, mereka harus segera mencanangkan pembangunan disetiap jajaran birokrasi pemerintahan struktur organisasi negara sampai struktur organisasi pemerintahan desa.
Memulai Membangun Karakter Bangsa
Untuk memulai kerja besar itu, sejak pertama para pejabat terpilih harus mampu membentuk tim pelaksana dalam perubahan yang terbentuk dalam the dream team (mimpi tim) yang memperlihatkan wajah awal pulau integritas itu yang dapat mengatasi dampak dari ketimpangan sosial dimasyarakat pada karakter sebuah bangsa. Saat mereka melangkah pertama kali, mereka terlebih dahulu harus melakukan kajian-kajian ulang secara mendasar terhadap struktur birokrasi yang ada.
Berbagai hal untuk merombak struktur organisasi mesti dilakukan dengan acuan kerja yang jelas yakni kerja utama dan kerja pendukung yang ditentukan secara rasional tidak hanya atas dasar pertimbangan-pertimbangan kekuatan politik saja. Dalam mengisi fungsi-fungsi baru itu tidak terelakan akan terjadi pergantian atau pergeseran pejabat agar sesuai dengan bidang keahliannya. Para pejabat yang secara nyata memiliki pengalaman biang korupsi yang memiliki dampak korupsi bagi negara dan masyarakat atau biang kelambanan dalam kerja harus diistirahatkan. Dan harus bisa meminimalisir dampak bahaya akibat jika tidak ada keadilan dimasyarakat.
Langkah Membangun Karakter Bangsa
Dengan demikian upaya yang harus dilakukan untuk membangun karakter bangsa dapat dilakukan antara lain melalui langkah- langkah berikut:
1. Menggali potensi pada diri.
Yaitu dengan melakukan evaluasi dan juga seleksi dari nilai dan macam-macam norma yang terunggul untuk dikembangkan mendorong dan meningkatkan karakteristik suatu bangsa. Tiga nilai atau karakterteristik strategis yang mungkin perlu dikembangkan yakni, adil, tanggung jawab, dan sifat jujur. Bila Indonesia berhasil mengembangkan ketiga karakter ini, akan tumbuh masyarakat saling percaya (high trust society) dan kredibilitas Indonesia akan meningkat di mata internasional. Menurut Pramoeda (2013) pentingnya penggunaan akan dan sikap pemberani sebagai persyaratan terjadinya perubahan. Pramodya pun menunjuk generasi muda sebagai seseorang yang mampu menjadi mesin penggerak perubahan dan pembaharuan. Selain sikap yang disebutkan ini, tentu banyak lagi sikap luhur lain yang dapat digali dalam masyarakat Indonesia. Beragam kearifan lokal seperti tingginya penghargaan terhadap seni dan kesukaan pada gotong-royong, dapat menjadi bagian penting untuk mendukung perubahan dengan begitu manfaat organisasi dalam masyarakat sangat dibutuhkan.
2. Upaya mengembangkan karakter luhur.
Hal itu hanya akan terjadi bila dalam masyarakat terjadi proses komunikasi yang sehat di dalam anggota-anggotanya. Interaksi sehat terlaksana jika tiap pihak menjalankan prinsip persamaan derajat, kesamaan atas keterlibatan dan keterbukaan. Langkah membangun interaksi sehat ini memerlukan pemahaman dan latihan yang terus menerus. Bila hal ini berhasil dilakukan akan terbangun komunitas yang anggota-anggotanya memiliki jalinan hubungan erat. Sikap luhur seperti kejujuran, keadilan, tanggung jawab, dan toleran sebagaimana disebutkan sebelumnya akan tumbuh subur dalam lingkungan masyarakat yang memiliki interaksi sehat.
3. Jalur-jalur interaksi sehat.
jalur interaksi sehat merupakan benih tumbuhnya karakter komunitas yang responsif. Apa itu komunitas responsif? Yaitu menandai para komunitas yang tidak respresif bagi warganya seperti halnya memaksakan aturan, nilai dan macam-macam norma yang dianut dalam lingkungan komunitas itu sehingga hak-hak individu dan hak kewajiban warga negara dalam UUD 1945 Bentuk komunitas responsif mengacu pada prinsip keseimbangan antara kedua kecenderungan itu dengan menghindari terbentuknya lingkungan yang bersifat represif terhadap warga dan pada saat yang sama juga menolak individualisme yang cenderung menghancurkan kebersamaan sehingga hal tersebut bisa menjadi penyebab lunturnya bhineka tunggal ika .