Paska reformasi 1998, Indonesia sebagai negara demokrasi justru lebih banyak mengalami konflik sosial yang terjadi di berbagai daerah. Konflik sosial yang terjadi merupakan akar dari dibukanya keran kebebasan dan keterbukaan dalam hampir setiap sendi kehidupan bermasyarakat. Seringkali kebebasan dan keterbukaan ini membuat masyarakat merasa bebas yang tidak diimbangi dengan kewajiban yang dimiliki sebagai warga Negara. Berbagai konflik sosial yang terjadi berdampak pada terganggunya stabilitas nasional dan menghambat proses pembangunan. (baca : Dampak Akibat Konflik Sosial)
Batasan Konflik Sosial
Sesuai Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 Tentang Penanganan Konflik Sosial, yang dimaksud dengan konflik sosial atau konflik, adalah :
“Perseteruan dan/atau benturan fisik dengan kekerasan antara dua kelompok masyarakat atau lebih yang berlangsung dalam waktu tertentu dan berdampak luas yang mengakibatkan ketidakamanan dan disintegrasi sosial sehingga mengganggu stabilitas nasional dan menghambat pembangunan nasional”.
Konflik sosial terjadi karena berbagai macam sebab. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab konflik sosial, berikut ulasan secara singkat yang diambil dari berbagai sumber.
Faktor Penyebab Konflik Sosial
Dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 Tentang Penanganan Konflik Sosial, dirumuskan sumber-sumber konflik sosial.
Pasal 5 UU Nomor 7 Tahun 2012 berbunyi :
“Konflik dapat bersumber dari :
a. permasalahan yang berkaitan dengan politik, ekonomi, dan sosial budaya;
b. perseteruan antarumat beragama dan/atau interumat beragama, antarsuku, dan antaretnis;
c. sengketa batas wilayah desa, kabupaten/kota, dan/atau provinsi;
d. sengketa sumber daya alam antarmasyarakat dan/atau antarmasyarakat dengan pelaku usaha; atau
e. distribusi sumber daya alam yang tidak seimbang dalam masyarakat.”
Secara umum konflik sosial yang terjadi disebabkan oleh beberapa faktor penyebab konflik, diantaranya :
1. Disparitas individu
Setiap individu berbeda dengan yang lainnya dalam banyak hal seperti sifat, sikap, suku, pendirian dan keinginan, kepentingan dan keyakinan/agama. Dalam suatu masyarakat, seringkali terjadi perbedaan pendapat atau perbedaan dalam memandang suatu hal misalnya sikap politik. Tak jarang, perbedaan sikap politik menjadi benih timbulnya konflik sosial dalam masyarakat.
Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya bahwa perbedaan keyakinan juga merupakan salah satu sumber terjadinya konflik sosial. Konflik sosial yang terjadi karena perbedaan keyakinan tidak hanya terjadi antar umat beragama tetapi juga intraumat beragama.
contoh konflik disparitas individu
Tentunya kita tidak lupa beberapa contoh konflik sosial dalam masyarakat Indonesia yang pernah terjadi. Contoh konflik sosial karena perbedaan keyakinan adalah kasus yang menimpa pengikut Ahmadiyah di Mataram dan Bandung, kasus yang terjadi pada pengikut Syiah di Sampang serta pembakaran gereja di Aceh Singkil, dan penyerangan dan pembakaran masjid di Tolikara.
Semua terjadi karena masing-masing pihak mengatasnamakan agama sebagai cara untuk mencapai tujuannya. Atas nama agama, mereka semakin permisif dengan penggunaan cara-cara kekerasan demi menegakkan prinsip-prinsip agama atau keyakinan yang dianut. Seolah lupa bahwa kita hidup dibawah semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang menghendaki adanya sikap saling menghormati agar fungsi toleransi dapat berjalan sebagaimana mestinya.
Untuk menghindari terjadinya konflik, peran tokoh-tokoh agama sangat diperlukan. Penanaman kembali nilai-nilai keagamaan yang cinta damai sangat diperlukan. Selain itu, pemahaman tentang arti toleransi juga penting untuk dikembangkan.
2. Disparitas kebudayaan
Kebudayaan, nilai-nilai serta macam-macam norma yang dianut oleh masyarakat tertentu berbeda dengan yang lainnya. Dalam proses interaksi antara dua budaya, tidak jarang menimbulkan gesekan yang berujung pada konflik sosial. Konflik sosial yang berlatar belakang budaya juga tak jarang berakhir dengan kekerasan. Tidak adanya sikap toleransi menjadi salah satu penyebab lunturnya Bhinneka Tunggal Ika.
3. Konflik kepentingan
Kepentingan yang dimiliki oleh setiap orang berbeda-beda. Perbedaan dapat membawa ke arah konflik apabila kedua kepentingan ini mengalami benturan. Misalnya demo buruh yang menuntut kenaikan upah kepada pengusaha. Dari sisi buruh, mereka menuntut kenaikan upah untuk memperbaiki kualitas hidupnya. Namun dari sisi pengusaha, kenaikan upah buruh berarti menambah pengeluaran perusahaan.
4. Adanya perubahan sosial
Perubahan sosial dapat terjadi dikarenakan adanya konflik sosial. Setelah reformasi bergulir, hampir seluruh tatanan hidup berbangsa dan bernegara mengalami perubahan. Hal ini ditandai dengan Perubahan UUD 1945. Namun, di masing-masing daerah proses perubahan sosial ini tidak sama sehingga menimbulkan konflik sosial.
Ketika zaman Orde Baru rakyat hidup dalam tekanan hampir di segala bidang. Tidak dipungkiri, rezim Orde Baru sangat fasih meredam terjadinya konflik sosial. Namun, hal-hal sebagai penyebab terjadinya tindakan penyalahgunaan kewenangan juga tidak sedikit, korupsi merajalela dan lain-lain. (baca : Penyebab Korupsi dan Cara Mengatasinya – Dampak Korupsi Bagi Negara)
Indikator Terjadinya Konflik Sosial
Untuk mengetahui apakah suatu kelompok masyarakat sedang mengalami konflik atau tidak dapat dilihat dari berbagai indikator. Charles Lewis Taylor beserta Michael C. Hudson (1972) melalui Suhardi dalam buku Sosiologi 2 : Untuk SMA/MA Kelas XI Program IPS (2009) menjelaskan bahwa untuk mengidentifikasi suatu kelompok masyarakat sedang mengalami konflik atau tidak dapat dilihat dari beberapa kejadian atau peristiwa yang terjadi, yaitu :
1. Adanya unjuk rasa sebagai bentuk protes
Unjuk rasa atau demonstrasi merupakan media yang sering digunakan oleh masyarakat untuk melakukan protes terhadap pihak yang memegang kekuasaan, seperti Negara, pemerintah, pengusaha atau pihak lain.
Yang menjadi topik atau pokok permasalahan dilakukannya unjuk rasa atau demonstrasi adalah :
- Ideologi. Dari macam-macam ideologi di dunia, komunis adalah salah satu penyebab terjadinya konflik sosial di Indonesia pada tahun 1966. Saat itu mahasiswa bersama-sama dengan masyarakat menuntut agar PKI dibubarkan dan paham komunis dilarang.
- Rencana kebijakan dari penguasa dirasa memberatkan. Misalnya rencana kenaikan harga BBM yang sempat ditunda pelaksanaannya beberapa waktu lalu.
- Kebijakan yang telah dibuat oleh pemerintah dirasa menyengsarakan rakyat. Kebijakan yang tidak berdampak pada keadilan dapat memicu terjadinya konflik.
- Masyarakat merasa adanya ketimpangan sosial. (baca : Dampak Ketimpangan Sosial)
2. Adanya kerusuhan dan pemberontakan
Kerusuhan dapat timbul saat dilakukannya unjuk rasa atau demonstrasi. Kerusuhan terjadi manakala para pendemo dan penjaga keamanan terlibat saling dorong atau saling lempar atau ada pihak-pihak yang memprovokasi keduanya. Dalam kerusuhan, pendemo melakukan hal-hal destruktif dan anarkis serta merusak fasilitas umum.
Pemberontakan adalah upaya yang terorganisir yang dilakukan oleh sekelompok orang atau masyarakat dengan tujuan untuk mengganti pemerintahan atau pimpinan Negara dengan menggunakan metode kekerasan.
3. Adanya serangan yang menggunakan senjata
Serangan dilakukan oleh pihak-pihak tertentu seperti pemerintah, aparat atau kelompok bersenjata lain secara rapi. Biasanya serangan ini memiliki tujuan memberikan rasa takut dan didasari atas kepentingan politik tertentu.
4. Jatuhnya korban jiwa
Setiap konflik berakibat pada jatuhnya korban jiwa baik dari masyarakat sipil maupun aparat. Inilah dampak terburuk konflik sosial yang harus dicegah.
Selain kedua ahli tersebut, dua ahli lain yaitu Ivo V. Feierabend dan Rosalnd L.Feierabend (1966) juga merumuskan tanda-tanda terjadinya konflik sosial, yaitu :
- Pemilihan umum (baca : Fungsi Pemilu)
- Pergantian kabinet
- Demonstrasi
- Penindakan terhadap tokoh-tokoh politik
- Penahanan massal
- Kudeta
- Perang saudara
Pencegahan dan Penyelesaian Konflik Sosial
Untuk mencegah semakin memburuknya akibat yang ditimbulkan oleh konflik sosial, diperlukan berbagai upaya sebagai jalan tengah yang berupa perundingan.
Terdapat 8 bentuk perundingan, yaitu :
- Toleransi. Sikap saling menghargai, menghormati serta memahami keberadaan, pendirian, serta keyakinan pihak lain.
- Konfersi. Sikap bersedia menerima keberadaan serta pendirian pihak lain
- Kompromi. Kedua belah pihak bersepakat untuk saling mengalah, memberi dan menerima.
- Konsiliasi. Upaya yang dilakukan guna mencapai kesepakatan bersama antara dua pihak melalui pihak ketiga.
- Mediasi. Proses perundingan yang dilakukan dengan melibatkan pihak ketiga yang netral.
- Arbritasi. Kedua belah pihak yang berkonflik memilih pihak ketiga sebagai upaya penyelesaian konflik.
- Ajudikasi. Konflik diselesiakan melalui pengadilan.
- Genjatan senjata. Penghentian peperangan dalam jangka waktu tertentu sambil mencari jalan damai.
Di Indonesia, selain melalui perundingan, penguatan peran lembaga pengendalian sosial juga harus dilakukan. Hal ini guna terciptanya keadilan dalam masyarakat dan mencegah bahaya akibat jika tidak ada keadilan dalam masyarakat.
Menurut George Simmel, suatu konflik berakhir bila :
- Kemenangan diperoleh salah satu pihak
- Kompromi yang dilakukan oleh pihak-pihak yang bersengketa
- Rekonsiliasi
- Pihak yang satu memaafkan pihak yang lain
- Kedua belah pihak sepakat untuk mengakhiri konflik
Demikianlah ulasan singkat mengenai faktor penyebab konflik sosial beserta upaya penyelesaian secara teoritis.