Negara Myanmar adalah nama negara baru yang menggantikan nama lamanya, yaitu Burma. Negara ini merupakan salah satu diantara negara lain yang pernah melakukan pemindahan ibukota. Myanmar terletak di Asia Tenggara dan berbatasan dengan negara Asia lain seperti Bangladesh di sebelah Barat, Thailand di sebelah Timur, China di sebelah Utara dan Laut Andaman di sebelah Selatan.
Dahulunya bentuk pemerintahan Myanmar adalah Oligarki Militer atau terkenal dengan sebutan Junta Militer yang telah menguasai Myanmar dalam kurun waktu 46 tahun. Kekuasaan Militer terlama di Asia Tenggara ini tercatat sebagai sejarah dunia menyaingi rekor kekuatan militer Rusia. Akan tetapi, jika kita melihat beberapa tahun belakang ini, Myanmar merubah bentuk pemerintahannya menjadi Republik Presidensial. Bagaimanakah sejarah bentuk pemerintahan negara Myanmar yang bermula Oligarki Militer menjadi Republik Presidensial?.
- Perubahan Nama Dan Pemindahan Ibukota
Bergantinya nama Burma menjadi Myanmar terjadi pada 18 Juni 1989 ketika rezim militer dipimpin oleh Jenderal Saw Maung dengan tujuan masyarakat etnis non-Burma merasa menjadi bagian dari negara Myanmar. Setelah pergantian nama tersebut, Myanmar adalah salah satu negara yang multi-etnis karena terdapat berbagai macam etnis yang tinggal di negara tersebut. Adapun diantaranya adalah Karen, Burma, Arakan, Kayah, Chin, Kachin, Mon, Rohingya dan ratusan etnis minoritas lainya.Negara dengan kekuasaan militer ini juga pernah melakukan pemindahan ibukota negaranya, tepatnya pada 7 November 2005 silam yaitu dari Ranggon (Yangon) ke Naypyitaw dan masih bertahan hingga saat ini.
5 tahun setelahnya, pemerintahannya juga pernah mengganti bendera serta lagu kebangsaan tepat pada 21 oktober 2010. Ibukota baru yang bernama Naypyidaw memiliki makna “tempat tinggal para raja”. Kondisi ini disebabkan oleh faktor letak ibukota tersebut yang dapat dikatakan tepat berada di tengah negara ini yang tepatnya berada di distrik Mandalay. Terdapat alasan klasik dalam pemindahan ibukota ini yaitu untuk menjaga tradisi Myanmar ketika dipimpin oleh Dinasti yang pada saat itu seringkali memindahkan ibu kota.
- Sistem Parlemen
Sistem pemerintahnya menganut sistem pemerintahan presidensial. Dalam menjalankan tugas, fungsi dan wewenang presiden dan wakil presiden mereka akan dibantu oleh dua orang wakil presiden. Ini sangat menarik mengingat sebagian wakil presiden di setiap negara hanya 1 orang saja. Namun, setelah era baru tepatnya pada April 2016 silam, Presiden akhirnya membentuk jabatan baru yang disebut sebagai Kanselir Negara (State Counsellor) atau setara dengan jabatan PM di negara lain.
Saat ini, Kanselir Negara dijabat oleh Aung San Suu Kyi. Bentuk pemerintahan negara Myanmar yang berupa militer ini memiliki 7 negara bagian. Masing-masing negara bagian tersebut mewakili nama masing-masing etnis sebagai karakteristik identitas nasional. Adapun negara bagian yang dimaksud diantaranya adalah Chin, Kachin, Kayah, Kayin, Rakhine, Shan dan Mon.
Meskipun demikian, keistimewaan ini tidak berlaku bagi etnis Rohingnya yang merupakan etnis di negara bagian Rakhine (dahulunya Arakan). Sebaliknya, hak istimewa tersebut diberikan kepada etnis minoritas Rakhin yang mayoritasnya beragama Budha yang jumlah penduduknya kurang dari 10%. Kondisi inilah yang membuat negara bagiannya bernama Rakhine bukan Rohang.
- Sejarah Awal
Bentuk pemerintahan negara Myanmnar pada masa itu adalah Junta Militer atau sering dikenal sebagai The State Peace and Development Council (SPDC). Era SPDC ini dipimpin oleh Jenderal Than Shwe yang telah menjabat sejak 23 April 1992 hingga 2015. Disisi lain, Perdana Menterinya adalah Jenderal Thein Sein. Sejak berkuasanya rezim militer di Myanmar, sudah terjadi beberapa kali aksi demonstrasi yang dilakukan oleh rakyat Myanmar, baik itu dimotori oleh para tokoh agama terutama biksu maupun aktivis mahasiswa yang menentang rezim militer.
Para demonstran melakukan protes terhadap kekuasaan militer yang berada dalam pemerintahan karena seharusnya kursi pemerintahan dijalankan oleh warga sipil. Aksi demo ini ternyata direspon oleh pemerintah militer dengan melakukan kekerasan dan tentunya banyak korban berjatuhan. Adapun demonstrasi yang paling besar dalam sejarah kekuasaan militer Myanmar adalah pada 8 Agustus 1988.
Demo tersebut melibatkan banyak biksu dan pelajar yang menuntut Ne Win untuk segera mengakhiri rezim militer dan menuntut sistem demokrasi. Atas perjuangan rakyat Myanmar, pada akhirnya Jenderal Ne Win yang saat itu menjabat sebagai pemimpin Junta Militer mengundurkan diri meskipun aksi demo tersebut memakan lebih dari 3000 korban jiwa.
- Pergantian Kekuasaan
Setelah kemunduran Ne Win, kepemimpinannya digantikan oleh Jenderal Sung Maung. Namun tidak lama setelah menjabat, beliau kemudian mengundurkan diri dan digantikan oleh Jenderal Saw Maung. Pada masa kepemimpinan Saw Maung, status kemiliteran Myanmar berubah menjadi State Law and Order Restoration Council (SLORC). Dibawah kepemimpinan Saw, kebijakan pemerintah membawa perubahan yang cukup signifikan bagi masyarakat Myanmar, mereka menjadi lebih terbuka dan menjalin hubungan kerjasama ASEAN dalam sektor militer dan ekonomi.
Tidak lama kemudian, pada 23 April 1992 Saw Maung mengundurkan diri sebagai kepala negara sekaligus pimpinan SLORC dan menunjuk Jenderal Than Shwe untuk menggantikannya. Pada awal kemepimpinan Than Shwe, ia mengganti SLORC menjadi State Peace and Development Council (SPDC). Kekuasaan bentuk pemerintahan negara Myanmar rezim Junta Militer terus berlanjut hingga tahun 2015.
- Berakhirnya Rezim Militer
Berakhirnya bentuk pemerintahan negara Myanmar yang berupa Oligarki Militer adalah diawali dengan pemilu yang diadakan pada tahun 2015. Pada tahun 2015 diadakan pemilu yang pemenangnya adalah orang yang bukan dari lingkungan militer. Presiden tersebut berasal dari Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (National League for Democracy atau NLD).
Partai tersebut dipimpin oleh Aung San Suu Kyi. Era baru dimulai pada 6 April 2016 dimana Aung San Suu Kyi menduduki jabatan sebagai kanselir negara atau setara dengan Perdana Menteri di negeri lain. Aung San Suu Kyi pernah diberikan penghargaan nobel dalam bidang perdamaian dunia pada tahun 1991 silam karena jasa dan memperjuangkan perilaku budaya demokrasi di Myanmar tanpa kekerasan dalam menentang rezim militer yang begitu kokoh.
Itulah sejarah bagaimana bentuk pemerintahan negara Myanmar yang pada mulanya adalah Oligarki Militer dan kemudian berubah menjadi Republik Presidensial.