Negara merupakan suatu wilayah yang berdiri sendiri, ditempati oleh sekelompok orang dan memiliki suatu sistem tertentu yang berlaku bagi setiap individu yang berada di wilayah tersebut. Ketika ingin mendirikan suatu Negara, ada beberapa unsur yang harus dipenuhi yaitu adanya wilayah yang mencakup darat, laut, udara, dan daerah ekstrateritorial; adanya rakyat yang diperintah; serta adanya pemerintahan yang berdaulat yang menjalankan penyelenggaraan negara.
Dalam perkembangannya, beberapa ahli menambahkan satu unsur lagi yaitu pengakuan dari Negara lain. Maksudnya adalah ketika suatu Negara telah berdiri maka Negara tersebut membutuhkan pengakuan dari Negara lain karena berkaitan dengan hubungan antar Negara dalam rangka mencapai tujuan Negara yang telah ditentukan dan dicantumkan dalam konstitusi.
Konstitusi memegang peran yang sangat penting bagi Negara dalam kaitannya dengan keberlangsungan proses penyelenggaraan Negara dalam rangka mencapai tujuan Negara yang ingin diraih. Begitu pula dengan Negara yang menganut konsep demokrasi. Terdapat dua hal pokok yang penting bagi negara demokrasi yaitu konstitusi yang demokratis dan penghargaan serta perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia dan hak-hak warga negara. Peran konstitusi dalam suatu Negara demokrasi dapat ditilik dan disarikan dari pengertian serta fungsi konstitusi itu sendiri yang telah diungkapkan oleh para ahli serta berpijak pada dua hal pokok bagi negara demokrasi sebagaimana yang telah disinggung sebelumnya.
Dengan demikian, apakah sebenarnya peran konstitusi dalam suatu Negara demokrasi? Berikut sekilas ulasannya.
1. Konstitusi berperan sebagai Dasar Pembentukan Negara
Secara istilah, konstitusi diartikan sebagai pembentukan. Asal muasal penggunaan kata “pembentukan” sebagai makna dari istilah konstitusi berawal dari terjemahan kata constituer (Perancis) yang memiliki arti membentuk dalam artian membentuk suatu negara. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa konstitusi mengandung arti berawalnya segala aturan atau kaidah dasar mengenai hal-hal untuk membentuk suatu Negara. Dalam ketatanegaraan, konstitusi diartikan sebagai aturan dasar pembentukan suatu negara atau menyatakan sebuah negara.
Dalam konteks Indonesia, UUD 1945 sebagai dasar hukum tertulis tertinggi dapat disebut sebagai Deklarasi Kemerdekaan Indonesia dan Dasar Pembentukan Negara. Hal ini secara jelas tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 yang memuat pernyataan kemerdekaan serta tujuan nasional yang berlandaskan Pancasila. UUD 1945 juga mengatur kerangka ketatanegaraan serta tugas dan wewenang lembaga Negara.
2. Konstitusi berperan sebagai Perekat Bangsa
Konstitusi merupakan bentuk konsensus yang mencerminkan keanekaragaman yang dibalut dalam suatu ikatan kebangsaan dan kenegaraan. Heterogenitas dalam Negara demokrasi diakui dan dilindungi keberadaannya. Heterogenitas ini menuntut adanya sikap saling menghargai dan menghormati di antara warga masyarakat. Sikap ini dibutuhkan guna meraih cita-cita dan tujuan Negara yang telah disepakati. Sikap saling menghargai dan menghormati inilah yang memicu tumbuh kembangnya sikap toleransi dalam masyarakat.
Heterogenitas yang dimiliki Indonesia tidak lantas membuat Indonesia menjadi bangsa yang tercabik-cabik. Namun, heterogenitas ini justru menguatkan Indonesia sebagai satu bangsa yang besar. Heterogenitas menuntut setiap anak bangsa Indonesia untuk dapat saling menghargai dan menghormati. Sikap seperti ini telah menjadikan Indonesia dikenal sebagai Negara yang memiliki toleransi yang tinggi. Heterogenitas Indonesia dikenal dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika (berbeda-beda tetapi satu jua).
Heterogenitas Indonesia merupakan fakta yang harus diterima oleh setiap bangsa Indonesia. Untuk itu, Negara menjamin heterogenitas Indonesia dalam UUD 1945 yang tersurat jelas dalam tujuan Negara Indonesia dalam Pembukaan UUD 1945 dan berlandaskan falsafah negara.
Dengan dijaminnya heterogenitas di Indonesia, maka semangat rasa persatuan dapat terjalin sejalan dengan fungsi toleransi yang diterapkan oleh setiap warga negara. (baca : Manfaat UUD Republik Indonesia Tahun 1945 bagi Warga Negara serta Bangsa dan Negara)
3. Konstitusi berperan sebagai Hukum Dasar
Konstitusi dalam Negara demokrasi hanya memuat hal-hal atau aturan-aturan kehidupan berbangsa dan bernegara yang bersifat prinsip atau mendasar. Konstitusi merupakan hukum dasar yang disusun untuk mengatur kedudukan dan fungsi lembaga pemerintahan dan hubungan kerjasama antara Negara dengan rakyat. (baca : Struktur Lembaga Negara Sebelum dan Sesudah Amandemen)
UUD 1945 merupakan hukum dasar tertulis bagi Negara Indonesia. Di dalamnya mengatur hal-hal mendasar mengenai tata cara penyelenggaraan Negara, mekanisme pemberian kekuasaan serta tata cara penggunaan kekuasaan itu oleh lembaga Negara.
4. Konstitusi berperan sebagai Hukum Paling Tinggi
Konstitusi disebut sebagai sumber hukum tertinggi dalam tata hukum suatu Negara. Konstitusi merupakan acuan awal atau rujukan disusunnya peraturan perundangan yang berada di bawah konstitusi. Dengan demikian, tidak boleh ada satu pun peraturan perundangan yang bertentangan dengan konstitusi.
UUD 1945 adalah sumber hukum tertulis yang paling tinggi di Indonesia. Hal ini berarti, sesuai dengan pernyataan di atas, UUD 1945 merupakan sumber hukum tertulis tertinggi dan dasar bagi setiap pembentukan peraturan perundangan di bawahnya agar tidak bertentangan dengan UUD 1945.
5. Konstitusi berperan sebagai Perangkat Kehidupan Yang Demokratis
Konstitusi dalam Negara demokrasi mengatur kehidupan kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan. Melalui konstitusi yang demokratis, suatu kekuasaan dan pemerintahan yang demokratis dapat terwujud dengan menerapkan nilai-nilai demokratis yang tersirat dalam konstitusi oleh setiap anak bangsa secara konsisten.
6. Konstitusi sebagai Penjaga Demokrasi
Melihat kembali perjalanan sejarah, cara-cara demokrasi yang diterapkan Negara-negara pada masa lalu tidak serta merta melahirkan pemerintahan yang kekuasaannya terbatas. Bahkan dalam beberapa kasus, kekuasaan yang otoriter justru tumbuh dan berkembang melalui cara-cara demokrasi. Untuk itu, suatu Negara yang menganut demokrasi sejatinya memaknai demokrasi tidak hanya sebagai suatu proses pemilihan umum (wakil rakyat dan pemerintahan) semata. Demokrasi hendaknya dimaknai secara substansial yaitu penghargaan dan perlindungan HAM, pemerintahan yang terbatas, dan penyelenggaraan pemerintahan berkedaulatan rakyat yang telah ditetapkan dalam konstitusi. Jika ada aturan hukum atau kebijakan yang bertentangan dengan inti demokrasi maka harus dibatalkan.
Dalam Negara demokrasi, demokrasi diatur dan dibatasi oleh aturan hukum. Dengan demikian, konstitusi sebagai hukum tertinggi dalam Negara demokrasi mengatur prosedur demokrasi serta substansi pemerintahan yang demokratis. Hal ini dimaksudkan sebagai upaya untuk menjaga demokrasi dari penggunaan kekuasaan yang membahayakan demokrasi itu sendiri.
7. Konstitusi sebagai Alat untuk Membatasi dan Memisahkan Kekuasaan Negara
Pada hakekatnya, konstitusi memuat batasan-batasan tentang kekuasaan Negara. Karenanya, konstitusi tidak dapat dilepaskan dari paham konstitusionalisme. Konstitusionalisme adalah paham yang menyatakan bahwa kekuasaan harus dibatasi agar proses demokrasi dapat berjalan. Jika kekuasaan tidak dibatasi dengan konstitusi dikhawatirkan kekuasaan akan bertumpu pada satu orang dan dapat dijadikan legitimasi bagi siapapun yang berkuasa. (baca : Penyebab Terjadinya Tindakan Penyalahgunaan Kewenangan)
Penyalahagunaan wewenang merupakan salah satu penyebab korupsi di Indonesia.Sebagai pemerintahan yang berasal dari, oleh dan untuk rakyat sejatinya demokrasi dijalankan tidak secara langsung. Proses demokrasi dilakukan melalui sistem perwakilan. Maksudnya, rakyat memberikan mandat atau amanat kepada penguasa serta lembaga Negara. Terkadang, kekuasaan yang diberikan kepada penguasa tidak dijalankan sesuai dengan konstitusi. Untuk menghindarinya diperlukan pembatasan-pembatasan melalui konstitusi.
Di Indonesia, pembatasan kekuasaan juga dilakukan melalui konstitusi. Dalam UUD 1945, secara jelas diatur tentang kedudukan dan wewenang dari setiap lembaga Negara. Hal ini dimaksudkan agar tercipta pengawasan dan keseimbangan dalam penyelenggaraan Negara. Selain itu, pembatasan wewenang ini dilakukan agar tidak terjadi adanya intervensi atau gangguan lainnya yang dapat mengganggu jalannya pemerintahan.
Sebagai Negara yang menganut demokrasi, penyelenggaraan negara dibagi ke dalam tiga macam kekuasaan agar kekuasaan Negara tidak bertumpu pada satu orang. Pendelegasian wewenang kekuasaan yang tercantum dalam UUD 1945 adalah :
1. Kekuasaan membentuk UU dilakukan oleh DPR; (baca : Fungsi DPR RI)
2. Kekuasaan mengadili pelanggaraan pelaksanaan UU oleh MA dan MK; (baca : Tugas dan Fungsi Mahkamah Agung)
3. Kekuasaan melaksanakan UU oleh Presiden; (baca : Tugas, Fungsi, dan Wewenang Presiden dan Wakil Presiden)
8. Konstitusi sebagai Pelindung HAM dan Hak-hak Warga Negara
Konstitusi pada hakekatnya disusun guna mencegah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan Negara yang dapat berakibat pada adanya pelanggaran HAM dan hak warga negara. Hal ini berdasarkan kilasan sejarah yang menunjukkan banyaknya jenis-jenis pelanggaran hak-hak asasi manusia yang ditimbulkan akibat penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan penguasa.
Bentuk atau jenis pelanggaran HAM tidak hanya berupa penghilangan hak hidup manusia saja. Namun, dapat juga karena akibat adanya penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh penyelenggara Negara. Korupsi adalah contohnya. Doktrin International Covenant Economic and Social Right menyatakan bahwa tindak pidana korupsi yang dapat digolongkan sebagai pelanggaran HAM berat. Hal ini karena korupsi menghilangkan hak warga Negara untuk dapat menikmati pembangunan. (baca : Penyebab korupsi dan Cara Mengatasinya)
Untuk mencegah selalu berulangnya masalah pelanggaran hak-hak asasi manusia yang dilakukan oleh Negara maka diperlukan pembatasan kekuasaan Negara melalui konstitusi. Pembatasan ini diperlukan guna melindungi hak-hak asasi manusia seperti hak untuk hidup, kesejahteraan hidup, dan hak kebebasan.
Disebutkan sebelumnya bahwa unsur penting bagi Negara demokrasi adalah konstitusi yang demokratis dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia dan hak-hak warga negara. Sebagai negara yang menganut paham demokrasi, Indonesia juga tidak terlepas dari dua unsur tadi. Hubungan demokrasi dan hak-hak asasi manusia di Indonesia tersurat dengan jelas dalam UUD 1945. Dalam Dalam UUD 1945 ketentuan mengenai hak-hak asasi manusia serta hak dan kewajiban warga Negara telah diatur dengan begitu jelas terutama setelah dilakukannya Perubahan UUD 1945. Diaturnya hak-hak asasi manusia serta hak dan kewajiban warga Negara dalam UUD 1945 sebagai bukti bahwa sebagai Negara demokrasi, Indonesia menjamin dan melindungi hak-hak asasi manusia serta hak dan kewajiban warga Negara.
Mahkamah Konstitusi sebagai Garda dan Penafsir Akhir Konstitusi
Dalam Negara demokrasi penyelenggaraan demokrasi harus dijamin berdasar atas hukum. Untuk itu, sebagai bentuk pengejewantahan pelaksanaan prinsip-prinsip demokrasi yang terkandung dalam konstitusi diperlukan adanya perlindungan konstitusional yang menjamin hak-hak masyarakat.
Perlindungan konstitusi ini dilakukan oleh lembaga Negara yang memegang kekuasaan kehakiman. Untuk itu, dibentuk Mahkamah Konstitusi sebagai sebagai garda konstitusi dan penafsir akhir konstitusi. Di Indonesia, Mahkamah Konstitusi dibentuk dengan tujuan agar pelaksanaan Undang-undang dasar dapat terjaga dan terjamin. Sebagai pengawal dan penafsir akhir konstitusi, Mahkamah Konstitusi memiliki kewenangan dan kewajiban.
Kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar 1945 kepada Mahkamah Konstitusi adalah :
- Melakukan pengujian atau pengecekan Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945;
- Membuat keputusan tentang sengketa kewenangan yang terjadi antara satu lembaga dengan lembaga lainnya yang wewenangnya diberikan oleh Undang-Undang Dasar 1945;
- Membuat keputusan tentang sengketa pemilihan umum; dan
- Membuat keputusan tentang pembubaran partai politik.
Adapun kewajiban Mahkamah Konstitusi adalah memberikan keputusan mengenai pendapat Dewan Perwakilan Rakyat yang menyatakan bahwa baik Presiden atau Wakil Presiden atau keduanya telah secara nyata melakukan suatu pelanggaran hukum. Atau, baik Presiden atau Wakil Presiden atau keduanya sudah tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai Presiden atau Wakil Presiden atau keduanya seperti yang termaktub dalam Undang-Undang Dasar 1945. (baca : Syarat Menjadi Presiden dan Wakil Presiden Menurut UUD)