Perkembangan pers di Indonesia telah dimulai pada abad ke-18. Sejak masa kependudukan VOC, ketika dokumen Perjanjian Bongaya berhasil dicetak oleh VOC. Beberapa surat kabar berbahasa belanda, salah satunya De bataviase yang terbit pada tahun 1744, muncul di Indonesia. Kemudian pers berkembang pesat pada awal abad ke-19 karena pengaruh majunya infranstruktur yang memperluas jangkauan transportasi dan komunikasi. Setelah itu pers dikuasai pemerintah kolonial Belanda sampai akhir abad ke-20, dan mulai terbit surat kabar yang diprakarsai oleh kaum peranakan Tionghoa. (baca juga: Syarat Masyarakat Madani)
Melalui ringkasan ini, kita akan mengetahui bagaimana pers yang awalnya diciptakan dengan tujuan berdagang dan menyebarkan agama oleh kolonial belanda, kemudian dimanfaatkan menjadi salah satu penyebar ‘wajah’ politik, hingga menjadi salah satu aspek komersial yang menguntungkan.
Sebelum Reformasi Perkembangan Bentuk Pers
Pers adalah salah satu media yang berkembang pesat di negara kita. Tidak dapat dipungkiri bahwa peran pers sangat besar dalam setiap peristiwa yang terjadi Indonesia. Begitupun dengan pengaruh pers yang besar sehingga banyak dimanfaatkan dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari ekonomi hingga politik. Menulis di media massa adalah juga salah satu cara mengemukakan pendapat yang baik.
1. Masa Awal Pertumbuhan Pers di Indonesia Abad ke-17-18
Pada pertengahan abad ke-18 surat kabar mulai diperkenalkan oleh orang-orang Belanda di Indonesia. Salah satu sumber menyebutkan bahwa teknologi cetak muncul di Hindia Belanda pada abad ke 17 sekitar tahun 1668. Namun penerbitan surat kabar dan pertumbuhan pers di Indonesia pada masa itu masih dikuasai oleh para kolonial, sehingga surat-surat kabar terbit dalam bahasa belanda.
2. Masa Kemunculan Pers Kolonial
Dari tahun 1744 hingga 1854 jumlah surat kabar yang terbit masih terbatas. Pembacanya pun masih sebatas orang-orang Eropa dan Tionghoa karena belum banyak pribumi yang dapat membaca dalam bahasa belanda. Fungsi utama surat kabar pada masa itu adalah untuk kepentingan perdagangan dan misionaris.
3. Masa Pertumbuhan Pers di Indonesia Abad ke -19-20
Hingga akhirnya sekitar akhir abad ke-19, berkat kemajuan teknologi surat kabar mulai bermunculan di kota-kota besar. Mulai muncul penerbitan-penerbitan milik pribumi meskipun jumlahnya belum terlalu banyak sehingga bidang penerbitan pun tidak lagi sepenuhnya dikuasai oleh orang-orang belanda.(baca juga : Upaya Penyelesaian Pelanggaran HAM)
Kemudian, setelah itu bermunculan surat kabar lainnya, diantaranya adalah :
Bahasa yang seringkali digunakan dalam surat kabar adalah bahasa melayu rendah karena dalam bahasa melayu tinggi banyak menggunakan kutipan bahasa Arab. Selain untuk tujuan dagang dan misionaris, surat kabar pada masa itu sudah mulai mengkritik praktek korupsi yang dilakukan oleh penjabat-pejabat. Salah satunya surat kabar Selompret Melayu yang sempat terjerat masalah karena dianggap memfitnah dan mencemarkan nama baik seorang asisten wedana. Hal seperti itu diatur dalam Pasal 74 UU Pers 1856 mengenai pencemaran nama baik dan fitnah terhadap pemuka pribumi dengan hukuman penjara atau denda. (baca juga : Dasar Hukum HAM)
Namun hal tersebut haya berlaku untuk surat kabar berbahas melayu. Jika ada penerbitan berbahasa belanda yang melakukan fitnah dan pencemaran nama baik, maka hukumannya akan lebih berat. Pada abad ini, tepatnya tahun 1856, dikeluarkan peraturan pertama mengenai pers dalam Reglement op de Drukweken in Nederlandsch Indie yang mengawasi penerbitan secara preventif. (baca juga : Tugas dan Fungsi Komnas HAM)
4. Masa Awal Pertumbuhan Pers di Indonesia Abad ke 20
Pada Abad ke 20, perkembangan pers di Indonesia mulai marak. Beberapa aturan mengenai pers mengalami perubahan dan muncul juga peraturan baru, diantaranya:
Pada abad ini banyak bermunculan surat kabar berisi advokasi dan hal-hal politis salah satunya adalah surat kabar Medan Prijaji yang dipimpin oleh RM. Tirto Adhi Soerjo. Surat kabar ini dianggap menjadi tonggak awal surat kabar dari perusahaan milik pribumi yang menyediakan sarana advokasi dan berpolitik untuk masyarakat. (baca juga : Jenis-Jenis Pelanggaran HAM)
Pada Abad ke 20 juga muncul tokoh-tokoh pers yang sekaligus merupakan tokoh pergerakan. Sebagian besar dari mereka mnejabat sebagai pemimpin redaksi seperti :
Surat kabar yang diterbitkan pada abad ke-20 sebagian besarnya mencerminkan ideologi para pengelolanya, baik yang dianut oleh individu maupun sebuah organisasi. (baca juga : Hak Perlindungan Anak )
Selain milik para pribumi, pada abad ini hadir pula surat kabar orang-orang Tionghoa dan orang-orang India. Surat kabar untuk perempuan yang dikelola oleh pribumi juga muncul dengan nama Poetri Hindia. Terdapat juga surat kabar yang banyak memberitakan berita olahraga muncul dengan nama Pemberita Betawi. (baca juga : Tokoh Perumusan Pancasila)
Artikel Lain:
5. Pers Masa Jepang
Pada masa pendudukan Jepang di Indonesia, pers mengalami penahanan terkait koordinasi dengan pemerintah Jepang karena badan sensor Jepang secara ketat memeriksa dan mengurus setiap gambar-gambar maupun berita-berita yang akan dimuat. Sedangkan surat kabar milik swasta tidak diperbolehkan lagi terbit.Terdapat kira-kira 8 surat kabar milik Jpeang yang resmi terbit di Indonesia, yakni dajawa Sjinbun, Asia Raya, Kung Jung Pao, Tjahaya, Sinar-Baroe, Sinar-Matahari, dan Soera-Asia.
Pada masa ini diterapkan undang-undang no. 16 untuk wilayah Jawa dan Madura terkaitp emberlakuan sistem lisensi dan sensor yang bersifat preventif. Pada intinya, setiap penerbitan diharuskan memiliki izin dan dilarang menyebarkan permusuhan terjadap pemerintah Jepang. Hal tersebut ditambah dengan ditempatkannya shidooin atau penasehat sebagai staf redaksi setiap surat kabar yang bertugas melakukan pengontrolan dan penyensoran.
Sesudah Reformasi Perkembangan Bentuk Pers
Setelah itu, dalam semangat meraih kemerdekaan mulai muncul surat-surat kabar dan majalah dengan nama berbau kemerdekaan seperti Benih Merdeka, Sora Ra’jat Merdika, Fikiran Ra’jat, Daulat Ra’jat, Soeara Umum dan masih banyak lagi. Terlebih sejak lahirnya organisasi Budi Utomo pada mei 1908, selain menjadi sarana komunikasi pers juga menjadi media untuk menumbuhkan semangat kebangkitan bangsa Indonesia. (baca juga : Ius Soli dan Ius Sanguinis)
Tahun 1931, pemerintah kolonial belanda mengeluarkan Persbreidel Ordonnantie, yakni sebuah aturan yang memberikan hak kepada gubernur untuk melarang penerbitan yang dianggap dapat mengganggu ketertiba umum. Pada tahun 1933 pun terbentuk suatu organisasi yang menjadi wadah para jurnalis Indonesia bernama Persatoean Djoernalis Indonesia. (baca juga : Ciri-ciri Konstitusi)
1. Masa Kemerdekaan
Sejak awal masa kemerdekaan hingga menjelang Orde Baru, perkembangan pers nasional di Indonesia sangat dipengaruhi oleh dunia politik, terutama oleh partai-partai. Sebagian besar organisasi politik pasti memiliki penerbitannya sendiri. Salah satunya adalah PNI yang memiliki surat kabar Suluh Indonesia. Bahkan, militer Indonesia memiliki surat kabar bernama Berita Yudha dan Angakatan Bersenjata.
Setelah euforia perkembangan pers di Indonesia yang dipengaruhi partai mulai hilang, beberapa pers memilih untuk menjalankan pola bebas seperti yang terjadi di negara-negara liberal dengan kebebasan dan tanggung jawab yang ditentukan oleh orang-orang pers itu sendiri. (baca juga : Tujuan Organisasi Sekolah)
2. Masa Orde Lama
Pada masa Orde Lama, fungsi pers secara tersurat terkandung dalam ketetapan MPRS No. II/MPRS/1960 yakni sebagai media membangung kesadaran revolusi. Bahasa yang diperbolehkan untuk digunakan pada masa ini adalah bahasa arab, latin atau daerah. Pada masa ini sudah terjadi “pembredelan” penerbitan oleh pemerintah seperti yang dialami oleh surat kabar Indonesia Raya, Harian Rakyat, Merdeka dan beberapa penerbitan lainnya. Pada tahun 1946, sebuah organisasi persatuan wartawan didirikan dengan nama Persatuan Wartawan Indonesia.
3. Masa Orde Baru
Pada masa Orde Baru, muncul perundang-undangan pertama mengenai pers dalam UU no. 11 Tahun 1966 yang kemudian disempurnakan oleh UU no.21 tahun 1982. Pada masa ini juga diciptakan lembaga Surat Izin Usaha Penerbitan Pers yang disebut-sebut sebagai usaha pelaksanaan kebebasan pers yang bertanggung jawab kepada pemerintah. Istilah Pers Pembangunan muncul pada masa kepemimpinan Soeharto, karena beliau mengatakan bahwa isi pers Indonesia harus menggambarkan pembangunan di Indonesia. (baca juga : Wewenang Pemerintah Pusat)
Peran pers di masa ini sedikit menyeleweng dari apa yang diprogramkan oleh pemerintah, beberapa contohnya adalah :
Akibat kontrol pemerintah yang bersifat represif dalam pers, pada masa ini tidak ada pers yang bersikap independen dan berani mengkritisi pemerintah. Jika ada pers yang berani mengkritisai pemerintah atau menentang kebijakan pemerintah, maka konsekuensi yang didapatkan mulai dari pemberhentian pasokan kertas koran hingga penghilangan nyawa wartawan. (baca juga: Ciri-Ciri Ideologi Terbuka)
Pemerintah Orde Baru memastikan bahwa semua media komunikasi, termasuk pers menjadi pro pemerintah, karena menganggap kebebasan pers tanpa kontrol pemerintah dapat menyebabkan gangguan stabilitas negara, kemananan dan kepentingan umum sehingga harus terus menerus dikontrol secara ketat. Sehingga dapat dikatakan selama Orde Baru, pers di Indonesia terus menerus menerima sikap represif pemerintah. Media tidak berani mengabarkan keadaan sesuai dengan kenyataan salah satunya karena takut dicabutnya Surat Izin Penerbitan yang mereka miliki. Media harus terus menerus mengutip keterangan resmi pemerintah, mengangkat suatu momen yang sangat politis, atau tidak mengangkat tentang apapun sama sekali.( baca juga : Tipe- Tipe Budaya Politikdi Indonesia)
Artikel Lain
4. Masa Paska Orde Baru / Masa Reformasi
Gerakan reformasi pada tahun 1998 melahirkan munculnya perundang-undangan mengenai pers,yakni salah satunya UU no.40 tahun 1999 yang secara tersirat mengumumkan bahwa :
Undang-undang yang menyiratkan kebebasan pers ini secara ‘kebetulan’ berurutan setelah undang-undang yang merealisasikan upaya pemerintah dalam menegakkan HAM karena tak dapat kita pungkiri, kebebasan bersuara di dalam pers juga merupakan hak asasi manusia. Hal-hal yang diangkat dalam pers Indonesia pun mulai beragam. Produk peneritan pun tidak lagi hanya sebatas koran, mulai muncul produk penerbitan dalam bentuk majalah dan tabloid. (baca juga: Asas-Asas Demokrasi Pancasila)
Artikel Lain :
Namun, kualitas jurnalisme pada masa ini belum sesuai dengan kuantitas medianya yang berkembang pesat. Masih banyak media massa yang hanya menjual ‘kabar burung’ yang terkaang menyiratkan keberpihakan atau menyudutkan suatu golongan kelompok maupun individu. Berita-berita seperti itu tidak disertai dengan fakta yang kuat, terkadang hanya diisi dengan komentar-komentar hasil wawancara mengenai suatu isu yang tidak dilakukan secara mendalam. Mungkin hal tersebut disebabkan euforia kebebasan yang belum hilang sehingga beberapa industri penerbitan lebih mementingkan aspek komersial dan minat pasar agar memperoleh keuntungan maksimal.
Pada masa ini pers dipengaruhi oleh kekuatan pasar, mengutamakan isi yang sensaional sehingga terkadang melanggar etika dan prinsip-prinsip jurnalistik. Banyak tersebar berita kekerasan, pornografi, kebohongan, provokatif, termasuk hal-hal yang menyesatkan pikiran. Pers juga digunakan untuk kepentingan pribadi datau kelompok tertentu sebagai dampak kepemilikan media yang terpusat hanya oleh segelintir orang. (baca juga: Makna Sumpah Pemuda)
Badan usaha berdasarkan wilayah negara adalah badan usaha yang mana didalamnya dapat dikelompokkan dari asal…
Pemerintahan suatu negara memiliki banyak lembaga yang bertanggung jawab atas berbagai aspek administrasi negara. Lembaga-lembaga…
Para pendiri bangsa telah berkomitmen untuk mewujudkan cita-cita besar bangsa Indonesia, salah satu wujud komitmen…
Dari sudut pandang etimologi, kata "Otonomi" berarti mengatur sendiri atau memerintah sendiri. Pengertian Otonomi Daerah dapat…
Komitmen di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai "Tanggung jawab", perilaku bertanggung jawab dapat…
Pasal 18 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Negara Kesatuan Republik…