Categories: Lembaga Negara

15 Pengertian dan Fungsi Pers Secara Umum Pada Era Reformasi Menurut UU Nomor 40 Tahun 1999

Era Reformasi adalah era atau masa pemerintahan setelah Orde Baru yang ditandai dengan mundurnya Presiden Soeharto yang menguasai pemerintahan Indonesia selama lebih dari 30 tahun. Pada masa demokrasi era reformasi terjadi perubahan secara besar-besaran ke arah yang lebih baik di segala bidang. Terutama dengan menghapuskan apa yang dinamakan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Pers merupakan salah satu bidang yang direformasi, karena sistem pemerintahan Indonesia pada masa Orde Baru, kebebasan pers dirasakan sangat dibelenggu.

Pengertian Pers

Kata pers berasal dari Bahasa Inggris, press yang artinya cetak.  Secara istilah, pers dalam arti sempit berarti suatu cara menyampaikan pikiran dan perasaan seseorang, sekelompok orang, atau lembaga tertentu dalam suatu media komunikasi, dalam hal ini medianya adalah media cetak. Sementara pers dalam arti luas ialah penyampaian pendapat, pikiran, gagasan, dan perasasaan melalu berbagai media, surat kabar atau majalah, radio, televisi, dan media sosial (internet)Ensiklopedi Pers Indonesia menyebutkan bahwa pers adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan penerbitan atau perusahaan media massa dan wartawan. Pengertian pers sebelum era reformasi atau sebelum berlakunya UU Pers Nomor 40 tahun 1990 adalah sebuah lembaga dalam masyarakat yang digunakan, sebagai berikut:

  • Sebagai alat komunikasi umum yang mempunyai hasil dan karya.  Hasil dan karya tersebut bisa berupa surat kabar, majalah (media cetak), yang waktu penerbitannya teratur.
  • Lembaga pers tersebut dilengkapi dengan alat-alat milik sendiri atau milik orang lain yang disewa berupa alat-alat percetakan, alat-alat foto, mesin-mesin stensil, atau alat-alat lain seperti tercantum dalam UU tentang pers No. 11 tahun 1966.
  • Seiring dengan perkembangan zaman dan perubahan pemerintahan di Indonesia menjadi era reformasi, maka UU Pers diubah, sesuai yang tercantum pada UU No 40 tahun 1999.

Baca juga:

Sejarah Singkat Pers Indonesia dari Zaman Penjajahan Hingga Sebelum Era Reformasi

Pengertian Pers menurut UU No 40 tahun 1999 adalah semua lembaga sosial dan sarana komunikasi massa yang ikut melaksanakan kegiatan mencari, memiliki, memperoleh, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dalam berbagai bentuk. Pengolahan dan penyampaian informasi tersebut dapat berupa tulisan, gambar, video, data, grafik, dan lainnya yang tersedia. Kegiatan pers di sini sudah tidak lagi terbatas pada surat kabar, majalah, dan televisi. Namun sudah mencakup beberapa kegiatan komunikasi massa lain, seperti melalu video, gadget, dan internet. Bahkan, beberapa tahun belakangan kebanyakan orang sudah tidak membaca surat kabar dan majalah lagi. Karena orang atau masyarakat sudah dapat berita atau informasi apapun melalui media internet.

[accordion]
[toggle title=”Pers  Masa Penjajahan (1835-1937)” state=”closed”]

Masa penjajahan Belanda. Ada beberapa penerbitan pers di beberapa daerah saat pemerintahan Kolonial Belanda maupun Jepang dan tirasnya bisa sampai 1200 eksesmplar per hari. Namun biasanya, isi media cetak pada saat itu hanya berupa iklan, berita-berita resmi pemerintahan, dan kutipan-kutipan berita dari Eropa, atau berita negara penjajah. Hal tersebut terjadi karena pemerintahan kolonial / penjajah membatasi kebebasan pers. Setiap pers yang terbit, biasanya mereka periksa dulu isinya atau disensor. Contoh surat kabar yang terbit di beberapa daerah antara lain:

  • Soerabajash Advertentiebland lahir pada tahun 1835 di Surabaya, Javasche Courant lahir tahun 1928 di Jakarta, dan di Makassar (Ujung Pandang) terbit Celebe Courant dan Makassaarch Handelsbland.
  • Semua surat kabar tersebut berbahasa Belanda. Surat kabar berbahasa melayu di antaranya yaitu Bintang Barat, hindia-Netherland, Dinihari, Bintang Djohar, dan lain-lain. Isi surat kabar hampir sama dengan surat kabar berbahasa Belanda.

Pers zaman pergerakan nasional.  Seiring dengan perkembangnya rasa nasionalisme di kalangan rakyat Indonesia, lahirlah Pers Nasional. Pers Nasional yaitu penerbitan yang menyampaikan pikiran dan gagasan tentang hak-hak bangsa Indonesia dan diusahakan oleh orang-orang Indonesia sendiri. Surat kabar yang dianggap mempelopori Pers Nasional adalah Medan Priyayi, yang didirikan tahun 1910 oleh Tirtohardisorejo, sebagai berikut:

  • Selanjutnya, beliau dianggap sebagai tokoh pelopor berdirinya Pers Nasional. Kantor Berita Indonesia, Antara didirikan tahun 1937 yang kemudian ditutup ketika masa kependudukan Jepang. Antara didirikan oleh Mr Sumanang dan dipimpin oleh Adam Malik yang saat itu masih berusia 20 tahun.
  • Pers pada zaman Jepang.  Pada zaman ini, pers nyaris tidak mengalami perkembangan berarti.  Penerbitan pers lebih terbelenggu lagi.  Isi pers hanya memuji-muji dan propoganda Jepang.

[/toggle]
[toggle title=”Pers Setelah Kemerdekaan Indonesia dan Orde Lama (1945-1958)”]

Setelah Indonesia merdeka, 17 Agustus 1945 pengambilalihan pers banyak terjadi. Penerbitan surat kabar Jepang beserta semua peralatannya diambil alih oleh rakyat Indonesia. Pers yang biasanya hanya diijinkan menyuarakan pemerintah penjajah, kini sangat bebas. Berita apa saja bisa dimuat. Gagasan apa saja bisa disampaikan. Pertama kali pers dengan gencar memberitakan proklamasi dan teksnya, jalannya proklamasi, dan teks lagu Indonesia Raya.  Di antara penerbitan yang baru berdiri yaitu Soeara Merdeka (Bandung) dan Berita Indonesia (Jakarta), Merdeka, Indonesian News Bulletin, Warta Indonesia, dan The Voice of Free Indonesia, sebagai berikut:

  • Tahun 1946 pada masa peralihan, pemerintahan Presiden Sukarno sempat mengatur tentang pers. Pengaturan tersebut tecantum dalam peraturan dewan Pertahanan Negara No 11 tahun 1946. Peraturan ini mengatur tentang pencetakan, pengumuman, dan penerbitan media. Namun, kondisi negara yang belum stabil menyebabkan peraturan tersebut belum bisa dilaksanakan.
  • Pada tahun 1946 ini juga diadakan kongres wartawan di Solo yang membentuk persatuan wartawan dengan ketuanya Mr Sumanang. Kantor Berita Antara dibuka kembali setelah tiga tahun ditutup oleh Jepang.

Pada tahun 1950, untuk memperat hubungan kerjasama antara pemerintah dan pers dibentuk panitia Pers. Panitia ini memberikan jaminan penerbitan termasuk jaminan ketersediaan kertas, penambahan halaman surat kabar tanpa ikatan. Artinya Panitia Pers memberikan jaminan kemerdekaan pers. Selain itu wartawan juga diberi kebebasan untuk memperdalam ilmunya, agar kualitas tulisan semakin meningkat, sebagai berikut:

  • Mengikuti perkambangan politik, pers kembali dibelenggu. Kepala Staf Angkatan Darat yang saat itu merupakan Penguasa Militer mengeluarkan peraturan PKM/001/0/1956 yang menegaskan pelarangan menyebarluaskan kecaman terhadap presiden dan wakil presiden.
  • Larangan tersebut juga mencakup penerbitan yang dianggap menyebarkan kebencian dan permusuhan. Selanjutnya dikeluarkan banyak aturan, seperti surat ijin penerbitan, surat ijin cetak, dan surat ijin pembagian kertas. Penutupan pers atau yang lebih dikenal dengan sebutan pembredelan mulai banyak dilakukan, terutama ketika situasi darurat perang tahun 1958.

[/toggle]
[toggle title=”Pers Masa Orde Baru ( 1972-1994)”]

Orde Baru menjanjikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, sehingga membawa harapan baru kepada pelaku pers. Bahkan pada pertengahan tahun 1980 pada Sidang Dewan Pers ke 25 di Kota Solo Jawa Tengah, dikemukakan rumusan Pers Pancasila atau Pers Pembangunan. Pers Pancasila yang dimaksud adalah pers yang sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi pancasila dan pernyataan pasal 28 UUD 1945 tentang kebebasan mengeluarkan pendapat.

Pers yang bebas tetapi bertanggungjawab dalam menjalankan fungsinya. Sehingga, kegunaan pers sungguh-sungguh sebagai penyebar informasi yang benar dan obyektif dan sebagai penyalur aspirasi, sekaligus sebagai kontrol sosial.  Namun kembali itu hanya aturan dan pernyataan saja. Sejak awal masa Orde Baru, pemerintah telah membelenggu pers. Di antara kegiatan yang menujukkan tekanan terhadap pers, antara lain:

  • Pembredelan Majalah sandi tahun 1972 karena dianggap menghina Presiden dan keluarga
  • Penutupan surat kabar Sinar Harapan tahun 1973 karena membocorkan rahasia negara tentang Rancangan Anggaran Belanja tahun itu yang belum dipublikasikan
  • Tahun 1972 setelah peristiwa Malari, 12 ijin penerbitan pers dibrendel karena dianggap ikut serta menyokong kegiatan yang mengganggu stabilitas nasional dan meyebarkan kebensian dan permusuhan
  • Tahun 1994 tiga media cetak, Tempo, Detik dan Editor dibredel. Hal ini merupakan puncak belenggu kebebasan pers oleh Pemerintah Orde Baru. Pers yang sejak tahun 1980an sudah tumpul karena hanya memberitakan segala sesuatu yang baik di pemerintahan, semakin tumpul dan tidak berkualitas

[/toggle]
[toggle title=”Pers Era Reformasi (1995-1999)”]

Berdasarkan sejarah Pers Indonesia yang panjang dan berliku, maka Era Reformasi pers ikut mendengungkan perubahan. Sejak tahun 1998 pers mulai menggeliat. Apalagi didukung dengan adanya teknologi internet yang sudah mulai masuk Indonesia sekitar tahun 1995, sebagai berikut:

  • Menteri penerangan pada Kabinet Habibie, Junus Josfiah, merevisi ketentuan tentang Surat Ijin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) dan mencabut peraturan yang membuat Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) menjadi satu-satunya wadah yang mewakili wartawan. Sejak saat itu, surat kabar yang memiliki ijin SIUPP bertambah banyak.
  • Media-media yang sebelumnya ada tanpa SIUPP dan media-media lain yang baru bermunculan di hampir tiap daerah. Partai-partai politik tak ketinggalan ikut serta memiliki media yang menyuarakan gagasannya.

Walaupun kemudian media tersebut banyak berisi kegiatan bisnis. Contoh media yang di fungsi partai politik di Indonesia, yaitu Amanat dari Partai Amanat Nasional (PAN), Duta Masyarakat dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Demokrat dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Abadi milik Partai Bulan Bintang (PBB), dan Siaga milik Partai Golkar.Kebebasan pers ini pada awalnya tidak berjalan mulus.

  • Pada masa Pemerintahan Habibie, masih banyak terjadi pembelengguan pers karena dianggap mengganggu stabilitas nasional yang baru mulai dibentuk kembali pasca mundurnya Presiden Suharto. Namun kemudian pers menjadi tidak terkendali. Setiap orang dengan mudahnya mendirikan penerbitan baru untuk mengemukakan gagasannya. Pemberitaan dan gaya berita juga sudah tidak lagi mementingkan etika. Banyak muncul tabloid-tabloid gossip dekitar tahun 1999. Tokoh masyarakat siapa saja bissa dijadikan pembicaraan pers tanpa memperhatikan kebenaran berita. Bukan hanya di surat kabar, televisi juga mengikuti trend tersebut. Walaupun tetap ada segi positif, salah satunya adalah kreativitas pembuat berita yang meningkat karena banyaknya persaingan. Banyak radio-radio juga mulai menyiarkan acara berita.

[/toggle]
[/accordion]

Pers Indonesia Menurut UU No. 40 Tahun 1999, yaitu:

  • Kemerdekaan dan kebebasan pers merupakan kedaulatan rakyat, sehingga harus dijamin kepastian hukumnya sebagaimana tercantum dalam pasal 28 UUD 1945. Dengan demikian kemerdekaan pers juga merupakan pelindung rakyat dari berbagai ancaman terutama ancaman pelanggaran hak warga negara Indonesia.
  • Kemerdekaan mengemukakan pendapat dan hak memperoleh informasi yang benar merupakan salah satu Hak Asasi Manusia (HAM) guna tercapainya tujuan bangsa Indonesia. Apabila kemerdekaan pers mulai dibelenggu berarti HAM mulai tidak terjamin.
  • Pers nasional dalam melaksanakan tugas dan fungsinya harus berdasarkan kemerdekaan yang professional dan bertanggungjawab. Artinya, pers bebas memberikan informasi apapun kepada masyarakat dengan objektif dan benar. Bukan semata-mata informasi yang akan menguntungkan pihak tertentu atau hanya untuk meningkatkan penjualan.
  • Pers Nasional Indonesia harus ikut serta berperan dalam tujuan bangsa Indonesia yang terdapat dalam pokok pikiran dalam pembukaan UUD, yang salah satunya yaitu menjaga ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan dan perdamaian abadi.
  • Undang-Undang Pers yang sudah ada yaitu Undang-Undang Nomor 11 tahun 1966 tentang ketentuan=ketentuan pokok pers, UU No. 4 tahun 1967, dan UU No. 21 tahun 1982 sudah tidak lagi mengikuti perkembangan zaman.

Fungsi dan Kegunaan Pers Dalam Berbagai Bidang Menurut UU No. 40 Tahun 1999

Pers menurut UU No. 40 tahun 1999 pasal 2 adalah pers yang merdeka. Bebas dari tekanan pihak manapun. Kemerdekaan pers merupakan wujud kedaulatan rakyat dalam mengeluarkan pendapat, pikiran, dan gagasan yang berasaskan pada keadilan dan terjaminnya kepastian hukum (supremasi hukum). Kedua asas tersebut merupakan prinsip-prinsip dasar demokrasi. Berikut beberapa kegunaan pers yang sudah ditetapkan dalam Undang-Undang nomor 40 tahun 1999:

  • Sebagai media informasi. Sesuai dengan definisi pers pada pasal 1 UU No.40 tahun 1999, pers merupakan kegiatan jurnalistik yang menyampaikan informasi.
  • Informasi tersebut disampaikan dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis media lain.
  • Berdasarkan fungsi ini, berarti apa yang di sampaikan oleh pers haruslah berita yang obyektif, tidak mementingkan pihak manapun.
  • Baik itu pihak yang berkuasa di pemerintahan, berkuasa dalam bidang ekonomi, kelompok massa tertentu, atau seseorang. Informasi yang disampaikan juga harus berimbang, dilihat dari berbagai sudut pandang. Sehingga nantinya masyarakat mampu menilai sendiri berdasarkan informasi yang ada.

Fungsi Pers Dalam Bidang Pendidikan

Pers sebagai media pendidikan. Hal ini berarti informasi yang disampaikan oleh pers haruslah informasi yang mendidik. Bukan informasi-informasi yang merusak dan menyesatkan masyarakat. Melalu media, pers memberikan informasi yang mencerdaskan bangsa dan mendorong masyarakat untuk berbuat kebaikan. Contoh kegunaan pers yang mencerdaskan adalah

  • Acara-acara televisi yang mendidik, seperti dialog politik, dialog ekonomi, acara pendidikan anak, atau fungsi internet yang sekarang banyak dipergunakan pelajar untuk mencari (browsing) materi-materi yang diajarkan di sekolah.
  • Menurut Wilbur Schramm, pers adalah pengamat, guru, dan forum. Karena melalui pers, nilai-nilai luhur suatu bangsa bisa diajarkan dan diwariskan secara turun temurun.  Melalui pers, nilai-nilai  nilai-nilai pendidikan karakter bisa ditanamkan. Sebagai media hiburan.

Baca juga:

Fungsi Pers Dalam Bidang Media Massa

Pers dan media yang menyiarkannya dapat menjadi media hiburan (rekreasi) yang menyenangkan bagi masyarakat. Contoh hal ini adalah penerbitan yang menyiarkan cerita humor, acara lagu-lagu dan hiburan di televisi, dan tayangan-tayangan di youtube. Namun, perlu digaris bawahi kegunaan pers sebagai media hiburan tetap harus sejajar dengan funginya sebagai media informasi dan pendidikan. Artinya, hiburan yang disampaikan tidak dengan maksud menguntungkan pihak tertentu atau hiburan yang tidak mendidik. Menjurus pada pornografi, misalnya. Kegunaan pers sebagai kontrol sosial, sebagai berikut:

  • Maksudnya adalah pers (dalam hal ini wartawan yang membuat berita) nmempunyai fungsi mengkritik, mengontrol, dan mengoreksi suatu kebijakan pemerintah.
  • Bahkan dalam dunia demokrai modern, pers dianggap lembaga keempat demokrasi setelah legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Fungsi kontrol sosial pers ini haruslah konstruktif. Kontrol sosial yang membangun.
  • Wartawan, dengan tulisannya merupakan garda terdepan kegunaan pers ini.
  • Oleh sebab itu, informasi atau berita yang dibuat haruslah dengan penjelasan yang jelas, sehingga tidak menimbulkan kebencian dan permusuhan di masyarakat.

Fungsi Pers Dalam Bidang Ekonomi

Pers sebagai lembaga ekonomi. kegunaan pers sebagai lembaga ekonomi erat kaitannya dengan prinsip ekonomi, yaitu mencari keuntungan yang sebesar-besarnya di bidang materi. Hal ini diperlukan untuk menghidupi penerbitan pers itu sendiri dan orang-orang yang bekerja di dalamnya, sebagai berikut:

  • Namun sebagai lembaga ekonomi, pers tetap terikat dengan fungsi-fungsi yang telah dibahas sebelumnya, yaitu fungsi sebagai media informasi, sebagai media pendidikan, sebagai media hiburan, dan sebagai kontrol sosial.
  • Penerbitan pers sebagai lembaga ekonomi tetap mengutamakan kepentingan umum (publik) daripada kepentingan bisnisnya.

Fungsi dan peranan pers yang tercantum dalam pasal 3 dan pasal 6 UU Pers No. 40 tahun 1999 dapat terlasksana apabila ada kebebasan pers dari pemerintah. Meskipun ada pro dan kontra mengenai akibat dari kebebasan pers, namun tidak dapat dibayangkan fungsi dan peranannya dapat berjalan apabila tidak ada kebebasan. Maka, UU mengatur kebebasan tersebut agar menjadi kebebasan yang bertanggungjawab. Pers yang dihasilkan adalah pers yang profesional.

Peranan Pers Nasional menurut UU No.40 tahun 1999, sebagai berikut:

  • Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui dan mendapatkan informasi. Oleh karena itu, informasi yang disampaikan harus obyektif, benar, dan seimbang.
  • Menegakkan nilai-nilai dan prinsip-prinsip dasar demokrasi, yaitu keadilan, terjaminnya kepastian hukum dan kebhinekaan. Hal ini diperlukan untuk mendorong terwujudnya supremasi hukum dan HAM.
  • Mengembangkan pendapat yang beredar di masyarakat setelah memastikan kebenaran, ketepatan, dan keakuratan informasi berita tersebut. Dengan ini diharapkan pers terhindar dari sifat yang subyektif menilai seseorang atau sekelompok orang.
  • Melakukan pengawasan, koreksi, kritik dan saran kepada pemerintah atau penguasa untuk hal-hal yang mendukung kepentingan masyarakat atau kepentingan umum.
  • Memperjuangkan kebenaran dan keadilan, kalau seandainya kegunaan pers sebagai kontrol sosial sudah mulai dibelenggu dan ditekan oleh seseorang, kelompok masyarakat tertentu atau oleh pemerintahan yang berkuasa.

Pers dalam UU No. 40 tahun 1999 juga mempunyai hak (pasal 4) dan kewajiban (pasal 5).   Hak pers di Indonesia antara lain :

  • Kemerdekaan pers sebagai hak asasi warga negara
  • Hak pers untuk tidak dikenai penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran
  • Hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan informasi dan gagasannya
  • Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaannya di depan hukum, wartawan mempunyai hak tolak.

Kewajiban Pers Nasional, yaitu :

  • kewajiban memberitakan peristiwa dan opini masyarakat dengan menghormati semua perbedaan yang ada dalam masyarakat
  • Kewajuban menjunjung asas praduga tidak bersalah
  • Kewajiban melayani hak jawab dari masyarakat
  • Kewajiban melayani hak tolak dari wartawannya.

Demikian gambaran secara umum kegunaan pers menurut UU No.40 tahun 1999 yang disertai latar belakang (sejarah) Pers Nasional yang membentuknya. Selain UU ini, masih ada peratuiran-peraturan lain yang menyusul berkaitan dengan media pers dan teknologi informasi yang berkembang pesat. Semoga artikel ini bermanfaat.

[accordion]
[toggle title=”Artikel Terkait” state=”closed”]

[/toggle]
[toggle title=”Artikel Lainnya”]

[/toggle]
[/accordion]

Recent Posts

2 Macam Badan Usaha Berdasarkan Wilayah Negara Beserta Contohnya

Badan usaha berdasarkan wilayah negara adalah badan usaha yang mana didalamnya dapat dikelompokkan dari asal…

9 months ago

12 Lembaga Administrasi Negara : Beserta Tugas dan Fungsinya

Pemerintahan suatu negara memiliki banyak lembaga yang bertanggung jawab atas berbagai aspek administrasi negara. Lembaga-lembaga…

12 months ago

4 Perwujudan Semangat Pendiri Bangsa Dalam Kehidupan Sehari-hari

Para pendiri bangsa telah berkomitmen untuk mewujudkan cita-cita besar bangsa Indonesia, salah satu wujud komitmen…

12 months ago

Sejarah Otonomi Daerah Di Indonesia

Dari sudut pandang etimologi, kata "Otonomi" berarti mengatur sendiri atau memerintah sendiri. Pengertian Otonomi Daerah dapat…

12 months ago

5 Komitmen Pendiri Negara Dalam Perumusan Dasar Negara

Komitmen di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai "Tanggung jawab", perilaku bertanggung jawab dapat…

12 months ago

5 Konsep Pembagian Kekuasaan Secara Vertikal di Indonesia dan Contohnya

Pasal 18 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Negara Kesatuan Republik…

12 months ago