Seperti umumnya negara yang baru saja merdeka, Banyak tantangan yang harus dihadapi Bangsa Indonesia. Berbagai macam-macam ideologi di dunia mempengaruhi tokoh-tokoh nasional sehingga perbedaan pendapat sering terjadi. Akibatnya pemberontakan, seperti tujuan pemberontakan PKI dan tujuan pemberontakan DI / TII ada di berbagai wilayah. Selain itu, ancaman dari luar tidak kalah menggerogoti. Tujuan Bansa Belanda datang ke Indonesia ingin kembali masuk dan menjajah Indonesia. Bangsa ini tidak rela suatu wilayah yang telah dikuasai ratusan tahun lepas begitu saja.
Cara Belanda agar masuk kembali ke Indonesia bermacam-macam. Mereka melakukan serangan dengan cara langsung seperti Agresi Militer dan beberapa usaha masuk ke wilayah lain yang mengobarkan perlawanan dan perjuangan mempertahankan kemerdekaan, seperti peristiwa di Surabaya. Cara lain adalah dengan mengadakan perundingan yang merugikan Indonesia, seperti Perjanjian Linggarjati, dampak Perjanjian Renville, dan tujuan diadakan Konferensi Meja Bundar. Namun, demi kedamaian perundingan tersebut disetujui oleh Pemerintahan Presiden Soekarno. Devide et impera atau mengadu domba seperti saat mendapatkan wilayah Indonesia satu persatu sebelumnya kembali dilaksanakan.
Mengadu domba antara rakyat Indonesia terlihat di berbagai perundingan. Bangsa Belanda terkadang menempatkan perwakilannya dengan orang Indonesia. Dengan demikian, Belanda seperti mengatakan bahwa rakyat Indonesia sendiri tidak setuju dengan kemerdekaannya. Berbagai pemberontakan juga didalangi oleh Belanda.
Pemberontakan APRA atau Angkatan Perang Ratu Adil menjadi salah atau pemberontakan yang didalangi atau didukung Belanda. Untuk mengetahui lebih jelas, maka artikel kali ini akan membahas tentang tokoh APRA.
Sejarah Singkat APRA
Angkatan Perang Ratu Adil didirikan oleh Kapten DST KNIL Raymond Westerling, 15 Januari 1949. Kelompok ini diberi nama Ratu Adil sesuai dengan ramalan Jawa Kuno Jayabaya tentang kedatangan Ratu Adil yang berasal dari Turki. Kebetulan Westerling adalah tokoh Belanda yang lahir di kekhalifahan Ustmaniyah (Turki, sekarang), sehingga dinamakan Ratu Adil untuk menarik simpati pejuang Indonesia.
APRA sejatinya merupakan angkatan perang Belanda. Namun, banyak merekrut tentara Indonesia. Mereka merekrut sekitar 18 faksi tentara yang dianggap anti Republik Indonesia, seperti gerilyawan yang masih bertebaran di banyak wilayah seperti Ambon; Melayu; dan Minahasa; mantan tentara DI / TII, mantan KNIL, dan sebagainya. Mereka adalah tentara yang dimanfaatkan oleh Belanda sebagai jalan menyerang tentara RI dan masuk kembali ke Indonesia tanpa disadari.
Dalam perjalanannya, APRA bertindak sangat sadis. Banyak sipil dan tentara yang tidak mendukung mereka dibunuh. Bahkan, dalam penyerangan ke Bandung / Divisi Siliwangi, 23 Januari 1950 mereka menewaskan 61 TNI dan 18 warga sipil. Pemberontakan dan penyerangan ini berhasil digagalkan dan APRA dibubarkan sebulan kemudian, Febuari 1950.
Tokoh APRA
Untuk mengenal lebih jauh tentang APRA, sebaiknya kita mengenal beberapa tokoh dibalik APRA. Ini diperlukan agar kita dapat mengambil pelajaran. Pelajaran, bahwa upaya menjaga keutuhan NKRI sampai kini bukanlah hal mudah. Penghianatan akan senantiasa terjadi. Banyak cara untuk mencegah contoh integrasi nasional terlaksana. Agar kita menjadi lebih waspada. Beberapa tokoh APRA diuraikan di bawah ini:
1. Westerling
Nama lengkapnya adalah Raymond Pierre Paul Westerling, lahir di Istambul, Kesultanan Ustmaniyah, 3 Agustus 1919. Terkenal dengan sebutan Westerling di Indonesia setelah peristiwa pembunuhan besar-besaran oleh pasukan yang dipimpinnya di Sulawesi Selatan. Peristiwa yang disebut sebagai Pembantain Westerling. Kini di Kota Makasar bahkan dibangun monumen untuk memperingati kekejaman Westerling tersebut sekaligus sebagai penghormatan terhadap pahlawan yang gugur dalam mempertahankan kemerdekaan.
Westerling meyakini dirinya sebagai Ratu Adil yang diramalkan Jayabaya berasal dari Turki, hingga tentara yang dibentuknya dinamai Angkatan Perang Ratu Adil. Dia memerintahkan percobaan kudeta yang gagal pemberontakan APRA di Bandung yang mencoba membunuh Sri Sultan Hamengkubowono IX / Menteri Pertahanan Keamanan, Sekjen Pertahanan Keamanan Ali Budiardjo, dan Pejabat Kepala Staf Angkatan Perang Kolonel TB Simatupang.
Kudeta APRA gagal dilaksanakan. TNI menyerang dengan pasukan dari berbagai penjuru ke Bandung. Westerling yang terdesak bersembunyi dan berhasil dilarikan ke Singapura oleh rekan-rekan militer Belanda di Indonesia, 22 Febuari, 1950 dengan Pesawat Catalina.
Westerling didukung oleh rakyat Belanda yang menganggapnya pahlawan, meskipun di Indonesia dia membunuh ribuan orang. Permintaan ekstradisi Indonesia terhadapnya kepada Pengadilan Belanda gagal dengan putusan hakim Mahkamah Agung Belanda, 31 Oktober 1952. Tidak ada yang dapat dilakukan terhadap kejahatan Westerling di Indonesia, sampai akhirnya dia meninggal di Purmerend, Belanda 26 November 1987.
2. Sultan Hamid II
Syarif Abdul Hamid Al Kadrie adalah putera sulung Sultan Pontianak ke-6. Namun, Syarif kecil yang kemudian bergelar Sultan Hamid II setelah diangkat menggantikan ayahnya, 29 Oktpber 1945, dibesarkan oleh ibu angkat Salome Catherine Fox dan pasangannya Edith Maud Anteis. Dengan demikian, Sultan Hamid II bergaya dapat berbahasa Inggris dengan lancar dan bergaya hidup ala Barat.
Pada tahun 1937, masih masa penjajahan Belanda, Sultan Hamid II lulus dari KMA Belanda berpangkat Letnan pada Tentara Hindia Belanda. Setelah itu, Sultan memasuki tentara KNIL Belanda dan berpangkat Letnan Dua. Sebagai orang Indonesia pertama yang mempunyai pangkat tinggi dalam militer, karirnya maju pesat. Pria keturunan Arab Indonesia ini menjadi salah satu menteri yang menjabat dalam Pemerintahan Soekarno, Presiden pertama RI. Bahkan, Sultan berjasa dalam merancang lambang negara Indonesia. Dalam sejarah arti dan peranan lambang garuda Pancasila dlam terbentuknya, rancangannya yang sudah disempurnakan, Burung Garuda, masih menjadi lambang negara Indonesia.
Namun, peristiwa APRA mencoreng perjalanan hidup seorang yang seharusnya dikenang sebagai pahlawan. Sultan Hamid terbukti bersalah dan menjadi dalang dalam peristiwa kudeta APRA yang gagal di Bandung, penyerangan Divisi Siliwangi. Kudeta yang bertujuan menjatuhkan pemerintahan Indonesia dan membunuh banyak tentara dan sipil membuatnya ditangkap dan dimasukkan dalam penjara. Sultan Hamid ditangkap beberapa bulan setelah kudeta gagal, 4 April 1950.
Tragedi Sultan Hamid dan penangkapannya membuka mata dunia, khususnya Belanda. Dampak pemberontakan APRA memberi pernyataan bahwa sesungguhnya negara RIS tidak sesuai dengan Indonesia. Indonesia lebih cocok sebagai negara kesatuan. Hingga pada 17 Agustus 1950, resmi Indonesia berubah menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3. Anwar Tjokroaminoto
Anwar Tjokroaminoto adalah Perdana Menteri ketiga Negara Pasundan yang ketiga sejak dibentuknya Indonesia menjadi negara serikat. perdana Menteri pertama adalah R. Adil Peradiredja dan yang kedua adalah Perdana Menteri Mr. Djumhana Wiriatmadja. Perdana Menteri Anwar mulai menjabat Juli 1949.
Sesuai dengan namanya, Negara Pasundan terletak di wilayah Jawa Barat, sedikit berseberangan dengan wilayah Indonesia. Negara yang didirikan Belanda ini memang sejak awal belum memberikan keputusan akan bergabung dengan Indonesia dan melebur menjadi NKR atau tidak. Padahal jika dilihat dari segi wilayah, Pasundan adalah bagian dari Divisi Siliwangi dan jajahan Belanda. Sesuai kesepakatan, semua wilayah bekas jajahan Belanda seharusnya masuk dalam NKRI.
Setelah diketahui terlibat dalam pemberontakan APRA dan menjadi bagian dari KNIL yang ketika perang kemerdekaan disebut tentara kompeni, Perdana Menteri Tjokroaminoto ditangkap. Negara Pasundan selanjutnya resmi bergabung ke Indonesia saat kembali menjadi negara kesatuan.
4. Komisaris Besar Jusuf
Sebelumya sudah diuraikan di atas bahwa dalam aksinya, APRA banyak dibantu oleh berbagai tokoh dan organisasi orang Indonesia sendiri, tidak terkecuali tokoh yang berlatar belakang militer atau tentara. Salah satu pendukung APRA dan berada di barisannya adalah Komisarsi Besar Jusuf. Seseorang yang sebelumnya berada di barisan tentara Indonesia kemudian berhianat karena tidak setuju dengan beberapa kebijakan pemerintah. .
Tidak banyak riwayat yang menceritakan tentang kehidupan sebelum dan sesudah pemberontankan APRA Komisaris Besar Jusuf. Namun, dalam berbagai referensi disebutkan berdasarkan penelitian intelejen, Komisaris Besar Jusuf menjadi salah satu tokoh yang terlibat dalam penyerangan APRA ke Bandung. Sama dengan Perdana Menteri Pasundan, Komisaris ditangkap beberapa bulan sesudah peristiwa APRA.
5. R.A.A Male Wiranatakusumah
Male wiranatakusumah adalah wakil pemerintahan RIS di negara bagian Pasundan. Tidak banyak orang dan referensi yang menyebutkan keterlibatan Wiranatakusumah dalam pemberontakan APRA. Namun, beberapa orang mengaitkan dengan Perdana Menteri Pasundan yang jelas keterlibatannya. Ketika pemberontakan dimulai Januari 1950, maka Male Wiranatakusumah mnegundurkan diri. Pada tanggal 8 Febuari 1950, Perdana Menteri Pasundan mengangkat Sewaka sebagai pengganti dengan jabatan baru, Komisaris RIS di Pasundan.
Selain lima tokoh APRA di atas, terlibat banyak anggota KNIl yang ikut terlibat dalam pemberontakan. Mereka adalah orang-orang yang tidak diterima dalam APRIS (Angakatan Perang Republik Indonesia Serikat). Westerling merekryt mereka untuk mengadakan pemberontakan. Terdapat juga tokoh lain, seperti Surjakarta Legawa dan Komisaris Besar Djanakum yang terlibat dengan pemberontakan tetapi perannya secara jelas tidak pernah diceritakan.
Demikian tokoh-tokoh pemberontakan APRA. Sebuah pemberontakan yang dipicu oleh ketidakpuasan mantan tentara KNIL dan dimanfaatkan oleh Westerling yang sebenarnya saat itu sudah tidak mempunyai jabatan di ketentaraan Belanda. Fenomena yang jika disimak merupakan bagian dari politik adu domba Belanda dan menjadi contoh disintegrasi bangsa. Pancasila sebagai dasar negara dan pemersatu bangsa diuji. Para tokoh bangsa diuji kesetiaannya kepada bangsa dan negara. Sampai akhirnya rakyat dapat melihat jelas dan memilih di pihak mana mereka berada. Negara RIS resmi dihapuskan. NKRI kembali terbentuk. Kalimantan Barat menjadi wilayah terakhir di Pulau Kalimantan yang bergabung dengan NKRI saat itu.
Menjadi pelajaran yang sangat berharga kepada kita semua. Siapa saja yang jiwanya tidak kat, meski dia adalah tokoh bangsa maka bisa mengakibatkan perpecahan bangsa. Oleh karenanya contoh integrasi nasional harus dipupuk sejak dini, mulai dari keluarga. Di sekolah hakikat pendidikan kewarganegaraan menduduki peran penting.
Semoga artikel tentang tokoh-tokoh APRA ini bermanfaat bagi pelajar dan mahasiswa untuk menambah wawasan. Terima kasih.