Gagasan tentang konflik pada dasarnya adalah untuk mengalahkan yang lain – configere. Namun, dalam perkembangannya, konflik tidak hanya dimanifestasikan sebagai suatu bentuk perselisihan secara fisik belaka. Konflik dapat terjadi karena adanya beberapa perbedaan yang sulit untuk mencapai titik temu seperti pengetahuan, keyakinan, kebudayaan serta adat istiadat.
Dalam Negara demokrasi yang memiliki kemajemukan seperti Indonesia, potensi terjadinya konflik sangatlah besar. Dari berbagai contoh konflik sosial dalam masyarakat yang pernah terjadi di Indonesia menunjukkan bahwa konflik sangat identik dengan kekerasan yang berujung kerusuhan. Kemajemukan yang seharusnya menjadi salah satu kelebihan Indonesia di mata dunia internasional justru menjadi bibit perpecahan. Dampak akibat konflik sosial yang begitu besar sejatinya menjadi semacam pemicu bagi setiap anak bangsa untuk meramu kembali cara merawat kemajemukan bangsa Indonesia menjadi sebuah kekuatan.
Adanya berbagai peristiwa konflik sosial yang berakhir dengan kekerasan atau kerusuhan membuat kita bertanya-tanya, benarkah konflik selalu berdampak negatif?
Untuk mengetahuinya, ada baiknya kita memahami beberapa pengertian konflik menurut para ahli :
1. Kamus Besar Bahasa Indonesia (1996 : 518)
Konflik adalah ‘percekcokan, perselisihan, atau pertentangan’.
2. Soerjono Soekanto
Dalam rangka mencapai tujuannya, setiap individu atau kelompok akan menggunakan segala cara termasuk ancaman atau kekerasan sebagai bentuk pertentangan terhadap lawannya. Proses inilah yang disebut dengan konflik.
3. R.E. Park
Ia memandang konflik sebagai salah satu bentuk interaksi.
4. Simmel (1955) menulis:
‘Bila setiap hubungan antara manusia berarti adalah sebuah sosiasi, maka konflik juga wajib dianggap sebagai sosiasi.’
5. Taman dan Burgess (1921)
Keduanya memandang konflik sebagai bentuk yang berbeda dari kompetisi atau persaingan. Mereka menulis :
‘Keduanya merupakan bentuk interaksi. Kompetisi atau persaingan adalah perjuangan antara individu atau kelompok individu yang dilakukan tanpa melalui kontak dan komunikasi. Di lain pihak konflik adalah sebuah perlombaan di mana terjadi kontak sebagai kondisi yang sangat diperlukan.’
6. Max Weber (1968),
‘Hubungan sosial disebut sebagai konflik apabila sepanjang tindakan yang ada di dalamnya secara sengaja ditujukan untuk melaksanakan kehendak satu pihak untuk melawan pihak lain’. Dengan demikian, konflik merupakan suatu hubungan sosial yang dimaknai sebagai keinginan untuk memaksakan kehendaknya pada pihak lain.
7. A.W. Hijau (1956)
Konflik didefinisikan sebagai ‘upaya yang disengaja untuk melawan atau memaksa kehendak lain atau orang lain. Sebagai sebuah proses, konflik adalah kebalikan dari kerjasama di mana usaha sengaja dilakukan untuk menggagalkan kehendak orang lain.
8. Gillin dan Gillin (1948)
‘Konflik adalah proses sosial dimana individu atau kelompok mencapai tujuan mereka secara langsung menantang pihak lain dengan cara kekerasan atau ancaman kekerasan’ Singkatnya, dapat dikatakan bahwa konflik mengacu pada perjuangan di antara pihak yang bersaing, berusaha untuk mencapai tujuan, berusaha untuk menghilangkan lawan dengan membuat pihak lain tidak berdaya.
Itulah beberapa pengertian tentang konflik yang dikemukakan oleh para ahli sosiologi.
Bentuk-bentuk Konflik
Konflik dapat dibedakan ke dalam beberapa jenis. Berikut bentuk-bentuk konflik yang dikemukakan oleh Simmel, Gillin dan Gillin, serta Suhardi
1. Simmel (1955) membedakan empat jenis konflik yaitu :
- ‘Perang;
- perseteruan atau perselisihan;
- litigasi; dan
- konflik cita-cita impersonal.’
2. Gillin dan Gillin (1948) mengklasifikasikan konflik ke dalam lima kelompok yaitu :
- ‘konflik pribadi
- konflik rasial,
- konflik kelas,
- konflik politik, dan
- konflik internasional’.
3. Sebagai bentuk hubungan sosial, konflik dapat dibedakan ke dalam beberapa bagian, yaitu :
- Konflik Individual. Karena setiap orang memiliki kepentingan dan kebutuhan yang berbeda satu sama lain, maka ketika keduanya bertemu akan timbul benturan atau sengketa. Contoh : Seorang anak berebut mainan dengan temannya.
- Konflik antarkelas sosial. Disebut juga dengan konflik vertikal. Karena setiap kelas-kelas sosial memiliki kepentingan dan kebutuhan yang berbeda satu sama lain, maka ketika keduanya bertemu akan timbul benturan atau sengketa. Contoh : Konflik antara asisten rumah tangga dan majikan.
- Konflik antarkelompok sosial. Disebut juga dengan konflik horizontal. Karena setiap kelompok-kelompok sosial memiliki kepentingan dan kebutuhan yang berbeda satu sama lain, maka ketika keduanya bertemu akan timbul benturan atau sengketa.
- Konflik rasial. Konflik yang mengatasnamakan rasial terjadi karena adanya sengketa antara dua ras yang berbeda tentang isu tertentu. Yang menjadi pemicunya adalah adanya ketimpangan kondisi ekonomi dan memiliki dampak ketimpangan sosial di masyarakat.
- Konflik politik. Konflik yang terjadi sebagai karena adanya kepentingan dalam urusan kenegaraan dan kekuasaan.
- Konflik internasional. Karena masing-masing Negara memiliki kepentingan masing-masing maka ketika kedua bertemu maka akan terjadi sengketa. Contoh : Sengketa Laut Cina Selatan
Faktor-Faktor Penyebab Konflik
Terjadinya konflik sosial disebabkan oleh adanya :
- Pendirian dan keyakinan yang berbeda. Setiap orang berbeda dalam hal sifat, sikap, cita-cita, pendapat dan kepentingan. Perbedaan ini dapat menggiring mereka ke arah konflik untuk memenuhi kepentingan mereka masing-masing. Karena adanya perbedaan ini, mereka gagal untuk dapat menyesuaikan diri satu sama lain.
- Kebudayaan yang berbeda. Kebudayaan yang dimiliki oleh masing-masing kelompok masyarakat berbeda satu dengan yang lain. Perbedaan ini kadang-kadang menyebabkan ketegangan dan menimbulkan konflik. Bahkan perbedaan agama sering menyebabkan terjadinya perang dan penganiayaan. Contoh : Konflik Poso
- Kepentingan yang berbeda. Kepentingan yang dimiliki oleh setiap orang atau kelompok tidaklah sama. Perbedaan ini dapat menimbulkan konflik. Misalnya, konflik dalam partai politik. (baca : Fungsi Partai Politik)
- Perubahan sosial. Pengaruh globalisasi ditambah tidak meratanya proses perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat dapat mengakibatkan konflik. Konflik antar generasi adalah hasil dari perubahan sosial tersebut. Contoh : Anak yang tidak sepakat beberapa tradisi leluhur karena menganggapnya sudah tidak relevan dengan masa kini. (baca : Proses Terbentuknya Masyarakat Berdasarkan Pendekatan Interaksi Sosial)
Dampak Konflik
Sebagai bentuk lain dari suatu interaksi sosial, konflik dapat berdampak positif maupun negatif. Pada umumnya konflik dipandang memiliki dampak yang negatif karena akibat yang ditimbulkan terkadang merusak tatanan hidup bermasyarakat yang telah ada sebelumnya.
Adapun dampak konflik baik positif maupun negatif adalah sebagai berikut :
1. Dampak Positif Konflik
- Solidaritas dalam kelompok semakin menguat
- Melahirkan pribadi yang tangguh menghadapi konflik
- Melahirkan kompromi baru
- Berperan penting dalam penyebaran kebudayaan
- Menghasilkan macam-macam norma dan lembaga yang baru
2. Dampak Negatif Konflik
- Persatuan kelompok terpecah
- Hilangnya harta benda dan korban manusia
- Sikap dan kepribadian individu berubah
- Melahirkan dominasi kelompok yang memenangkan konflik
Dari ulasan mengenai pengertian konflik yang dikemukakan oleh beberapa ahli diperolah gambaran bahwa konflik merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam hubungan antar manusia. Begitupun dalam konteks Indonesia. Kemajemukan yang dimiliki Indonesia secara tersurat dilindungi oleh konstitusi yang berlandaskan Pancasila. Di sini NKRI, fungsi Pancasila, peran konstitusi dalam negara demokrasi, serta Bhinneka Tunggal Ika diuji dengan munculnya berbagai konflik yang timbul belakangan ini.
Penanganan konflik yang menyeluruh sangat diperlukan dan harus melibatkan berbagai macam pihak, seperti misalnya dengan meningkatkan peran lembaga pengendalian sosial, yang didalamnya mencakup peningkatan peran keluarga dalam pembentukan kepribadian anak-anaknya agar memiliki kepribadian yang luhur.
Demikianlah ulasan singkat tentang pengertian konflik menurut para ahli.