Tujuh belas Agustus merupakan hari sangat bersejarah bagi Bangsa Indonesia. Dalam sejarah kemerdekaan Indonesia, hari itu proklamasi dibacakan oleh Ir Soekarno dan Mohammad Hatta atas nama Bangsa Indonesia. Puncak perjuangan ratusan tahun yang dirasakan mempunyai makna proklamasi sangat mendalam. Semua berawal dari masuknya bangsa asing ke Indonesia. Dari penjelajahan samudera yang dipelopori Portugis dan Spanyol beberapa abad silam, tujuan Bangsa Portugis ke Indonesia, tujuan kedatangan Bangsa Spanyol ke Indonesia, dan tujuan Belanda datang ke Indonesia adalah satu, menguasai negeri Nusantara yang kaya sumber daya alam. Mereka berhasil menguasainya secara bergantian selama berabad-abad.
Perlawanan selalu juga datang silih berganti. Beberapa perang melawan penjajah yang terkenal di antaranya, latar belakang perang Aceh dan perang Padri. Bangsa asing berhasil masuk ke Indonesia dengan jalan adu domba, seperti yang ditunjukkan dalam latar belakang Perjanjian Giyanti. Selanjutnya ada memperjuangkan kemerdekaan dengan pergerakan nasional, seperti banyaknya berdiri organisasi hingga tercetusnya makna ikrar Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928. Namun, perjuangan panjang mencapai kemerdekaan tidak langsung selesai setelah proklamasi. Bangsa yang pernah menjajah Indonesia, khususnya Belanda, tetap ingin kembali dengan berbagai cara dilakukan.
Mulai dari Agresi Militer sampai perundingan yang merugikan Indonesia dilaksanakan, seperti Perjanjian Linggarjati, tujuan Perjanjian Renville, dan tujuan diadakan Konferensi Meja Bundar. Ditambah dengan ancaman dari dalam dengan masuknya berbagai ideologi dunia, membuat perjuangan mempertahankan kemerdekaan negara Indonesia yang masih seumur jagung semakin berat. Pemberontakan banyak terjadi. Salah satu pemberontakan besar yang terjadi adalah Pemberontakan APRA. Pemberontakan yang menggabungkan berbagai elemen Bangsa Indonesia yang tidak sepaham dengan NKRI dengan dukungan Hindia Belanda. Agar lebih mengenal APRA, maka artikel kali ini akan membahas tujuan pemberontakan APRA.
APRA
Angkatan Perang Ratu Adil atau lebih dikenal dengan APRA adalah sebuah kesatuan tentara yang didirikan oleh Westerling. Tokoh pemberontakan APRA, Raymond Pieree Westerling seorang berkebangsaan Belanda yang lahir di Istambul dan dahulunya adalah anggota KNIL. Westerling ini sebelumnya dikenal sebagai orang yang bertanggungjawab atas tewasnya ribuan orang di Sulawesi Selatan, antara tahun 1946 sampai 1947.
Berdiri 15 Januari 1949, angkatan perang ini diberi nama Ratu Adil untuk menarik simpati rakyat Indonesia. Di mana ratu adil adalah nama yang diramal oleh Jayabaya sebagai seorang yang akan datang dan membebaskan bumi nusantara dari segala jenis penindasan. Ratu adil diramalkan sebagai seorang yang berasal dari wilayah Turki. Dan Westerling kebetulan lahir di Istambul, Kesultanan Ustmaniyah, Turki sekarang.
APRA kebanyakan beranggotakan mantan anggota KNIL, singkatan dalam Bahasa Belanda Het Koninkliijke Nederlandsch – Indische Leger atau Tentara Kerajaan Hindia Belanda. Tentara ini, pada masa penjajahan lebih banyak beranggotakan orang Indonesia. Mereka menyebutnya sebagai tentara kompeni. Namun tidak semua anggota KNIL kemudian menjadi anggota APRA. Selain anggota KNIL, APRA juga beranggotakan tentara-tentara dari berbagai kesatuan di Indonesia yang tidak dapat bergabung dengan APRIS (Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat).
Tujuan Pemberontakan APRA
Sebenarnya, di Indonesia Westerling dianggap penjahat besar dengan peristiwa di Sulawesi Selatan. Namun, di belanda Westerling dianggap pahlawan. Berdirinya APRA disambut banyak pihak, khususnya kelompok yang berseberangan dengan pemerintah. Kelompok-kelompok seperti proses pembentukan RMS dan DI dikabarkan memberi dukungan. Ditambah banyak anggota tentara yang kecewa tidak diterimka di APRIS. Anggota APRA dengan cepat terus bertambah.
APRA banyak melakukakan kekejaman di berbagai wilayah, khususnya di Pasundan yang dapat dikatakan sebagai markas utama mereka. Puncaknya, APRA melakukan pemberontakan 23 Januari 1950. Pemberontakan yang berhasil digagalkan ini menewaskan setidaknya 61 tentara di pihak Indonesia dan 18 warga sipil. Pemberontakan yang berlangsung cepat dan kejam ini berhasil digagalkan dengan cepat dan sebulan kemudian seluruh tokoh yang terlibat, termasuk dalang pemberontakan ditangkap dan dipenjarakan. Westerling sendiri berhasil meloloskan diri dengan pesawat Catalina ke Singapura dengan bantuan banyak pihak Belanda yang berada di Indonesia. Pemberontakan APRA ini mempunyai beberapa tujuan, seperti diuraikan di bawah ini.
1. Mempertahankan Bentuk Negara RIS
Melalui berbagai perundingan dengan pihak Belanda dan penengah negara Australia, Indonesia selalu berada di pihak yang dirugikan. Demi menjaga perdamaian, Ir Soekarno sebagai Presiden RI meminta semua pihak menerima hasil perundingan, baik Perundingan Linggarjati dan Perundingan Renville. Namun, Belanda sendiri yang tidak menepati perjanjian. Mereka merusaknya dengan melancarkan serangan, Agresi Militer I dan Agresi Militer II. Setelah Agresi Militer II yang membatalkan Perjanjian Renville, Indonesia dan Belanda kembali duduk di meja perundingan.
Kali ini, berdasarkan Konfrensi Meja Bundar bentuk negara Indonesia berubah menjadi negara serikat. Perjanjian yang dikenal dengan sebutan Konfrensi Meja Bundar, ditandatangani 27 Desember 1949. Sejak itu resmi Indonesia menjadi Republik Indonesia Serikat dengan UU RIS sebagai konstitusi dalam konstitusi yang pernah berlaku di Indonesia. Banyak pihak yang tidak setuju dengan hasil KMB. Di berbagai wilayah Indonesia bergejolak tuntutan untuk kembali pada NKRI. Ada pihak juga yang dengan setia ingin bentuk negara RIS tetap ada. Salah satunya pihak pendukung APRA. Mereka melakukan pemberontakan dengan menyerang Divisi Siliwangi untuk melumpuhkan semua pendukung negara kesatuan.
2. Mempertahankan Bentuk Negara Federal Pasundan di Indonesia
Negara Federal Pasundan menjadi salah satu negara bagian RIS yang letaknya sesuai nama berada di wilayah Jawa Barat. APRA berbasis di wilayah ini karena Perdana Menteri Pasundan merupakan pendukungnya. Mereka berkeinginan mempertahankan Negara Federal tetap ada, agar Negara Bagian Pasundan juga ada. Wilayah yang kaya alamnya ini menginginkan bentuk dan pengaturan wilayah sendiri. Perdana Menteri Pasundan, Anwar Tkoroaminoto bekerja sama dengan APRA. Mereka mendukung pemberontakan. Kemungkinan banyak hal dijanjikan Belanda jika Negara Pasundan tetap berdiri.
Belanda sendiri memposisikan Negara Bagian Pasundan untuk mendukung mereka agar terlihat bahwa masyarakat Indonesia sendiri tidak menginginkan NKRI. Belanda ingin membuktikan bahwa beberapa wilayah Indonesia lebih suka kembali kepada pemerintahan Hindia Belanda. Politik adu domba kembali diterapkan dalam hal ini. Politik yang dibungkus janji kehidupan lebih baik. Masyarakat dan Perdana Menteri sendiri tidak menyadari hal tersebut.
3. Mempertahankan Adanya Tentara Sendiri Khususnya APRA Sebagai Tentara di Negara Bagian Pasundan
Saat kemerdekaan Indonesia, tentara dan gerilyawan yang ada pada dasarnya tidak bersatu dalam satu komando. Banyak di antara mereka dipimpin oleh tokoh-tokoh daerah yang disegani tanpa bekal kemiliteran. Jika dihitung, mungkin jumlahnya ratusan ribu. Tidak dapat dipungkiri jasa mereka sangat besar terhadap perjuangan kemerdekaan dan mempertahankan kemerdekaan. Banyak pula tokoh yang gugur dalam perjuangan sebagai pahlawan tidak dikenal. Saat sidang tugas PPKI terakhir, 22 Agustus 1945, Indonesia berencana akan membentuk tentara. Ini diprakarsai oleh banyak mantan tentara KNIL yang kemudian mendukung NKRI, termasuk di antaranya Oerip Sumohardjo.
Sampai akhirnya ketika Indonesia resmi menjadi negara RIS menurut hasil KMB, maka pemerintah membentuk APRIS. Anggota APRIS dipilih berdasarkan syarat tertentu. Tidak semua tentara di daerah dapat menjadi anggota APRIS. Hal ini yang kemudian membuat di beberapa daerah timbul gejolak. Banyak tentara kecewa karena tidak dapat menjadi anggota APRIS. Sebut saja tujuan pemberontakan DI / TII dan pemberontakan RMS yang dipicu masalah ini. Bentuk negara yang kemudian menjadi RIS dianggap sebagai pemecahan masalah bagi sebagian orang.
Negara bagian merasa punya hak untuk mengatur wilayah sendiri tanpa tergantung pemerintah pusat, termasuk urusan tentara. Anggota APRA sebagian besar adalah tentara yang tidak dapat diterima di APRIS karena kurang syarat tertentu. Akhirnya mereka berkesimpulan, bahwa untuk mempertahankan keberadaannya, maka Indonesia harus tetap dalam bentuk serikat. Mereka menghalangi semua cara menjadikan Indonesia kembali menjadi NKRI. Penyerangan terhadap Divisi Siliwangi, Januari tahun 1950 menjadi bagian dari rencana mempertahankan negara RIS. Tujuan yang paling dengan semua yang diuraikan di atas adalah menjadikan APRA sebagai tentara di Negara Bagian Pasundan.
4. Golongan Kolonialis Belanda Ingin Mengamankan Kedudukannya di Indonesia
Kolonialis Belanda berada di Indonesia tentu mendapatkan keuntungan yang sangat besar. Bahkan ada orang yang meyakini bahwa negara Belanda mendapatkan kemajuan sampai saat ini karena ratusan tahun menggenggam Indonesia. Mereka yang sebelumnya hanya kota kecil, mampu membangun kota di atas laut, menggunakan dana yang berasal dari negara jajahan, Indonesia. Dengan demikian, wajar bila banyak kalangan Belanda berusaha mempertahankan kedudukannya di Indonesia. Mereka menganggap orang seperti Westerling yang membunuh ribuan orang sebagai pahlawan.
Keuntungan yang didapat Belanda dari tanah Indonesia tidak hanya sumber ekonomi. Beberapa warganya bahkan sudah tinggal dan menetap di Indonesia. Mereka menggantungkan hidupnya di tanah ini. Meski tidak dapat dipungkiri ada beberapa warga negara Belanda yang terlanjur cinta terhadap Indonesia dan memilih untuk menjadi warga negara Indonesia di kemudian hari.
Golongan kolonialis inilah yang ingin mengamankan kedudukannya di Indonesia. Ingin kembali menguasai Indonesia. Pemberontakan APRA mereka anggap sebagai jalan keluar. Jika pemberontakan ini berhasil, Indonesia tetap bertahan menjadi negara RIS. Belanda akan dengan mudah memasuki wilayah-wilayah negara bagian. Apalagi beberapa negara bagian memang sejatinya adalah negara boneka atau buatan Belanda.
5. Mendirikan Negara Federal di Indonesia
Selain untuk mempertahankan bentuk negara RIS, tujuan utama pemberontakan APRA adalah mendirikan negara federal di Indonesia. Pihak-pihak tertentu beranggapan bahwa dengan tetap berdirinya Negara Bagian Pasundan dan bertahannya negara RIS mereka akan lebih mudah membentuk negara federal sendiri di Indonesia. Itu sebabnya pemberontakan bertujuan membunuh Sultan Hamengkubowono IX sebagai Menteri Pertahanan dan Keamanan saat terjadinya pemberontakan, beserta stafnya.
Negara federal ini nantinya akan terdiri dari mantan anggota KNIL yang masih pro kolonialisme Belanda dan negara-negara bagian yang memang merupakan boneka Belanda. Pemberontakan APRA yang sebentar memakan korban banyak. Namun, selain pemberontakan berhasil cepat dituntas, di luar dugaan pemberontakan memicu masyarakat untuk lebih bersatu. Dari berbagai wilayah menyerukan persatuan dan kembalinya Indonesia menjadi negara kesatuan. Sekali lagi upaya menjaga kesatuan NKRI berhasil meski banyak korban berjatuhan. Tujuan pemberontakan APRA sama sekali tidak berhasil. Seluruh anggota dan dalangnya berhasil ditangkap, kecuali Westerling yang berhasil meloloskan diri.
Pemberontakan APRA ini menjadi cermin bagi kita semua untuk selalu menjaga contoh integrasi nasional. Menghilangkan jauh-jauh contoh disintegrasi nasional. Bersatu untuk mencapai tujuan pembangunan nasional. Semoga bermanfaat. Terima kasih.