Memahami aspek-aspek identitas sosial apa saja yang ada merupakan hal yang sangat penting. Hal ini dikarenakan identitas sosial bisa membantu seorang individu lebih memahami dirinya serta bagaimana dia menempatkan diri di lingkungan sosialnya. Lalu, apa sajakah aspek-aspek identitas sosial itu? Di artikel kali ini akan kita bahas lengkap mengenai aspek-aspek yang ada di dalam identitas sosial. Simak terus, ya!
Sebelum kita membahas lebih jauh mengenai aspek-aspek identitas sosial, ada baiknya jika kita memahami terlebih dahulu apa sebenarnya pengertian dari identitas sosial itu sendiri. Secara epistemologi, identitas berasal dari bahasa Inggris identity yang artinya kondisi atau kenyataan tentang sesuatu yang sama atau suatu keadaan yang mirip satu sama lain. Arti lain dari identity adalah kondisi yang menggambarkan sesuatu yang sama di antara dua orang, dua kelompok, atau dua benda. Sementara itu, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), identitas memiliki arti sebagai ciri-ciri atau keadaan khusus seseorang.
Kata ‘sosial’ sendiri diartikan sebagai ‘yang berkenaan dengan masyarakat’. Maka, dengan kata lain, identitas sosial bisa diartikan sebagai ciri atau keadaan sekelompok masyarakat tertentu. Sedangkan Burke dan Stets (1998) memaparkan identitas sosial termasuk ke dalam kategorisasi diri dalam kelompok. Hal ini berarti identitas sosial lebih berfokus pada makna seseorang mengkategorisasikan dirinya dalam kelompok dan lebih fokus pada makna yang berhubungan dengan menjadi anggota dalam kategori sosial tertentu. Identitas sosial didasarkan pada bagaimana manusia memahami tindakannya dalam konteks sosial.
Identitas sosial adalah tentang apa yang seorang individu miliki secara bersama-sama dengan lingkungan sosial di sekitarnya dan apa yang membedakan individu tersebut dengan lingkungan sosialnya. Identitas sosial ini juga mencakup konsep diri, hubungan seseorang dengan orang lainnya, afiliasi etnis dan agama, pekerjaan, dan lain sebagainya. Ada empat dimensi dari konsep identitas sosial, seperti yang disampaikan oleh Jackson and Smith (1999). Empat dimensi tersebut adalah sebagai berikut:
- Persepsi dalam konteks antar kelompok, yaitu hubungan antar seseorang di dalam in group-nya dengan group lain di luar kelompoknya.
- Daya tarik in group, yaitu afeksi atau daya tarik yang disebabkan oleh in group.
- Keyakinan yang saling terkait, yaitu norma dan nilai yang menjadi latar belakang terbentuknya tingkah laku anggota kelompok saat mereka berusaha mendapatkan keinginan atau tujuan serta berbagi keyakinan dan kepercayaan yang sama. Terdapat hubungan nilai norma dan moral yang tidak bisa dipisahkan, dimana ketiganya sama-sama memiliki pengaruh terhadap pembentukan identitas sosial.
- Depersonalisasi, yaitu ketika seorang individu melihat dirinya sendiri sebagai contoh dari kategori sosial yang bisa terganti dan bukan sebagai individu unik yang tidak sama dengan individu lainnya. Dalam hal ini, seorang individu kehilangan identitas pribadinya karena dia meleburkan dirinya ke dalam identitas kelompok.
Identitas sosial memegang peranan yang sangat penting dalam hubungan antar kelompok berdasarkan bagaimana dimensi yang diterimanya. Ketika individu dalam in group menerima dimensi dengan aman, maka individu tersebut memiliki kecenderungan untuk menilai kelompok di luar in groupnya dengan lebih baik dan kurang meyakini homogenitas in group. Sebaliknya, jika identitas tidak aman, maka individu tersebut akan sangat mengunggulkan kelompok in group-nya dan memiliki persepsi homogenitas in groupnya lebih besar. Penerimaan dimensi ini bisa jadi penyebab terjadinya perilaku toleransi ketika anggota kelompok bisa menerima orang di luar in groupnya dengan baik.
Menurut Sarben dan Allen (1968), identitas sosial memegang fungsi yang penting sebagai pemicu keberadaan posisi seseorang tentang keberadaan dirinya. Dengan identitas sosial, seseorang bisa menilai dirinya berada di tingkatan sosial yang mana, posisi seperti apa yang keberadaannya sama dengan dirinya dan posisi mana yang berbeda dengan dirinya. Lalu, apa sajakah aspek-aspek identitas sosial yang membuat seseorang bisa membentuk identitas sosial tertentu?. Tajfel dan Turner pada tahun 1979 menetapkan komponen pembentuk identitas sosial secara lebih sistematis, yaitu sebagai berikut:
- Identifikasi Sosial
Ellemers mengemukakan bahwa identitas sosial berkaitan dengan sejauh mana seseorang mendefinisikan diri mereka sendiri sebagai anggota dari kelompok sosial tertentu. posisi seseorang dalam sebuah lingkungan sosial bisa ‘dikategorisasikan’ sesuai dengan kategori yang ada di lingkungan tersebut. Akibatnya, kelompok sosial pun akan memberi sebuah identifikasi pada anggota kelompoknya dan membuat mereka mungkin merasa termotivasi untuk bertindak sebagai anggota kelompok. Sebagai contohnya adalah ketika seseorang menunjukkan perilaku diskriminatif terhadap orang lain di luar kelompoknya atau kelompok lain yang berbeda dengan kelompoknya.
Identifikasi sosial ini memiliki aspek terpenting berupa bagaimana seseorang mendefinisikan dirinya sebagai anggota kelompok tertentu. Menurut Hogg dan Abrams, dalam proses identifikasi terdapat pengetahuan dan nilai-nilai yang melekat pada anggota kelompok yang menjadi simbol identitas sosial individu di dalamnya. Identifikasi sosial dilakukan individu tidak hanya untuk mendapatkan identitas sosial yang positif, melainkan juga untuk bisa memaksimalkan keuntungan untuk dirinya dalam kelompok.
- Kategorisasi
Ellemers juga mengemukakan bahwa kategorisasi menunjukkan bahwa setiap individu memiliki kecenderungan untuk menyusun lingkungan sosialnya sendiri dengan membentuk kategori atau kelompok yang memiliki makna bagi dirinya. Kategorisasi ini menyebabkan adanya perbedaan persepsi yang terjadi antara unsur-unsur dalam kategori yang sejenis menjadi berkurang, sementara perbedaan persepsi dengan kategori lainnya, atau out group, menjadi lebih ditekankan. Oleh karena itu, kategorisasi memiliki fungsi untuk mengartikan lingkungan sosial secara lebih sederhana.
Dengan adanya proses kategorisasi akan dapat terbentuk nilai-nilai tertentu atau stereotype yang berhubungan dengan kelompok dimana nilai-nilai atau stereotype ini juga bisa berasal dari individu yang menjadi anggota kelompok tersebut. Kategorisasi dalam identitas sosial membuat individu bisa menilai persamaan yang dirasakan ada dalam suatu kelompok. Lebih jauh lagi, kategorisasi sosial juga bisa menyebabkan terjadinya kategorisasi diri sendiri, yaitu asosiasi kognitif diri dengan kategorisasi sosial yang merupakan keikutsertaan seorang individu dengan spontan sebagai anggota kelompok sosial.
- Perbandingan Sosial
Biasanya sebuah kelompok bisa merasa kelompoknya lebih baik dibandingkan kelompok yang lainnya. Ketika perasaan ini muncul, maka bisa terjadi identitas sosial yang positif. Identitas sosial bisa terbentuk dari perbandingan sosial. Perbandingan sosial ini adalah sebuah proses yang dibutuhkan untuk membentuk identitas sosial dengan menggunakan orang lain sebagai bahan perbandingan untuk bisa menilai sikap dan kemampuannya sendiri. Dengan melakukan perbandingan sosial, identitas sosial bisa terbentuk dengan adanya penekanan pada perbedaan-perbedaan yang ada antara kelompoknya dengan kelompok lain di luar.
Dalam perbandingan sosial, seorang individu bisa mendapatkan identitas yang positif jika individu tersebut bergabung dengan sebuah kelompok. Seseorang akan memiliki keinginan untuk mendapatkan identitas sosial yang positif sebagai pergerakan psikologis dari perilaku individu di dalam kelompok. Proses perbandingan sosial ini akan menjadikan seorang individu bisa menilai dirinya dari posisi dan status kelompoknya. Setelah mengetahui aspek-aspek apa saja yang membentuk identitas sosial, ada aspek-aspek lainnya dalam identitas sosial. Aspek-aspek lain itu antara lain sebagai berikut:
- Konsep diri, yaitu identitas diri seorang individu sebagai sebuah skema dasar yang terdiri dari sekumpulan keyakinan dan sikapnya terhadap dirinya sendiri. Dengan konsep diri ini, seorang individu akan bisa mengolah informasi tentang dirinya sendiri serta memotivasi dan mengevaluasi dirinya dan juga memahami kemampuannya.
- Gender atau jenis kelamin.Sebagian aspek identitas berhubungan dengan faktor genetik dan juga jenis kelamin seseorang. Dalam hal ini, seorang laki-laki dan perempuan akan memiliki pandangan tentang identitas sosial yang berbeda. Tidak hanya itu, terdapat stereotype dari jenis kelamin yang juga mempengaruhi terbentuknya identitas sosial serta bagaimana setiap jenis kelamin berperilaku dan bereaksi terhadap sesuatu.
- Hubungan intrapersonal, yaitu mencakup hubungan antar saudara, pasangan, orang tua, dan lain sebagainya.
- Ideologi atau afiliasi politik, yaitu bagaimana seseorang memiliki kepercayaan atau keyakinan terhadap suatu ideologi. Cara pandang seseorang terhadap objek orientasi politik bisa mempengaruhi bagaimana dia mengidentifikasikan dirinya. Misalnya, pandangan seseorang terhadap ideologi dan gerakan feminisme, pecinta lingkungan, vegetarian, maupun keyakinan terhadap kelompok politiknya. Dalam hal ini sebaiknya seseorang memahami teori-teori ideologi agar tidak memiliki pandangan yang salah terhadap ideologi tertentu.
- Atribut khusus, yaitu atribut-atribut lain yang ada pada diri seseorang. Atribut ini bisa mengenai atribut fisik seseorang seperti tampan, pendek, tinggi dan lain-lain, ataupun atribut mengenai preferensi seseorang terhadap sesuatu, contohnya homoseksual dan lain-lain.
- Etnis atau agama, yaitu aspek-aspek yang berkaitan dengan etnis dimana seorang individu dilahirkan atau agama yang menjadi pedoman hidupnya, seperti Islam, Katolik, Hispanik, Latin, Yahudi, dan lain sebagainya. Bisa jadi pandangan seseorang terhadap etnis atau agama menjadi terlalu ekstrim dan menimbulkan masalah seperti yang ada pada contoh sikap ekstrimisme.
- Persepsi terhadap perasaan, seperti persepsi seseorang terhadap kecemasan dan kebahagian juga menjadi aspek dalam pembentukan identitas sosial.
Dari pembahasan di atas, bisa ditarik kesimpulan bahwa aspek yang paling banyak mempengaruhi identitas sosial adalah aspek genetis dan aspek konsep diri, dimana pandangan seseorang terhadap perasaan, agama, etnis, ideologi dan lain-lain sebenarnya juga mendapatkan pengaruh dari bagaimana seseorang memandang dirinya sendiri dan memiliki konsep tentang diri sendiri. Tidak hanya itu, peran keluarga dalam pembentukan kepribadian seseorang juga bisa mempengaruhi bagaimana dirinya membentuk identitas sosial.
Dari pembahasan di atas, kita telah mengetahui apa saja aspek identitas sosial yang bisa mempengaruhi bagaimana kita mengenali diri kita dan lingkungan sosial di sekitar kita. semoga artikel kali ini bermanfaat, ya!